Mohon tunggu...
M. Ali Amiruddin
M. Ali Amiruddin Mohon Tunggu... Guru - Guru SLB Negeri Metro, Ingin berbagi cerita setiap hari, terus berkarya dan bekerja, karena itu adalah ibadah.

Warga negara biasa yang selalu belajar menjadi pembelajar. Guru Penggerak Angkatan 8 Kota Metro. Tergerak, Bergerak dan Menggerakkan.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Menikmati yang Halal dan Baik Ala Nabi

2 November 2020   21:33 Diperbarui: 3 November 2020   13:19 295
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Umat Islam saat ini tengah merayakan maulid Nabi Muhammad SAW 1442 H. Hampir di setiap masjid dengan aneka kegiatan, para umat Rasulullah ini merayakan kelahiran beliau. 

Rasulullah yang lahir 571 M tersebut, sampai kini peringatan kelahirannya begitu bermakna. Peringatan itu bukan hanya untuk berfoya-foya atau bersenang-senang seperti peringatan kelahiran kita sebagai manusia pada umumnya dengan kue-kue ulang tahun, tapi justru harus selalu berprinsip bahwa peringatan tersebut dalam rangka mengambil ibrah atas kelahiran beliau ribuan tahun yang lalu dan pelajaran apakah yang mesti kita amalkan dalam kehidupan sehari-hari.

Meskipun perayaan kelahiran Rasulullah SAW tersebut melahirkan beragam pendapat antara boleh dan tidaknya, antara mubah dan bid'ahnya dengan alasan-alasan tertentu, yang pasti Rasulullah SAW adalah suri teladan yang baik bagi umatnya. Maka ketika berbicara mengikuti suri tauladan yang baik tersebut, selayaknya apapun yang disunnahkan Beliau mesti diikuti. Seperti dalam hal menikmati sesuatu yang halal dan baik.

Dalam salah satu ayat Al Qur'an berbunyi, "wa kulu washrobu walaa tusyrifu, inahu laa yuhibbul musrifiin. (Al A'raf : 31) yang artinya "makanlah dan minumlah, tapi jangan berlebih-berlebihan, sesungguhnya Allah  tidak menyukai yang berlebih-lebihan." Serta surat An-Nahl: 114 yang artinya "Maka makanlah yang halal lagi baik dari rezeki yang telah diberikan Allah kepadamu; dan syukurilah nikmat Allah, jika kamu hanya menyembah ke-pada-Nya." (Q.S. An-Nahl ayat 114). 

Dua ayat di atas hakekatnya berisi beberapa perintah yang sebenarnya sangat sederhana. Perintah tersebut adalah agar umatnya memakan makanan yang halal, baik dan tidak berlebih-lebihan. Namun, sebagai umatnya acapkali karena sederhana dianggap sesuatu yang tidak penting dan dianggap gampangan. Bahkan ada yang mengatakan "asal tidak muntah, maka itu halal." Padahal dalam ayat-ayat tersebut Allah SWT mewahyukan kepada Nabi Muhammad SAW agar mengajak umatnya menikmati makanan sesuai yang wahyukan.

Bagaimana fenomena umat Rasulullah SAW saat ini terkait kebiasaan dalam menikmati karunianya yang begitu banyak ini. Karunia yang salah satunya berupa makanan yang banyak terserak di alam semesta, yang pada hakekatnya ada rambu-rambu yang boleh dimakan (halal)  dan yang tidak boleh (haram). 

Saya tidak akan membahas beragam  jenis makanan dari segi hukum-hukum menurut ilmu fiqh yang begitu banyak, tapi membahas bagaimana fenomena masyarakat kita dalam kehidupan sehari-hari yang sepertinya tanpa sadar telah menjauhi tuntunan Rasulullah SAW di atas.

1. Menikmati makanan yang halal

Menurut ulama, makanan yang haram itu diklasifikasikan berdasarkan jenis, cara penyembelihannya, cara memperolehnya dan bagaimana menikmatinya.

Jika berbicara jenisnya, sudah jelas mana yang haram dan mana yang halal berdasarkan nash dalam Al Qur'an dan Hadits serta Ijma'dan Qiyash. Atau Sebagian ulama yang mengikuti Al Qur'an, Hadits dan Ijtihad. Meskipun berbeda, esensinya sama. Mereka mengambil hukum dari tiga sumber hukum itu. Dan semua itu sudah dibahas oleh ulama secara gamblang.

Lalu, bagaimana cara menyembelihnya, tentu berkaitan dengan hewan yang memang dihalalkan dan cara menyembelihnya juga harus mengikuti syara' atau aturan hukum Islam agar penyembelihan itu menjadi sah dan hewan yang disembelih menjadi halal. 

Nah, yang menarik adalah bagaimana memperolehnya itu menjadi hal yang sungguh sederhana tapi amat penting artinya. Banyak di antara kita yang seolah-olah harta yang kita peroleh bebas darimana saja. Padahal semua rezeki itu harus mengikuti aturanNya. Kalau rezeki itu diambil dengan cara yang haram, misalnya mencuri atau korupsi, maka makanan itu menjadi haram. Dengan apapun alasannya, semua makanan yang diperoleh dengan cara yang batil dan tidak hak, maka dihukumi sebagai makanan haram. Selain itu syarat penting dari makanan yang baik adalah bersih dan bebas dari penyakit yang membahayakan.

Namun faktanya, banyak yang begitu peduli dengan perayaan Maulid Nabi yang begitu dibuat meriah, tapi kita banyak yang alpa bahwa hakekat dari peringatan maulid Nabi salah satunya mengamalkan ajaran suci atau sunnahnya, tanpa terkecuali. Salah satu sunnah beliau adalah mencari rezeki yang halal dan menikmatinya dengan cara yang baik pula.

Bagaimana harta itu dicari dan bagaimana menggunakan merupakan salah satu hal yang menjadi teladan Rasulullah kepada umatnya. Kita terlalu euforia dengan peringatan Mauludan tapi lupa bahwa banyak hal yang berkaitan dengan keduniawian kita melupakan apa yang Beliau ajarkan. 

2. Makan yang baik dan tidak berlebih-lebihan

Salah satu hal yang dicontohkan oleh Rasulullah adalah makanlah yang baik-baik dan tidak berlebih-lebihan. Ciri-ciri kebaikan makanan adalah diperoleh dengan cara yang baik serta sifatnya juga baik. Seandainya makanan itu halal dari cara mencarinya, tapi karena cara menikmatinya  justru membahayakan maka hal itu juga sangat dilarang. Atau makanan itu dibeli dengan uang yang halal, tapi makakan itu merupakan salah satu makanan yang diharamkan, maka tak layak pula untuk dikonsumsi. Apalagi diperoleh dengan cara yang haram, jenisnya juga haram dan membahayakan dan dinikmati dengan cara yang berlebih-lebihan. Suatu aktivitas yang sama sekali jauh dari apa yang diajarkan oleh Nabi.

Rasulullah sangat membenci seseorang yang menikmati makanan yang di luar kemampuan perutnya. Karena pada prinsipnya perut itu memiliki batas yang tidak boleh dilanggar. Jika dilanggar maka akibatnya akan berbahaya.

Fenomena Mukbang dalam kehidupan kita

Saya sering menyaksikan tayangan video yang kontennya seperti menunjukkan aktivitas menikmati makanan yang berlebih-lebihan. Seseorang dengan amat pedenya menghadapi sejumlah makanan yang relatif banyak, atau dapat dibilang sangat banyak demi sebuah konten. Seolah-oleh semua makanan yang ada di depannya akan habis ditelan. Padahal seberapa sih perut seseorang dibandingkan kemampuan menampung makanan tersebut? Sungguh aktivitas yang diharamkan.

Memang benar boleh jadi makakan itu dibeli dengan uang halal, jenis makanannya memang halal dan diolah dengan cara yang halal, tapi jika cara menikmatinya sangat berlebih-lebihan maka dapat dikatakan haram atau dilarang dalam agama. Kenapa dilarang? Karena disinyalir dalam AlQur'an bahwa sesuatu yang berlebih-lebihan itu adalah perbuatan setan.

Tak hanya persoalan makanan, pada hakekatnya semua aspek kehidupan umat Islam atau manusia pada umumnya, jika sudah berlebih-lebihan maka sungguh jauh dari ajaran Rasulullah. Bagaimana Rasulullah selama hidupnya menikmati kesederhanaan, makanan sederhana, tempat tinggal yang sederhana, bahkan tempat tidurpun dari pelepah kurma. Sungguh seorang teladan yang baik bagi umatnya. Padahal menurut sejarah, Rasulullah adalah seorang pria yang kaya raya yang penghasilannya dari berniaga. Tapi kehidupan Beliau dihabiskan dalan kesederhanaan.

Meskipun setiap orang tidak dipaksa untuk sama persis dengan beliau, minimal tidak menikmati kekayaan dengan cara berlebih-lebihan, karena yang berlebih-lebihan sangatlah dilarang dalam agama. Bahkan Beliau sendiri selalu mengajarkan hiduplah dengan cara sedang-sedang saja alias pertengahan. Jangan terlalu miskin dan jangan terlalu kaya. Hiduplah sederhana saja asal bahagia. Dan menyukuri apa yang didapatnya adalah salah satu bukti bahwa kita mengikuti Sunnahnya.

Salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun