Mohon tunggu...
M. Ali Amiruddin
M. Ali Amiruddin Mohon Tunggu... Guru - Guru SLB Negeri Metro, Ingin berbagi cerita setiap hari, terus berkarya dan bekerja, karena itu adalah ibadah.

Warga negara biasa yang selalu belajar menjadi pembelajar. Guru Penggerak Angkatan 8 Kota Metro. Tergerak, Bergerak dan Menggerakkan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Cara Untuk Bangkit, Memaafkan Diri Sendiri

14 Oktober 2020   07:30 Diperbarui: 14 Oktober 2020   15:41 166
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Siapa yang tidak ingin apa yang diinginkannya tercapai? Dan siapa yang merasa apa yang dilakukannya tidak sesuai dengan yang diharapkan? 

Jawaban untuk pertanyaan pertama, setiap orang ingin semua yang diinginkannya tercapai atau dapat diraih. 

Siapapun anda tentulah tidak ingin menjadi manusia yang gagal. Meskipun boleh jadi ada insan yang begitu apatis yang menganggap dirinya tidak mampu berbuat apa-apa karena kondisi yang dialami.

Bagaimana dengan pertanyaan kedua? Sepertinya setiap orang pernah merasakan apa yang dilakukan tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. Apapun yang dilakukan seolah-olah tidak sesuai ekspektasinya, dan seolah-olah apa yang direncanakan jauh-jauh hari tiba-tiba musnah begitu saja lantaran proses dan hasilnya tidak sesuai dengan apa yang diprogramkan.

Menyalahkan diri sendiri atas kegagalan

Yap. Sepertinya kedua pertanyaan di atas sedikit banyak akan dialami atau bahkan sudah dialami oleh semua orang. Hal yang kadang tidak realistis, tidak logis atau tidak masuk di akal, tiba-tiba begitu saja datang menghampiri. Dan semua yang menjadi angan, teori maupun rencana ke depannya tenyata jauh panggang dari api. 

Sungguh situasi yang seperti memaksa kita menyalahkan situasi atau keadaan. Bahkan karena tujuan yang diinginkan tidak tercapai, acapkali ingin menyalahkan diri sendiri. Muncullah kata-kata, "aku memang bodoh, aku nggak layak hidup dan aku ingin mengakhiri semua." Sebuah ungkapan batin yang bisa berakibat fatal jika suatu saat justru menjadikan dirinya sendiri sebagai tersalah. 

Kegagalan yang terjadi pada saat ini buah dari kegagalan diri sendiri dan kelemahan yang dimiliki. Maka, semua yang terjadi harus berakhir saat ini.

Kondisi batiniah seseorang yang selalu menyalahkan diri sendiri ini bisa berdampak negatif bagi kejiwaan individunya. 

Sosok yang selalu menyalahkan diri sendiri akan begitu saja melupakan potensi yang dimiliki dan menganggap dirinya adalah manusia yang gagal. 

Dan benar, kebanyakan sikap menyalahkan diri sendiri akan berakibat kegagalan demi kegagalan yang tidak berujung. Bahkan yang berbahaya lagi adalah ketika harus mengakhiri hidup ini karena sikap apatis atas apa yang terjadi.

Memaafkan diri sendiri agar bisa bangkit dari keterpurukan

Suatu ketika saya mendapati sosok yang merasa kehidupannya penuh tekanan, semua diawali karena merasa kehidupannya sangat jauh dari yang diharapkan. Pendidikan yang tidak terjangkau karena kondisi ekonomi keluarga yang terpuruk, di tambah lagi tidak ada satu orang pun yang mengerti dengan apa yang dialami. 

Sebut namanya Milan (bukan nama sebenarnya), berangkat dari keluarga sederhana yang orang tuanya hanyalah buruh serabutan, Milan merasakan kehidupannya selalu saja gagal. 

Keinginannya sekolah pun kandas dan hanya lulus SMP. Kala itu keinginan meneruskan ke jenjang lebih tinggi adalah naluri dan cita-cita setiap orang termasuk Milan. Sayangnya keluarganya tidak mampu membiayainya. Tak pelak, karena ketidak mampuan biaya ini dia harus pasrah menghempaskan cita-citanya dan harus menerima apa yang ada. 

Sayangnya penerimaan dirinya tidak dibarengi dengan berusaha mencari alternatif pergaulan untuk bisa mengubah nasibnya. Dan lebih miris lagi Milan menjauh dari agama dan lebih memilih berkawan dengan madat. Berbekal kawan yang sama-sama sopir, pergaulannya bukan semakin baik, justru semakin tidak menentu.

Di suatu waktu, Milan mencintai sosok wanita yang anggun, cantik dan mempesona. Siswa SMA yang membuat jatuh hatinya. 

Sayangnya, gadis yang dicintainya membuatnya patah arang dan harus bertepuk sebelah tangan. Boleh jadi karena si gadis melihat sosok si Milan hanyalah sopir dengan kehidupan yang tidak seperti yang dia inginkan. 

Dalam keadaan serba terbatas, keluarga yang pas-pasan, cita-citanya untuk mencintai wanita pujaannya kandas, dan diperparah dengan mengonsumsi barang terlarang, membuatnya semakin jauh dari agama. Lalu, pikiran negatifpun lahir seketika. Apa yang ada dalam hatinya kala itu? 

Dalam hatinya selalu menyebut kata "mati dan bunuh diri". Dan ternyata dalam ketidakmampuan mengendalikan emosi dan keputusasaan tersebut membuatnya lupa untuk memaafkan dirinya sendiri. Setiap hari selalu menganggap dirinya adalah manusia yang gagal. Akumulasi rasa kecewa atas rasa gagal inilah yang klimaksnya mengakhiri hidupnya. Meskipun percobaan bunuh diri berkali-kali digagalkan, nyatanya karena keinginnannya untuk mengakhiri hidupnya sudah bulat, maka setan pun membisikinya untuk segera mengakhiri hidup. Dan diketahui beberapa hari kemudian, si Milan diketemukan menggantung di dalam rumahnya. 

Satu sisi, sebagai manusia biasa, setiap orang lahir dalam keadaan sempurna dengan potensi yang dimiliki. Di sisi lain manusia juga memiliki potensi yang berbeda yang sejatinya akan saling membutuhkan satu sama lainnya.

Setiap potensi tersebut seringkali tidak diasah dan dimanfaatkan secara optimal demi meraih apa yang diinginkannya.   Sehingga tidak ada cara lain, hanya dengan keyakinan dan ketekunanlah potensi tersebut bisa mencapai potensi tertinggi yang bermanfaat bagi kehidupannya.

Menerima apa yang diberikan Tuhan dengan rasa sukur

Ada yang menganggap orang lain selalu memiliki semua kelebihan, dan menganggap diri ini memiliki segudang masalah yang orang lain tidak miliki.  Padahal setiap orang mempunyai persoalan yang boleh jadi sama, meskipun takarannya berbeda. 

Seperti halnya sosok Milan yang memiliki potensi pergaulan yang luas, kemampuan mengendarai roda empat, adalah salah satu pontensi yang hakekatnya bisa dikembangkan dan digunakan untuk bertahan hidup. 

Sayangnya dua sisi kelebihan ini seperti diabaikan dan menganggap tidak memiliki potensi apa-apa, sebaliknya hanya melihat kelebihan orang lain. 

Padahal, secara alami, satu potensi saja yang dikembangkan dan dioptimalkan kemampuannya, maka akan menjadi ladang emas bagi kehidupannya. Contoh sederhananya, seorang pengayuh becak, memiliki pontensi bisa mengayuh becak tanpa takut oleng dan kemampuannya mencari pelanggan, maka secara perlahan kehidupannya akan berubah lantaran mendapatkan hasil dari pekerjaannya dengan konsumen yang bertambah. Bahkan diceritakan seorang pengayuh becak ternyata bisa menyekolahkan anak-anaknya hingga sarjana lantaran penghasilannya yang besar dari para pelanggannya. Bisa membeli becak sendiri dan menambah becak baru untuk disewakan pada orang lain.

Begitu pula sopir, saya memiliki teman sosok sopir yang ternyata mampu menikah dan membiayai kehidupannya dengan istri yang cantik. Apa yang dia miliki? Yap, kejujuran dan kemampuan mengendarai mobil dengan baik dan nyaman inilah yang membuat rezekinya terus mengalir. Selain itu kepasrahan dan keikhlasan dalam niat untuk beribadah, sosok sopir ini sukses dalam kehidupannya.

Boleh jadi saat ini orang-orang di sekitar kita adalah sekumpulan manusia sukses dengan aneka profesi. Tapi perlu dipahami, kesuksesan mereka dengan beragam profesinya akan selalu ada celah untuk kita manfaatkan kemampuan kita mencari rezeki di dalamnya.

Seorang pejabat negara, biasanya membutuhkan sopir pribadi dalam bertugas, seorang peternak, membutuhkan pekerja kandang yang siap membantunya. Bahkan seorang presiden pun selalu membutuhkan wakil dan para mentri untuk menyelesaikan visi dan misinya. 

Tidak ada kegagalan yang benar-benar membuat kita berakhir dalam kegagalan itu, selain kita mau memaafkan diri sendiri karena telah gagal dan kembali bangkit untuk berjuang. Dan di balik kegagalan, selalu ada kesuksesan di depan kita. Tinggal mau berjuang atau justru pasrah kalah dengan keadaan itu yang akan membedakan setiap insan.

Bahkan Tuhan pun mewahyukan bahwa "Karena sesungguhnya, dibalik kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.. (QS. Al-Insyirah: 5-6)

Salam

Metro, 14-10-2020

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun