Akhirnya ingatanku kembali pada sosok wanita di depanku ini. Tanpa sadar aku lupa bahwa aku hendak menuju kompleks pasar Tanah Abang, menemui seorang sahabatku di sana.
"Ya Allah, kamu sekarang sukses? Berapa tahun kita nggak ketemu, sekarang penampilanmu beda." Nampak Yana juga tersenyum padaku.
Tak terasa suasana semakin menyengat, panas siang ini sangat menusuk kepalaku. Aku ajak Yana untuk berteduh sebentar, di sebuah warteg di pinggir jalan. Nampak ramai dengan para pembeli. Di antara mereka ada yang menatap kami dengan pandangan tajam, tapi kebanyakan cuek dan lebih fokus dengan aktifitas masing-masing.
Aku pesan dua botol Sosro.Â
"Kamu sudah sukses. Beda sama aku, sampai sekarang hanya sebagai pekerja harian lepas." Keluhku.
"Kamu sudah menikah?" Tanya Yana padaku.
"Alhamdulillah sudah menikah. Meskipun akhirnya kandas gara-gara persoalan kecil." Ceritaku tanpa malu mengutarakan semuanya.
"Maaf, kalau aku membuatmu mengingat masa lalu."
Kutundukkan wajahku. Ku ingin nampak nyaman meskipun dalam keadaan galau. Melihat kehidupanku yang berantakan sedangkan kehidupan Yana yang begitu membanggakanku sebagai sahabatnya.
Kunikmati segarnya teh itu untuk menghapus rasa gundah yang kala itu tiba-tiba lahir. Airnya juga menyegarkan fikiranku yang kalut.Â
Kupandangi wajah Yana, sungguh wajahnya membuatku terpana.