Mohon tunggu...
M. Ali Amiruddin
M. Ali Amiruddin Mohon Tunggu... Guru - Guru SLB Negeri Metro, Ingin berbagi cerita setiap hari, terus berkarya dan bekerja, karena itu adalah ibadah.

Warga negara biasa yang selalu belajar menjadi pembelajar. Guru Penggerak Angkatan 8 Kota Metro. Tergerak, Bergerak dan Menggerakkan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Hati yang Terbelah

6 Agustus 2020   23:27 Diperbarui: 7 Agustus 2020   07:32 869
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Aku tahu, ayahmu membutuhkan tanah itu, tapi yang perlu Mas tahu, aku pun membutuhkan kepastian agar orang tuaku pun bisa membuat aku bahagia menikah dengan lelaki yang baik."

Adi mendengarkan setiap kata yang terucap dari  lisan Yuli. Dalam batinnya berkata, "Aku ingin sekali menikahimu tapi keadaannya begini."

"Apalagi yang Mas takutkan, aku terima kok meskipun mas masih nganggur. Kita bisa memulai usaha dari nol berdua. Gak apa-apa meskipun kita hidup sederhana."

"Nggak. Aku belum berani memutuskannya." Aku kasihan ayahku. Aku nggak tega melihatnya bersedih dan kecewa akan tindakankanku ini. Aku benar-benar sudah membuatnya kecewa.

"Jadi, Mas belum bisa memutuskan bagaimana kelanjutan kita nanti? Yuli mendesak.

"Bukan itu maksudku. Aku hanya ingin kamu sabar menunggu sampai lamaranku diterima."

"Sudahlah Mas, kalau memang sampai sekarang belum  bisa memberikan keputusan, lebih baik aku terima lamaran Mas Dendi. Dia ingin menikahiku secepatnya."

"Apa? Kamu punya pacar baru? Kamu tega ya menduakan aku di saat aku tengah bingung dengan keadaan ini. Mana janjimu yang katanya ikhlas menantiku? Mana?" Wajah Adi nampak panik dan semburat kesedihan begitu jelas nampak dari wajahnya kala itu.

"Bukan maksudku menduakan kamu, Mas. Tapi orang tuaku juga ingin aku segera menikah." Mas gak usah panik.  Lupakan saja aku. Aku gak ingin terkatung-katung. Sedangkan kesehatan orang tuaku juga terganggu.  Aku tak ingin ayahku pergi sebelum melihat aku bahagia."

Suasana tiba-tiba seperti tenggelam di terjang tsunami. Suasana yang awalnya begitu hidup seperti ombak yang menghantam semuanya hingga tak bersisa. Adi hanya memandang wajah Yuli dengan rasa kecewa yang dalam. Adi tak tahu lagi harus berkata apa, yang ada dalam pikirannya saat ini adalah kehancuran. Semua hancur. Cintanya terancam kandas, dan mimpi untuk membahagiakakn orang tuanya juga belum berhasil.

"Baiklah, aku sekarang mengerti bahwa kata-katamu hanya omong kosong belaka. Janjimu padaku hanyalah bualan. Aku kecewa kenapa kamu tidak pernah memberikan aku kesempatan untuk membuktikan cintaku. Ingin membuktikan bahwa aku bisa membahagiakanmu dan orang tuaku. Tapi sudahlah. Aku sudah tidak punya kata-kata lagi. Lebih baik aku pulang saja."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun