Mohon tunggu...
M. Ali Amiruddin
M. Ali Amiruddin Mohon Tunggu... Guru - Guru SLB Negeri Metro, Ingin berbagi cerita setiap hari, terus berkarya dan bekerja, karena itu adalah ibadah.

Warga negara biasa yang selalu belajar menjadi pembelajar. Guru Penggerak Angkatan 8 Kota Metro. Tergerak, Bergerak dan Menggerakkan.

Selanjutnya

Tutup

Foodie Pilihan

Hikmah "Bully" bagi Klepon

22 Juli 2020   08:07 Diperbarui: 23 Juli 2020   07:49 303
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Klepon adalah salah satu makanan tradisional yang terlihat mashur atau terkenal sampai saat ini. 

Jajanan bulet ini tidak hanya terkenal, karena sampai sekarang masih banyak kita temui di pasar-pasar tradisional. Makanan ndeso yang lembut dari tepung dengan sensasi ledakan gula merah yang bertambah gurih karena taburan kelapa.

Kala sekolah dasar, mbok Darmi (bukan nama sebenarnya) selalu membuat jajanan ini di rumah kecil berdiding bambu miliknya.

Keluarga sederhana ini memang menjadikan butiran klepon sebagai salah satu penopang kehidupan mereka. Saya ingat betul di pagi hari jajanan ini sudah matang. Dan saya selaku konsumennya selalu berebut kesempatan mendapatkan makanan yang Indonesia banget ini.

Terlepas hebohnya klepon itu islami atau tidak, klepon adalah makanan halal yang benar-benar diracik oleh tangan-tangan bersih dan disajikan dengan sumpah janji ingin mencintai produk dalam negeri.

Ketika Klepon di-Bully, Hikmah Besar pun terjadi

Siapa yang nggak emosi, tersinggung dan meluapkan kekecewaan karena klepon menjadi meme bahwa makanan ini tidak Islami? 

Boleh jadi pembaca pun akan kecewa kenapa makanan yang manis dan lezat ini harus jadi bahan perundungan. Dan anehnya perundungannya dibandingkan dengan kurma.

Padahal semua makanan asal halal baik bahan, cara menanam, mengolah dan memperoleh hasilnya (tidak mencuri) tidak bertentangan dengan syariat agama tentu halalan thoyiiban. Karena islami dan tidak bisa karna bendanya, cara memperolehnya dan penggunaannya.

Nah, apa hikmah yang bisa dipetik dari boomingnya ejekan terhadap makanan nan legit ini? Tentu promosi tanpa berbayar.

Bayangkan jika memiliki produk makanan yang ingin kita share di media sosial, maka paling melihat produk itu hanya sebatas teman yang boleh jadi hanya puluhan orang karena berita tertutup berita-berita atau update paling baru.

Sedangkan jika ingin mendapatkan audien yang lebih banyak, tentu facebook misalnya mematok pembayaran iklan minimal Rp 100.000 dalam sepekan. Sedangkan kalau gratis solusinya diboomingkan dulu agar banyak orang tertarik membaca dan mengomentarinya. Meskipun efeknya ada pro dan kontra antara manfaat dan tidaknya info tersebut.

Meskipun karena info yang negatif tersebut bisa menimbulkan reaksi massa yang boleh jadi permusuhan. Namun dalam dunia periklanan, apapun reaksi massa, semua menjadi keuntungan yang melimpah bagi penjaja produk tanpa berbayar.

Hikmah lainnya adalah memperkenalkan kembali makanan tradisional yang boleh jadi anak-anak cucu kita akan melupakannya lantaran tergilas makanan import yang dianggap lebih lezat.

Padahal, klepon sebagai korban perundungan, hakekatnya adalah makanan sehat dan bergizi yang tentunya amat baik untuk mengisi perut yang kosong. Gak perlu takut apakah mengandung babi misalnya bagi umat Islam, atau takut mengandung pengawet, lantaran makanan ini pagi hari dibuat dan siangnya tak bersisa. Tidak atau belum ada klepon yang diawetkan berhari-hari.

Intinya, semua hal pasti ada hikmahnya. Maka benar kata teman saya melihat fenomena klepon ini adalah nikmati saja kleponnya dengan meminum kopi atau teh pasti akan terasa maknyuus di lidah dan perut kita.

Salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun