Ini real, tidak ada yang bisa menjamin bahwa harta kita bisa menolong sepenuhnya kehidupan kita. Karena bukan harta yang menjaga kita, karena faktanya kitalah yang mati-matian yang menjaganya. Meskipun hakekatnya orang-orang yang pedulilah yang sebenarnya harta kita yang paling berharga.
Bergerak membantu kesusahan tetangga
Seperti apa yang saya sampaikan di awal tulisan ini, bahwa zaman dahulu, kita masih bisa menemui gotong royong di masyarakat kita.Â
Masyarakat yang bahu membahu menolong orang-orang di lingkungannya meskipun tanpa dibayar sekalipun. Hanya air dan makanan ala kadarnya sebagai pendukung gerak tubuh di kala bekerja.
Seperti kemarin, lingkungan kami bergerak membantu salah satu masyarakat yang ingin memperbaiki rumah mereka. Meskipun hakekatnya tidak ada satu orang pun yang dalam kondisi menganggur, lantaran setiap orang harus bekerja untuk mencukupi kehidupan sehari-hari.
Namun, di sini semangat untuk gotong royong nampaknya masih terasa, setiap orang tergerak untuk mengulurkan tangannya demi menyelesaikan pekerjaan tetangganya sendiri.
Karena hakekatnya setiap pekerjaan itu akan terasa lebih ringan jika diselesaikan dengan bersama-sama. Di satu sisi mengurangi biaya pekerjaan, di sisi lain mengikat simpul masyarakat yang berbudaya. Masyarakat Indonesia yang sejak nenek moyang diciptakan saling membantu saudaranya. Meskipun harus mengorbankan waktunya sendiri, nyatanya setiap orang suatu saat pasti membutuhkan batuan orang lain.
Semoga saja, nafas budaya dari tanah negeri ini selalu ada dan tak terkikis oleh modernisasi dan komersialisasi di segala bidang. Sehingga bangunan bangsa yang berdiri kokoh saat ini tidak ambruk hanya karena hal-hal yang bersifat kepentingan individual dan materi semata.
Salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H