Mohon tunggu...
M. Ali Amiruddin
M. Ali Amiruddin Mohon Tunggu... Guru - Guru SLB Negeri Metro, Ingin berbagi cerita setiap hari, terus berkarya dan bekerja, karena itu adalah ibadah.

Warga negara biasa yang selalu belajar menjadi pembelajar. Guru Penggerak Angkatan 8 Kota Metro. Tergerak, Bergerak dan Menggerakkan.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Memahami Kenakalan Anak di Masjid, Proses Mendekatkan Diri pada Agama

6 Juni 2018   21:14 Diperbarui: 12 Juni 2018   02:52 2630
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber ilustrasi: pinsdaddy.com

Sudah hampir berakhir bulan Ramadhan yang mulia ini, ternyata menyisakan kepedihan dan kebahagiaan yang mendalam. Kepedihannya saya tidak sepenuhnya bisa melaksanakan shalat tarawih di masjid (mushola), karena anak-anak saya sempat membuat gaduh di mushola di mana kami menjalankan shalat sunnah itu secara berjamaah. Dan kulihat para jamaah seperti terganggu dan menunjukkan rasa tidak suka dengan kondisi gaduh tersebut.

Mulanya kami begitu antusias untuk melaksanakan shalat jamaah Isya dan tarawih di masjid, karena hanya di bulan ini ibadah-ibadah dilipatgandakan pahalanya. Apalagi tidak ada waktu lagi selain bulan Ramadhan untuk menjalankan shalat tarawih. Jadi selama beberapa hari ke depan, sepertinya kami harus kehilangan momen untuk berjamaah di mushola tersebut.

Tepat di hari keempat, ketika anak-anak saya ajak berjamaah, mereka justru berlari-lari dan mengganggu orang lain yang juga tengah shalat bersama kami. 

Terpaksa, demi menjaga kekhusyu'an jamaah, setelah itu, dalam kesendirian kami melaksanakan shalat ini di rumah.

Ada rasa sedih dan kecewa, karena tidak bisa membawa anak-anakku dalam riuhan kebahagiaan karena mendapati bulan yang penuh berkah, rahmat dan ampunan ini. Anak-anakku tidak seperti anak lain yang selalu saja ingin bersama ayahnya, kemana pun pergi selalu saja menguntit dari belakang. Bahkan sampai-sampai ingin berjamaah saja tidak bisa ditinggalkan.

Meskipun sebenarnya anak-anak gaduh bagi yang memahami kondisi anak, tentu tidak akan menghiraukan dan tetap khusyu' melaksanakan shalat. Tapi bagi yang tidak khusyu' dan tidak terbiasa dengan anak-anak, tentu keberadaan mereka akan sangat mengganggu. Saya pun khawatir jika nanti imam shalat, salah memimpin shalat karena lupa rakaatnya. Maklum suara berisik bisa membuat pikiran terganggu dan bisa saja shalatnya menjadi terganggu pula.

Demi menjaga perasaan para jamaah dan menghindari kekhusyuan shalat, maka dengan sangat terpaksa anak-anak kubiarkan di rumah saja. Dan saya mesti merelakan kehilangan moment berharga ini. Sedih bukan kepalang karena bulan suci harus pergi begitu saja, padahal belum tentu pula di tahun depan saya bisa menemuinya kembali.

Selain kesedihan yang menggelayut dalam dada, ternyata saya masih merasakan kebahagiaan karena anakku yang pertama dan kedua sudah tekun melaksanakan puasa. Untuk anak pertama selama ini berhasil sehari penuh karena memang sudah besar, dan yang kedua dan ketiga kami ajari untuk berpuasa meskipun setengah hari. Semua itu sekadar latihan sampai mereka mengenal hakekat berpuasa dan agar fisik mereka menjadi kuat ketika nanti tiba saatnya mereka benar-benar diwajibkan menjalankannya.

Sulitnya membuat anak betah di masjid
Mengajak anak-anak ke masjid adalah salah satu dakwah bil haal agar anak-anak bisa dekat dengan tempat ibadah umat Islam ini. Karena dengan cara inilah kecenderungan anak pada hal-hal yang berkaitan dengan agama sedikit demi sedikit bisa diperkenalkan. Seperti mengenalkan mereka dengan tempat ibadah, shalat berjamaah, imam, makmum, tata cara shalat, azan, iqamah dan tentu saja mempelajari bacaan Al Quran dan ilmu agama dari tausyiyah yang diperdengarkan atau disampaikan oleh ustadz atau kyai pemangku masjid.

Selain diperkenalkan dengan pernak-pernik yang berkaitan dengan Islam dan semua hal yang melingkupinya, tidak lain dan tidak bukan adalah memperkenalkan bahwa mereka mempunyai saudara seiman.

www.alqoyume.com
www.alqoyume.com
Yap, saudara muslim yang sama-sama beriman pada Tuhan dan Rasul yang sama. Maka dari itu, dengan merekatkan mereka dengan masjid, secara tidak langsung kita akan memupuk kecintaan anak-anak kepada tempat ibadah tersebut, kecintaan kepada Allah Swt, Rasulullah Saw, alunan ayat-ayat suci Al Qur'an, kecintaan pada shalat berjamaah, ilmu-ilmu Al Qur'an dan tentu kecintaan kepada saudaranya seagama.

Karena selain memiliki saudara kandung yang boleh jadi berjauhan tempat tinggal, tapi dalam satu jamaah,semuanya adalah saudara seiman. Di dalamnya bisa terajut cinta yang dalam karena sama-sama mengharapkan ridha Allah SWT dan sama-sama ingin mendapatkan syafaat dari Rasulullah SAW.

Sayang sekali, di antara umat Islam sendiri kurang memahami bahwa hakekatnya anak-anak membutuhkan sentuhan langsung dengan agamanya, salah satunya turut serta dalam kegiatan shalat berjamaah. 

Semua boleh jadi disebabkan karena rata-rata atau sebagian jamaah yang hadir di masjid kurang sepenuhnya memahami psikologi anak. Bahwa anak-anak belum begitu mengerti tata cara di dalam masjid, seperti bagaimana mereka menghormati masjid untuk tidak berlari-lari dan menghormati jamaah yang tengah shalat dengan tidak membuat kegaduhan.

Tapi itulah anak-anak, dalam kegaduhan yang ditimbulkan hakekatnya mereka sudah melebihi kedekatan dengan tempat ibadah tersebut. Semakin dekat dengan panggilan Allah untuk shalat dan mereka semakin mengerti bahwa mereka memiliki banyak saudara.

Karena ketidakpahaman ini, acapkali anak-anak enggan menjejakkan kaki di masjid atau mushola karena takut mendapatkan amarah dari jamaah lain. Kalau sekadar teguran perlahan sih tidak masalah, tapi kalau berujung pada bentakan dan pengusiran dari masjid tentu jiwa anak yang masih labil ini menjadi tergoncang.

Jangan pernah berharap mereka mencintai masjid jika orang tua dan para jamaah tidak membuka diri untuk menerima sikap kekanak-kanakan dari para bocah. Atau justru membiarkan mereka asyik nongkrong di pinggir-pinggir jalan, atau asyik di Timezone untuk bermain game dan jangan heran jika mereka lebih memilih menghabiskan waktunya bersama-sama anak-anak tongkrongan dan geng karena anak-anak ini lebih bisa diterima daripada bermain di dalam masjid yang justru dianggap membuat gaduh dan rusuh.

Biarkan saja anak-anak bermain di masjid karena dunianya adalah bermain, yang penting selalu ditegur dan diberikan bimbingan yang lembut bahwa bermain-main dan membuat gaduh adalah kekeliruan. Sembari memperkenalkan mereka akan agamanya tapi tidak memaksa mereka kehilangan saat-saat bahagianya dalam dunia penuh permainan ini.

Semoga di esok hari, anak-anakku bisa semakin baik dan tidak nakal atau membuat gaduh di masjid, seiring dengan perkembangan jiwa mereka yang semakin bertumbuh menjadi besar. Semakin memahami bahwa tempat ibadah itu suci dan semestinya dijaga kesuciannya dan ketenangannya agar jamaah lain bisa nyaman dalam beribadah.

Salam

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun