Mohon tunggu...
M. Ali Amiruddin
M. Ali Amiruddin Mohon Tunggu... Guru - Guru SLB Negeri Metro, Ingin berbagi cerita setiap hari, terus berkarya dan bekerja, karena itu adalah ibadah.

Warga negara biasa yang selalu belajar menjadi pembelajar. Guru Penggerak Angkatan 8 Kota Metro. Tergerak, Bergerak dan Menggerakkan.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Memahami Kenakalan Anak di Masjid, Proses Mendekatkan Diri pada Agama

6 Juni 2018   21:14 Diperbarui: 12 Juni 2018   02:52 2630
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber ilustrasi: pinsdaddy.com

Sayang sekali, di antara umat Islam sendiri kurang memahami bahwa hakekatnya anak-anak membutuhkan sentuhan langsung dengan agamanya, salah satunya turut serta dalam kegiatan shalat berjamaah. 

Semua boleh jadi disebabkan karena rata-rata atau sebagian jamaah yang hadir di masjid kurang sepenuhnya memahami psikologi anak. Bahwa anak-anak belum begitu mengerti tata cara di dalam masjid, seperti bagaimana mereka menghormati masjid untuk tidak berlari-lari dan menghormati jamaah yang tengah shalat dengan tidak membuat kegaduhan.

Tapi itulah anak-anak, dalam kegaduhan yang ditimbulkan hakekatnya mereka sudah melebihi kedekatan dengan tempat ibadah tersebut. Semakin dekat dengan panggilan Allah untuk shalat dan mereka semakin mengerti bahwa mereka memiliki banyak saudara.

Karena ketidakpahaman ini, acapkali anak-anak enggan menjejakkan kaki di masjid atau mushola karena takut mendapatkan amarah dari jamaah lain. Kalau sekadar teguran perlahan sih tidak masalah, tapi kalau berujung pada bentakan dan pengusiran dari masjid tentu jiwa anak yang masih labil ini menjadi tergoncang.

Jangan pernah berharap mereka mencintai masjid jika orang tua dan para jamaah tidak membuka diri untuk menerima sikap kekanak-kanakan dari para bocah. Atau justru membiarkan mereka asyik nongkrong di pinggir-pinggir jalan, atau asyik di Timezone untuk bermain game dan jangan heran jika mereka lebih memilih menghabiskan waktunya bersama-sama anak-anak tongkrongan dan geng karena anak-anak ini lebih bisa diterima daripada bermain di dalam masjid yang justru dianggap membuat gaduh dan rusuh.

Biarkan saja anak-anak bermain di masjid karena dunianya adalah bermain, yang penting selalu ditegur dan diberikan bimbingan yang lembut bahwa bermain-main dan membuat gaduh adalah kekeliruan. Sembari memperkenalkan mereka akan agamanya tapi tidak memaksa mereka kehilangan saat-saat bahagianya dalam dunia penuh permainan ini.

Semoga di esok hari, anak-anakku bisa semakin baik dan tidak nakal atau membuat gaduh di masjid, seiring dengan perkembangan jiwa mereka yang semakin bertumbuh menjadi besar. Semakin memahami bahwa tempat ibadah itu suci dan semestinya dijaga kesuciannya dan ketenangannya agar jamaah lain bisa nyaman dalam beribadah.

Salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun