Mohon tunggu...
M. Ali Amiruddin
M. Ali Amiruddin Mohon Tunggu... Guru - Guru SLB Negeri Metro, Ingin berbagi cerita setiap hari, terus berkarya dan bekerja, karena itu adalah ibadah.

Warga negara biasa yang selalu belajar menjadi pembelajar. Guru Penggerak Angkatan 8 Kota Metro. Tergerak, Bergerak dan Menggerakkan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Respons dalam Mendengar Tangis Anak, Catatan Seorang Ayah

5 Juni 2018   13:24 Diperbarui: 6 Juni 2018   04:23 723
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber:www.journeychurchne.com

Masih beruntung jika sang anak mengalami kemajuan mental yang lebih terbuka dan dewasa, karena banyak pula enerasi muda yang terjebak pada aksi cengeng, mudah mengeluh dan tidak mampu menyelesaikan persoalan dirinya

Padahal semakin mereka bertumbuh maka semakin banyak pula persoalan yang muncul, dan semua itu tidak akan terbentuk secara instan, namun mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang alamiah.

Jika anak menangis bukan karena sakit, biasanya karena ada permintaan yang belum dipenuhi, atau karena memendam rindu kepada sosok orang tua. Bahkan dalam beberapa penelitian menyebutkan bahwa keberadaan mental seseorang juga mempengaruhi kesehatan fisiknya. Begitu juga kondisi fisik tentu berpengaruh pada kondisi kejiwaannya. 

Memenuhi keinginan anak bisa dilakukan asal ada batas kewajaran, dan tentu saja harus dibatasi sesuai dengan batas yang bisa ditolerir dan disesuaikan kemampuan anak dan orang tuanya.

Seorang anak yang selalu saja menangis karena menyimpan duka di dalam hatinya akan bisa mempengaruhi pertumbuhan kepribadiannya, dampaknya bisa pula mempengaruhi rasa percaya dirinya. 

Memang sih tidak salah seorang anak menangis karena bisa mengobati luka dalam hatinya, namun luka itu tidak benar-benar sembuh tanpa dicarikan solusinya. Ketika mereka teringat lagi dengan apa yang ada dalam benaknya, maka mereka akan kembali menumpahkan air matanya, dan seterusnya.

Salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun