Mohon tunggu...
M. Ali Amiruddin
M. Ali Amiruddin Mohon Tunggu... Guru - Guru SLB Negeri Metro, Ingin berbagi cerita setiap hari, terus berkarya dan bekerja, karena itu adalah ibadah.

Warga negara biasa yang selalu belajar menjadi pembelajar. Guru Penggerak Angkatan 8 Kota Metro. Tergerak, Bergerak dan Menggerakkan.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Ketika Anakku Ingin Sekolah di Pesantren

17 Mei 2018   09:14 Diperbarui: 17 Mei 2018   11:03 479
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya pun pernah mengaji di pesantren meskipun ngaji ngalong dan kitab pun nggak lulus. Maka saya malu jika disebut santri karena ilmu pesantren saya tidak mengerti. Meskipun tidak lulus jadi santri beneran, tapi saya tetap berpendapat bahwa pesantren adalah lembaga pendidikan yang unggul karena memberikan keseimbangan antara pendidikan duniawi dan ukhrawi.

Giliran sekarang anak sendiri ingin menjadi santri. Seperti mimpi tapi nyata. Ini nyata atau mimpi? Entahlah. Saya hanya bersyukur dan membayangkan kelak anak-anakku benar-benar jadi santri dan tidak harus jadi kiyai. Karena jabatan kiyai atau bu yai itu berat. Bukan hanya ketokohannya dan kedalaman ilmunya yang dinilai, tapi keteladanan dalam bersikap amat dibutuhkan.

Membayangkan sulitnya menjadi santri

Boleh jadi bukan hanya saya yang merasa bangga ketika buah hatinya ingin menjadi santri. Entah apa motivasinya mengapa ia mau belajar di lembaga yang super ketat tersebut. Padahal selama ini kebiasaannya sering susah diatur dan kebanyakan protes kalau disuruh ngaji. Apakah karena sering melihat sinetron yang isinya para santri yang gak pernah ngaji malah bermain-main terus, atau dorongan dan ikut-ikutan bersama teman-temannya. Karena disadari maupun tidak, tontonan pun berpengaruh terhadap pilihan belajar anak, teman bergaul juga turut memberikan peran akan pilihan anak dalam menempuh pendidikannya.

Saya merasakan bagaimana menjadi santri harus bersiap-siap bangun malam untuk shalat malam, berjamah shalat lima waktu, mengaji Al Qur'an, Hadits dan kitab gundul, dan yang pasti harus siap-siap tirakat alias hidup sederhana dan makan seadanya.

Tapi mudah-mudahan dengan penggemblengan yang keras anak-anakku bisa menjadi manusia yang disiplin dan berbudi yang baik.

Saya tidak mau muluk-muluk, yang saya harapkan mereka menjadi anak-anak yang sholeh dan sholehah. Berguna bagi bangsa dan agama.

Menjadi santri adalah kebanggaan

Selaku mantan santri yang mogok lantaran tidak suka menghapal, saya selalu menganggap santri dalah anak-anak yang penuh kegigihan dalam mencari berkahnya ilmu. 

Bayangkan, setiap harinya mereka bergelut dengan kitab kuning, Al Qur'an, Hadits dan kitab-kitab lain hingga mereka lulus mengikuti ujian (imtihan) seperti kitab Alfiyah Ibnu Malik yang sulit untuk dihafal karena berisi ribuan nadhom. Yang saya sendiri tidak sanggup menghapalnya.

Belum lagi mereka harus belajar kitab-kitab lain yang berisi kajian bahasa Arab, budi pekerti (ahlak) dan lain-lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun