Mohon tunggu...
M. Ali Amiruddin
M. Ali Amiruddin Mohon Tunggu... Guru - Guru SLB Negeri Metro, Ingin berbagi cerita setiap hari, terus berkarya dan bekerja, karena itu adalah ibadah.

Warga negara biasa yang selalu belajar menjadi pembelajar. Guru Penggerak Angkatan 8 Kota Metro. Tergerak, Bergerak dan Menggerakkan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Fenomena Mencari Pasangan dan Risikonya

17 April 2018   13:10 Diperbarui: 17 April 2018   13:49 815
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar: www.kaskus.co.id

Banyak yang bisa membuat rayuan gombal dan mengatakan yang manis-manis, tiba-tiba berujung petaka. Ada yang terjadi kekerasan fisik hingga berujung kematian. Kisah ini banyak diberitakan di media nasional. Baru-baru ini seorang gadis asal Lebak Banten telah ditipu seorang pria ganteng yang dikenalnya lewat facebook.  Pria yang mengku sebagai Rian alias Sugeng  yang berasal dari Tulung Agung tersebut telah menipunya meskipun sudah berpacaran selama setahun. (tribunlampung.co.id)

Sosok yang difoto terlihat ganteng, eh ternyata jauh dari kenyataannya. Dan tentu saja jauh dari kesan sebagai pria yang mapan. Jauh dari penampilannya ketika merayu sang gadis desa tersebut. Masih beruntung jika si wanita tidak dilucuti harga dirinya, nah kalau sampai hal negatif itu terjadi tentu menjadi petaka.

Beruntungnya  belum sampai ke jenjang pernikahan, coba kalau sudah menikah ternyata tidak sesuai apa yang diharapkan tentu berujung kecewa.

Efek negatif pencarian pasangan melalui media sosial tentu tidak sepenuhnya terjadi. banyak pula yang benar-benar menikah dan menjadi keluarga yang bahagia melalui media sosial. 

Seberapa jauh dan lama dalam mencari pasangan, tidak ada manusia yang sempurna

Mencari pasangan itu gampang-gampang susah tergantung amal ibadahnya. Itu menurut banyak orang. Dan pasangan yang diidam-idamkan sepertinya tidak akan seperti yang diimpikan meskipun seluruh penjuru negeri ingin dicari. Di satu sisi mungkin punya kelebihan, di sisi lain ternyata ada kekurangan.

Apapun medianya dan di manapun tempatnya tentu berharap apa yang dicari sesuai dengan bibit, bobot dan bebet. Makanya banyak pula yang mempunyai standar tinggi hingga kadang terlambat menikah karena sosok yang diinginkan ternyata tidak diketemukan. Jika sudah menemukan di facebook dan sudah janji sehidup semati, eh tiba-tiba menghilang entah kemana rimbanya. Janji-janji yang muluk hanya madu dari seekor lebah  yang siap-siap menyengat jika sudah mendapatkan keinginannya.

Bahkan ada yang berprinsip kalau bukan seorang keturunan ningrat maka tidak akan menikah. Maka akibatnya tentu usia yang semakin menua justru masih terjebak pada angan-angan yang kadang terlalu sulit untuk dicapai. Boleh sih berangan-angan yang tinggi, tapi harus sesuai dengan realita. Tidak ada sosok yang sempurna karena kesempurnaan itu milik Tuhan.

Saya setuju dengan pendapat Om Mario Teguh, jika ingin mendapatkan yang terbaik mestilah berusaha memantaskan diri. Jika diri sendiri saja belum memantaskan diri untuk mendapatkan yang terbaik maka jangan berharap akan mendapatkan yang terbaik pula. Dan yang pasti, Tuhan adalah pemberi jodoh, berharap padaNya jodoh yang pantas dan terbaik adalah yang lebih utama.

Salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun