Suatu ketika saya bertanya kepada siswa-siswi terkait apa yang dikerjakan setelah lulus sekolah.  Kebetulan saya menangani siswa berkebutuhan khusus kelas xi  dengan kekhususan tunagrahita.
Para siswa yang notabene setahun lagi mesti melanjutkan kiprahnya di luar sekolah, bermasyarakat membangun kehidupan yang baik dengan lingkungannya, dan tak kalah penting mereka harus bisa mandiri tanpa merepotkan orang lain.Â
Pertanyaan saya "Apa yang kalian lakukan setamat sekolah nanti?". Â Saya tidak menanyakan akan bekerja sebagai apa. Tapi akan membuat usaha mandiri apa?
Pertanyaan tersebut pun ditanggapi dengan beragam reaksi, ada yang ingin bekerja di bengkel milik saudaranya, Â ada yang masih bingung mau berbuat apa, Â tapi ada jang berharap bisa membuat cucian sepeda motor (steam), meskipun ada juga yang bermimpi membuat usaha sendiri seperti membuat batako.Â
Dalam batin saya bersyukur ternyata selama ini mereka berusaha bersiap-siap bekerja di sektor informal dan berwirausaha. Â Tidak berpikir bagaimana menjadi pekerja di sektor formal, meskipun setiap siswa memiliki kesempatan yang sama.Â
Apalagi dalam Undang-undang RI Nomor 8 Tahun 2016 Pasal 1 Â ayat 2 yang berisi tentang kesamaan dan kesempatan yang memberikan peluang dan/atau menyediakan akses kepada Penyandang Disabilitas untuk menyalurkan potensi dalam segala aspek penyelenggaraan negara dan masyarakat.Â
Kemudian dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 2017 Bab IV Pasal 12 dengan jelas menyebutkan bahwa "Perusahaan negara dan swasta memberikan kesempatan dan perlakuan yang sama kepada penyandang cacat dengan mempekerjakan penyandang cacat di perusahaannya sesuai dengan jenis dan derajat kecacatan, pendidikan, dan kemampuannya, yang jumlahnya disesuaikan dengan jumlah karyawan dan/atau kua;ifikasi perusahaan."
Jadi mau tidak mau dasar hukum itu menjadi pijakan yang jelas bahwa anak-anak berkebutuhan khusus memiliki kesempatan dan hak yang sama dalam aspek kehidupan. Meskipun pada tataran prakteknya ternyata masih diketemukan adanya diskriminasi bagi anak-anak berkebutuhan khusus dalam sektor ketenagakerjaan.
![Batik karya siswa SLBN Metro (doc. pribadi)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2018/04/17/img-20160916-104731-5ad603535e137311b14b7d45.jpg?t=o&v=770)
Namun demikian, Â dengan ketidakminatan pada sektor formal hakekatnya justru memberi ruang lebih bagi siswa berkebutuhan khusus untuk bisa mengisi kehidupan dengan kewirausahaan dan tentu tetap siap bersaing dalam dunia kerja.Â
Tidak ada yang membatasi jika mereka mampu melakukannya, Â namun sungguh kurang elok jika kemampuan yang dimiliki justru terkubur oleh sistem pendidikan yang kurang tepat. Â Biarlah mereka menjadi tuan bagi usahanya sendiri daripada menjadi pekerja yang cenderung mendiskreditkan keberadaan mereka.Â
![Siswa yang tengah berlatih membatik (dok. pribadi)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2018/04/17/img20180417102353-5ad5ff5bdcad5b54b30efc32.jpg?t=o&v=770)
Setiap pendidik tentu memaklumi bahwa tugas guru tidak bisa dianggap mudah, meskipun hakekatnya mudah jika memahami cara melakukannya. Meskipun mudah, pemahaman akan perbedaan karakteristik siswa-siswinya amatlah diperlukan. Hal ini dimaksudkan agar para siswa benar-benar menentukan sendiri keterampilan yang dibutuhkan dan mereka cenderung untuk mempelajarinya.Â
Ada banyak potensi yang bisa diasah dan diolah agar potensi itu benar-benar dioptimalkan untuk kehidupan masa depan. Membekali diri dengan pendidikan yang nantinya memberikan makna yang dalam bagi kehidupan mereka.Â
![Salah satu wahana pertunjukan kreativitas siswa ABK (doc. pribadi)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2018/04/17/img-20160922-124421-5ad60150dcad5b42eb1f7d54.jpg?t=o&v=770)
Mendidik anak berkebutuhan khusus tidak semudah membuat adonan kue lantaran mereka memiliki kemampuan akal dan kecenderungan berbeda. Meskipun kelemahan siswa tidak menjadi tolak ukur pengembangan diri, Â karena fokus pembelajarannya adalah mengembangkan kreativitas, Â daya imajinasi dalam menyelesaikan setiap persoalan yang muncul untuk kemudian mereka mampu menggunakan kelebihan yang dimiliki dalam semua aspek kehidupan.
![Siswa yang sedang belajar membatik (dok.pribadi)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2018/04/17/img-20160916-104431-5ad60032dd0fa8021148bb82.jpg?t=o&v=770)
Memang sulit mendidik manusia menjadi sempurna, tapi tidak ada kesulitan yang tidak ada jalan keluarnya. Karena semua usaha manusia tentu memiliki peluang untuk menyelesaikannya meskipun dengan beragam cara.
Mudahnya atau sulitnya dalam mendidik  atau mengajar bisa berkaitan dengan guru sebagai sang pembelajar, seperti dalam konteks pembelajaran yang mengacu Kurikulum Nasional (K-13) saat ini semestinya seorang siswa benar-benar menjadi subyek pembelajaran. Subjek pembelajaran menjadi pondasi yang membentuk karakteristik pembelajaran tadi menjadi menarik dan bermakna (meaningfull learning).
Menurut Ausubel (Dahar, 1996 : 112) pembelajaran bermakna merupakan suatu proses mengaitkan informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang.
Setiap siswa diharapkan dapat menerima informasi yang baru dikaitkan dengan informasi yang telah dimilikinya yang kemudian dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Di antara pembelajaran yang bermakna adalah bagaimana seorang siswa mempelajari dengan pengetahuan yang sudah dipelajari sebelumnya dalam wujud pembelajaran vocational.
Ragam pembelajaran vokasional bagi siswa berkebutuhan khusus
Pada prinsipnya setiap anak memiliki hak untul mendapatkan pendidikan dan layanan yang sama. Â Meskipun pada poin tertentu ternyata membutuhkan bantuan khusus. Akan tetapi hakekatnya setiap anak bisa berkembang menurut kondisi masing-masing.Â
![SIswa yang membuat kemoceng (dok. pribadi)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2018/04/17/img20180417102008-5ad600f6caf7db2bb52351a5.jpg?t=o&v=770)
Semua itu adalah beberapa kegiatan pembelajaran vocasional yang tentu saja akan berdampak bagi kehidupan siswa. Di sekolah para siswa memilih program yang disukai, sekolah dan guru memfasilitasi dan memberikan dukungan agar kegiatan tersebut bisa berjalan sebagaimana mestinya.Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI