Suatu ketika saya membeli kartu perdana IM3 khusus internet, saya bilang "mbak beli kartu internet yang 50 ribu. Jawab sang pramuniaga " ya, pak. Nanti bayarnya di kasir. Tapi saya registrasi dulu. Jadi bapak tinggal make." si penjaga gerai ponsel itu saya amati mengetik sesuatu dan tidak meminta atau menanyakan apapun. Sekira 5 menit kartu itupun ia serahkan padaku.
Saya bergegas pulang dan aku masukkan kartu itu ke ponsel. Tanpa ragu aku nyalakan. Eh ternyata si operator mengirim pesan agar aku melakukan regiatrasi agar kartu bisa digunakan.
Saya bingung lantaran si penjual mengatakan kalau kartu itu sudah didaftarin. Jadi seperti pada kartu-kartu sebelumnya saya tinggal menggunakannya.
Karena kesuh, akhirnya saya pun mendaftarkan kembali si kartu. Tapi sayang sekali meskipun nama sudah plek sama KTP, ternyata pendaftaran berulangkali gagal. Sedikit emosi akhirnya nama yang saya masukkan adalah "wonggendeng" dengan nomor yang sesuai. Dan ternyata justru malah sukses.Â
Setelah itu saya mulai berpikir, eh ternyata pendaftaran kartu bisa dengan data bodong ya? Meskipun sebelum registrasi diminta memberikan data yang akurat.
Saat ini?
Saat ini, pemerintah melalui menkominfo mengeluarkan aturan kewajiban melakukan registrasi kartu ponsel. Pelaksanaannya dimulai tanggal 31 Oktober 2017.Â
Dengan adanya aturan baru itu tentu selaku masyarakat kebanyakan menjadi panik dan bingung, apakah pendaftaran itu benar, atau justru info hoax. Apalagi beberapa hari sebelumnya juga beredar informasi bahwa apabila tanggal 31 Oktober tidak segera registrasi, maka secara bertahap kartu itu akan diblokir.Â
Padahal, sebagai pengguna telekomunikasi seluler, sebuah nomor kartu amatlah penting. Tapi lagi-lagi masyarakat dibuat galau atas informasi yang beredar.Â
Termasuk ketika mengingat kejadian sebelumnya, kartu yang baru saya beli saya daftarkan dengan data pribadi yang palsu. Tentu kondisi ini amat membahayakan. Boleh jadi nama-nama kartu yang didaftarkan sudah ada yang menggunakannya.Â
Belum lagi jika kartu itu didaftarkan menggunakan NIK dan NKK yang pastinya amat berbahaya.
Apalagi banyak sekali terjadi modus NIK dan NKK ganda sewaktu pemilihan Walikota / Wakil Walikota. Akhirnya nama-nama yang hakekatnya memiliki identitas tersebut sempat membuat riweh. Belum lagi di internet sdh banyak beredar foto-foto KTP yang hasil scaning.
Ketika tanggung jawab data pengguna nomer bukan tanggung jawab pemerintah
Semua berkilah bahwa operator jaringan selular bertanggung jawab atas data pribadi. Sedangkan pemerintah sepenuhnya mempercayakan data penduduknya kepada sosok pengusaha telekomunikasi seluler. Dengan begitu, seolah-olah pemerintah tidak cawe-cawe jika data pribadi disalahgunakan.
Padahal kebocoran data pribadi adalah kejahatan yang berbahaya dan tidak boleh dianggap remeh. Seperti yang baru-baru ini telah disalahgunakan pihak yang tidak bertanggung jawab. Malaysia menjadi salah satu negara yang data penduduknya telah dijual. Tentu kondisi ini membuat keresahan tersendiri.
Pertanyannya, Apakah masyarakat sudah siap apabila suatu saat nanti registrasi benar2 telah dilakukan? Lalu apakah data-data yang difaftarkan sudah aman dan menjamin data tersebut tidak disalahgunakan?
Salam
Gambar : tribuntimur.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H