Mohon tunggu...
M. Ali Amiruddin
M. Ali Amiruddin Mohon Tunggu... Guru - Guru SLB Negeri Metro, Ingin berbagi cerita setiap hari, terus berkarya dan bekerja, karena itu adalah ibadah.

Warga negara biasa yang selalu belajar menjadi pembelajar. Guru Penggerak Angkatan 8 Kota Metro. Tergerak, Bergerak dan Menggerakkan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kalau Memukul Dibolehkan, Mungkin Siswaku Tetap Menjadi Pencuri

13 Agustus 2016   19:23 Diperbarui: 25 Agustus 2016   05:25 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi guru yg tengah mengajar siswa-siswinya (freedesignfiles.com)

Boleh saja kita mengatakan siswa atau guru dari anak kita bukanlah keluarga kita, tapi di sisi lain, tentu keluarga kita pun akan menghadapi hal-hal yang demikian. Suatu saat nanti, kita akan berhadapan dengan aneka manusia yang kita tidak tahu bagaimana karakternya. Kita berharap keluarga kita pun akan dipertemukan dengan orang-orang yang peduli dengan mereka. Memarahi tak perlu menyakiti, dan menghukum tanpa mem-bully.

Terlepas dari itu semua, benarkah siswa yang kita hadapi adalah siswa yang paling kurang baik karakternya, hingga seorang guru harus melakukan kekerasan? Bolehlah saya berikan gambaran salah satu siswa yang pernah saya hadapi. Saya adalah guru yang kurang berpengalaman dalam pendidikan anak-anak berkebutuhan khusus, jadi segalanya dimulai dari ketidak tahuan apa yang mesti saya lakukan. Saya selalu merasa tidak mengerti dan ingin selalu belajar memahami anak-anak disabilitas. 

Dengan semakin belajar, ternyata semakin sadar bahwa ternyata terlalu sedikit ilmu yang sudah dimiliki. Bahkan jika lautan ilmu itu terhampar laksana samudra, maka setetes air itulah pengetahuan yang saya dapatkan. Bahkan seper sejuta kemungkinan ketidak mampuan saya menangkap esensi ilmu pengetahuan. Tapi saya tetap harus menghadapi setiap siswa yang berasal dari aneka latar belakang keluarga. Ada yang bersasal dari golongan atas atau orang-orang kaya, menengah, dan ada pula dari kalangan yang kurang mampu. Semua mesti dihadapi dengan hati riang gembira. 

Dengan perbedaan latar belakang ternyata masih memiliki keunikan tersendiri. Ada yang lemah penghilatan dan fisik yang tidak sempurna, ada yang lemah intelegensi hingga harus diajarkan berkali-kali, dan adapula yang mengalami persoalan mental atau kepribadian. Mereka mempunyai perbedaan karakter yang semuanya harus kita pahami dengan seksama.

Pernah suatu ketika, saya dihadapkan dengan siswa dengan latar belakang keluarga yang broken home, dia tinggal dengan kakek dan neneknya, ibu bekerja tak kenal waktu lantaran suami pergi entah kemana. Jadi sang ibu harus mencukupi kebutuhan keluarganya yang juga sangat sederhana, hingga tidak sempat lagi mengurus anak-anaknya yang hakekatnya sama dengan anak lainnya membutuhkan perhatian, kasih sayang dan pendidikan yang layak. Maka jadilah siswa ini menjadi tidak terkendali. Kebiasaan minum-minuman keras meskipun usianya masih belasan tahun, dan mencuri adalah kebiasaan sehari-hari. Di sekolah, ia pernah pula kedapatan mencuri ponsel milik temannya. Jelaslah, bahwa siswa ini benar-benar membutuhkan perhatian.

Mendapati siswa yang saya sebutkan tadi apakah kita mesti emosi, marah dan meluapkan amarah kita dengan memukulnya? Atau mengeluarkan siswa ini lantaran guru sudah tidak mampu mendidiknya dengan baik? Tidak, ternyata melakukan kekerasan atau mengeluarkan anak ini dari sekolah bukanlah keputusan yang bijak. 

Karena boleh jadi di luar sana, tanpa pendidikan yang memadai, siswa ini justru menjadi anak yang semakin brutal. Mohon maaf boleh jadi suatu saat nanti ia berkenginan menjadi seorang pelaku kejahatan misalnya. Semua bisa saja terjadi lantaran mereka tidak menemukan kebahagiaan dan kedamaian di usia yang belia itu.

Namun bersyukur dengan kelembutan hati, kesabaran dan keikhlasan disertai dengan mengikutsertakan orang tua siswa sebagai pelaku pendidikan bagi anaknya, saat ini siswa ini menjadi semakin baik perangainya. Yang biasanya mencuri karena ingin membeli sesuatu tapi tidak memiliki uang, alhamdulillah saat ini sudah mau mandiri dengan bekerja yang halal. Dan kebiasaan minum-minuman keras serta merokok, saat inipun sudah tidak pernah dilakukannya.

Coba saja jika siswa ini kita pukul karena mencuri, kita usir dari sekolah karena guru tidak mampu lagi mendidiknya, dan kita serahkan kepada orang tua sedangkan orang tua biasanya hanya memukuli anak karena ketidak mengertian dalam mendidik anak-anaknya. Atau dimasukkan ke dalam penjara karena telah berbuat kriminal. Tentu lambat laun anak seperti ini menjadi sosok yang mengerikan. Dia lepas kontrol dan tidak lagi memiliki prinsip hidup dan kehidupan yang semestinya diperoleh dari dalam rumah dan sekolah selaku lembaga yang mendidiknya.

Boleh jadi tidak hanya satu anak, karena di tempat lain ada ribuan bahkan jutaan anak yang saat ini berprilaku menyimpang dengan pelanggaran hukum dan mengonsumsi miras dan narkoba. Apa yang akan terjadi sepuluh atau lima puluh tahun kemudian? Bagaimanakah negeri kita akan berdiri kokoh jika generasi mudanya kebanyakan teler. Dan apa jadinya jika mereka semua menjadi pelaku kejahatan. Wallahua'lam. Semoga pemerintah, lembaga pendidikan, guru-guru dan orang tua memahami fenomena pendidikan yang mengerikan ini. Dan semoga Tuhan YME melindungi kita semua. aamiin

Salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun