Wereng dewasa bersama telur-telur yang belum menetas masih berada di antara tumpukan jerami. Masih beruntung jika jerami langsung dibakar, karena bisa membunuh sebagian telur wereng yang masih tertinggal. Bahkan menurut petani yang menjadi korban, kemunculan wereng tadi memang sudah dimulai semenjak padi disemai. Sayang sekali meskipun terkait ketersediaan air mencukupi ternyata penyakit sangat berlimpah.
Bibit Padi yang Tidak Tahan Penyakit
Saya masih teringat di tahun 90-an, ada bibit padi hasil penelitian dari IPB, yaitu IR 64. Jenis padi ini termasuk tahan terhadap serangan penyakit. Tapi mengingat berbagai hama mengalami proses imunitas, maka di antara penyakit itu tidak mudah diberantas. Selain itu, karena bibit padi juga kebanyakan turunan yang dikembangbiakkan sendiri, maka ketahanan petani semakin menurun tidak seperti padi induknya.
Tantangan bagi Kementerian Pertanian mempersiapkan bibit yang lebih berkualitas, dengan standar tahan penyakit, proses pertumbuhan lebih cepat dan yang pasti mudah perawatannya.
Obat-obatan Tidak Manjur (Palsu)
Berdasarkan informasi diperoleh bahwa di antara obat-obatan yang digunakan oleh petani ternyata sedikit sekali yang memberikan efek nyata pada hama. Misalnya meskipun hari ini disemprot, esoknya lagi masih muncul serangan baru yang semakin meluas. Bahkan sampai berkali-kali sampai setiap hari disemprot, ternyata hama ini masih melenggang bebas menyerang.
Saya pun mengalami menjadi petani, dan tetangga juga kebanyakan petani, jadi acapkali menemukan jenis obat-obatan pertanian yang tidak layak pakai alias palsu. Dan sayang sekali obat-obatan palsu itu seringkali pula lepas kontrol dari pemerintah.
Kerugian masyarakat baru direspons oleh pemerintah setelah ada pengaduan mengenai jenis obat-obatan pertanian yang palsu. Padahal sebagai pelindung masyarakat, pemerintah semestinya lebih ketat mengawasi obat-obatan yang banyak beredar ternyata palsu. Tapi tidak menampik bahwa meskipun aksi pemalsuan obat-obatan ini berhasil diungkap, ternyata modus cara baru semakin banyak.Â
Mungkin pemerintah perlu mengadakan penelitian lebih lanjut terkait obat-obatan alami yang barangkali sudah banyak dikembangkan oleh petani lokal kita dengan bahan yang mudah didapatkan. Jadi dengan obat-obatan alami akan membantu petani menemukan cara baru memberantas penyakit dan mengurangi efek negatif dari obat-obatan kimiawi.
Penyemprotan yang Tidak Serempak dan Terlambat
Berdasarkan pengamatan penulis dan informasi dari petani, terlihat sekali bahwa cara melakukan penyemprotan hama wereng dilakukan dengan sendiri-sendiri atau tidak diatur jadwal penyemprotan secara bersama-sama. Terang saja dengan cara parsial ini, hama yang menyerang di satu kedok akan berpindah ke tempat lain di mana belum diadakan penyemprotan. Terlihat sekali di antara hamparan padi, hama ini menyebar begitu cepat ke lahan lain tanpa bisa dihentikan.
Selain tidak serempak diketahui bahwa kebanyakan para petani kecolongan, mereka baru mengenali serangan setelah kelihatan bukti tanaman padi mengering secara tiba-tiba sebelum masa panen.
Andaikan dilakukan secara serempak, serangan hama ini akan mudah ditanggulangi, tapi karena penyemprotannya terlambat, maka sudah dapat dipastikan serangan semakin parah.
Tidak Mampu Melakukan Penyemprotan
Karena begitu massifnya serangan wereng, di antara petani ada yang enggan lagi menyemprot lantaran sudah 80% padinya rusak. Maka sudah dapat dipastikan, dari wilayah yang kadung rusak itu maka akan menyebar ke daerah lain yang berdekatan. Awalnya satu hektar rusak oleh hama, kemudian menyebar ke lahan-lahan lainnya. Anehnya meskipun ada beberapa petani yang kesulitan membasmi hama wereng, ternyata kurang cepat direspon oleh pemerintah. Padahal dengan dibiarkannya serangan wereng menyebar, maka secara otomatis, kerusakan akan semakin meluas.