Mohon tunggu...
M. Ali Amiruddin
M. Ali Amiruddin Mohon Tunggu... Guru - Guru SLB Negeri Metro, Ingin berbagi cerita setiap hari, terus berkarya dan bekerja, karena itu adalah ibadah.

Warga negara biasa yang selalu belajar menjadi pembelajar. Guru Penggerak Angkatan 8 Kota Metro. Tergerak, Bergerak dan Menggerakkan.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kepada Anda yang Membenci Suara Azan

4 Agustus 2016   22:20 Diperbarui: 13 April 2018   10:22 1453
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kasus di Tanjung Balai, Medan, Sumatera Utara, hakekatnya kasus yang sudah banyak terjadi di negara ini. Tak hanya pembakaran tempat Ibadah bagi umat Budha dan Konghucu yang kebetulan dianut oleh sebagian besar warga China yang sudah lama bermukim di Indonesia. Karena kasus serupa juga terjadi di daerah lain. Ingat tidak dengan kasus yang terjadi di Ambon dan Papua, semua saling merusak atas nama kebencian.

Sebagian penganut agama yang terlibat pengerusakan, mengatakan bahwa umat yang dirusak mengganggu ketenangan. Padahal tahukah kita, ketenangan itu tidak berkaitan dengan suara-suara yang kita dengarkan, tapi hati kita itulah mengapa kehidupan kita menjadi tenang.

Dan sayang sekali, di mana sebuah penganut agama merasa paling mayoritas, di sanalah timbul perselisihan dan perpecahan. Entah siapa yang memulai, mengapa daerah-daerah yang awalnya tenang, tiba-tiba menjadi keruh dan dipenuhi fitnah dan adu domba. Penganut agama yang mayoritas, menganggap bahwa apa yang dilakukan minoritas selalu saja salah. Dan terang saja ada pihak-pihak yang sebenarnya ingin menyulut api demi meraih sesuatu yang kita tidak tahu. Mereka sengaja membuat kericuhan dan kerusuhan demi memperoleh keuntungan semata.

Tak hanya di Indonesia, di Perancis baru-baru ini puluhan masjid ditutup pemerintah setempat lantaran dianggap penyebab timbulnya terorisme. Padahal sejatinya semua teroris itu tidak mewakili agama manapun. Dan dalam sebuah lama media informasi mengatakan bahwa seorang pemimpin kristen mengatakan bahwa setiap agama memiliki teroris, jadi bukan hanya Islam saja yang berpotensi muncul kelompok radikal dan berujung pada aksi terorisme. Tapi faktanya, di mana negeri itu Islam minoritas, seakan-akan semua dibatasi dan mendirikan masjid saja harus meminta izin yang rumit.

Dan masih banyak lagi, sikap-sikap diskriminasi acapkali terjadi di negara-negara dengan arogansi mayoritas. Entah itu penganut Konghucu, Kristen, Katolik, Budha, maupun Hindu. Semua merasa memiliki kuasa untuk mengatur agama lain.

Padahal menurut pendapat minoritas, tidak ada yang berhak melarang penganut agama untuk menjalankan syariat agamanya. Dan tidak ada hak yang tidak seagama, memaksa-maksakan agamanya kepada orang lain.

Saya kira, anggapan dan pendapat ini tidak ada bedanya antara Anda dan saya sendiri. Saya sendiri tidak mewakili agama saya yang Islam. tapi berbicara secara pribadi.

Terlepas dari apa yang terjadi di Ambon, Tolikara dan Tanjung Balai, sebenarnya semua disebabkan pengaruh provokator atau otak aksi kekerasan itu bisa terjadi. Dan menurut informasi dari media, itu terjadi lantaran seorang penganut Budha yang kebetulan warga keturunan China, ternyata malah memaki-maki seorang imam yang tengah mengumandangkan Azan. Azan adalah panggilan untuk beribadah bagi umat Islam. Sama seperti seorang Konghucu atau Budha yang membunyikan kentongan agar umatnya bisa beribadah, Kristen atau Katolik yang membunyikan lonceng agar pengikutnya mau ke gereja dan juga umat agama lainnya. Semua mempunyai cara-cara tersendiri demi memanggil penganut agamanya menuju tempat untuk bersembahyang atau beribadah di tempat itu.

Dan azan adalah satu-satunya cara agar umat Islam bisa berjamaah di masjid. Dan bacaan azan itu sejak Rasulullah menyampaikan dakwannya sudah menjadi syariat yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Semua umat Islam memedomani ini.

Sayang sekali, tiba-tiba umat agama lain menjadi naik pitam, emosi dan meluapkan amarah dengan memarahi seorang imam yang juga kebetulan berazan. Padahal apa haknya melarang umat Islam melakukan azan? Toh kalau ada acara lain di agama lainnya suara-suara berisik tak kalah berisiknya. Bagaimana acara peringatan imlek dengan barongsainya yang memekakkan telinga. Dan tabuhan lain yang tak kalah berisiknya. Begitu uga ada organ tunggal dari acara hajatan yang juga tak kalah ramainya yang seringkali menggangu penduduk sekitar. Tapi mereka tidak memprotes, tapi sayangnya ketika azan dikumandangkan mengapa justru naik pitam dan tidak terima?

Apakah Anda yang melarang Azan juga tidak paham esensi kebebasan beragama? Saya yakin Anda pun paham dan sejak dahulu pun pemerintah di negeri ini tidak pernah melarang suara azan diperdengarkan di corong masjid. Tapi semenjak masyarakat China semakin banyak, ternyata justru mengusik ketenangan agama kami.

Saya mungkin cukup subyektif dengan penilaian ini, tapi untuk tindakan perusakan tetaplah tidak pantas dilakukan, seperti halnya emosi warga Papua dengan membakar masjid ketika takbiran dikumandangkan.

Jika kita semua ingin kehidupan yang damai, tak perlulah saling mengusik ketenangan dalam beribadah. Biarkan kami semua beribadah sebagaimana Anda bebas beribadah di negeri ini. Anda adalah tamu, meskipun Anda saat ini menjadi salah satu keluarga kami tapi hendaklah Anda menghargai tuan rumah yang ramah ini. Dan kami menerima Anda dengan lapang dada, maka sebaiknya kebaikan kami ini kalian balas dengan saling mengerti, bukan justru mencari masalah baru.

Selain itu bukankah semua orang ingin kehidupannya nyaman, semua ingin ibadahnya tidak dibatasi dengan dalih yang terkesan dibuat-buat. Sama seperti Anda pun menolak ketika suara kentongan itu tidak disuarakan, atau acara Imlek tanpa suara tetabuhan dan barongsai yang memekakkan telinga. Dan bersyukurlah sejak pemerintahan Gusdur, semua agama diberikan kebebasan termasuk diakuinya agama Konghucu sebagai salah satu agama di Indonesia.

Yang pasti, untuk mengurangi pembicaraan yang kurang perlu, maka saya batasi di sini, bahwa agar kehidupan kita tenang semestinya bukan dengan mengusik agama lain dalam beribadah, tapi cukuplah tenangkan pikiran dan hati masing-masing pemeluk agama agar tercipta kehidupan yang harmonis dan terjalin semangat toleransi, tepo seliro atau tenggang rasa antar sesama pemeluk agama maupun berbeda agama dalam bingkai NKRI.

#Salam damai

#Damai itu indah

Rujukan

20 Masjid dan Mushala di Perancis Ditutup

Ini Kronologi Pembakaran Vihara dan 4 Kelenteng di Tanjung Balai

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun