"Ya sudah, terserah Bapak sajalah, mau merokok atau enggak terserah!" Nada suara istrinya lumayan meninggi.
Dengan wajah masam, beringsut istrinya meninggalkan dirinya yang kini masih juga merokok. Kali ini rokok yang dihisapnya sudah yang ketiganya. Meski sesekali terbatuk-batu karena nafasnya yang sesak, tapi merokok adalah kebiasaannya sehari-hari.Â
Tidak hanya istri yang mengkritik habis-habisan, karena anak yang pertama saja sering jengkel sama Abinya. Pernah sekali waktu anaknya itu marah, karena asap yang keluar dari mulut Abinya justru terhisap, dan iapun terbatuk-batuk sampai semalam.
'Pak. Emang merokok itu rasanya apa sih, Pak? Anak sulungnya gantian menanyai bapaknya. Sedari tadi ia memperhatikan perdebatan orang tuanya itu. Dia tidak terlibat takut kena marah. Apalagi dia sedang asik membaca buku. Buku itu mengisahkan seorang perokok yang harus tewas karena serangan jantung. Meninggal setelah jantungnya berhenti mendadak.
"Kamu lagi, dah nggak usah nanya-nanya.! Anak kecil tahunya apa." Bapaknya malah melotot, sekejap itu pula anaknya terdiam tak berani lagi bertanya-tanya.
"Uhuk uhuk uhuk." Abi terbatuk-batuk. Batuknya semakin lama semakin keras, hingga beberapa saat batuknya tidak juga berhenti.
"Tuh... sudah dibilanginmbok ya berhenti merokok, eeh malah ngeyel." Lah itu batuk-batuk lagi.
Abi perlahan-lahan membuang puntung rokoknya ke asbak. Meski ia masih belum ikhlas membuangnya lantaran masih ada beberap hisap lagi rokok itu bisa ia nikmati. Tapi ada keanehan yang ia rasakan, tubuhnya tiba-tiba melemah, dadanya sakit sekali. jantungnya tiba-tiba serasa mau copot. Ia memegang dadanya yang semakin lama rasa sakitnya tidak tertahankan. Sesekali ia mengaduh karena kesakitan yang saat itu dideritanya.
"Nduk, panggil Emakmu! Perintah Abi kepada anaknya sedang ia masih memegang dadanya.
Anak yang ada di sebelahnya itu terlihat heran dengan apa yang terjadi dengan bapaknya. Ia menghampirinya.
"Ada apa, Pak? Kog megang-megang dada begitu? Dadanya sakit ya, Pak?"