Mohon tunggu...
M. Ali Amiruddin
M. Ali Amiruddin Mohon Tunggu... Guru - Guru SLB Negeri Metro, Ingin berbagi cerita setiap hari, terus berkarya dan bekerja, karena itu adalah ibadah.

Warga negara biasa yang selalu belajar menjadi pembelajar. Guru Penggerak Angkatan 8 Kota Metro. Tergerak, Bergerak dan Menggerakkan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Balada Sang Perokok

30 April 2016   05:56 Diperbarui: 30 April 2016   13:12 348
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Bapak, mbok ya berhenti merokoknya." Istrinya mengingatkannya. "Lihat tuh, pak Pardi dua hari lalu meninggal di rumah sakit, lantaran terkena penyakit jantung dan paru-paru. Padahal ia sudah berobat di rumah sakit berhari-hari, tapi penyakitnya itu tidak sembuh juga. Malah akhirnya harus meregang nyawa."

Istrinya semakin mengomel, lantaran si Abi justru semakin kencang menghisap batang rokok yang tinggal sepertiganya itu. Rokok bergabus yang ia dapatkan dari rewang di salah satu tetangganya.

Setiap hari istrinya selalu mengingatkan suaminya itu untuk tidak merokok. Ia menyadari bahwa merokok itu berbahaya bagi kesehatan. Penyakit jantung, struk, darah tinggi, kangker paru-paru, dan penyakit-penyakit lain saat ini sudah banyak menjangkiti para perokok aktif. Tak hanya perokok aktif, perokok pasifnya saja harus menjadi korban. Padahal mereka sudah tahu bahwa merokok itu amat berbahaya. Selain merugikan karena merusak tubuh, asap rokok itu juga merusak isi dompet.

"Tahu nggak, Pak, uang belanja kita selalu kurang? Jadi aku ngutang lagi di warung pak Somad." 

Tapi Abi merokoknya gak berhenti kayak cerobong asap saja. Istrinya mengeluh. Nampak sekali wajah istrinya ingin marah sejadi-jadinya, tapi apalah daya, dia hanya bergumam dalam hati: "Pak, andaikan saja Bapak bisa berhenti merokok, betapa bersyukurnya aku pada Allah, karena telah menyembuhkan kebiasaan Bapak." 

"Loh, jadi Ibu melarang Bapak merokok gara-gara uang belanja yang kurang, atau karena sakitnya meninggalnya Pak Pardi? Abi jadi heran dengan pernyataan istrinya. "Kalau melarang aku merokok gara-gara pak Pardi, ya aku terima, tapi kalau uang belanja, bukannya Kamu yang boros? Kemarin saja sudah tak kasih lima juta gak sampai sebulan sudah raib."

"Beli apa, sih?" Abi ganti mengejek. Ia mengejek sang istri lantaran uang belanja yang kemarin dikasih dari bagi hasil tanah warisan orang tuanya sudah ludes terpakai. Gak sepeserpun tersisa.

Ia terlihat heran dengan istrinya, kenapa hobinya itu dilarang. Padahal ia membeli rokok dari kerja sendiri, gak nyopet, nyolong, apalagi korupsi. Kenapa yang dibeli dari uang halal itu dilarang?

"Kalau belinya dari nyolong wajar di larang, lah ini dari uang halal kog ya dilarang?" Dalam batinnya Abi masih berpihak pada pikirannya sendiri. 

Ia beranggapan kalau merokok itu boleh-boleh saja. Asal dibeli dari uang halal ya kenapa dilarang. Lagian dalam Islam hukumnya hanya makruh. Meskipun para ustad bilang merokok itu haram. Tapi bagi Abi yang penting ia bisa menikmati asap rokok itu sepuasnya.

"Oalah, Bapak. Ibu itu cuman mengingatkan, kalau merokok itu berbahaya, kog malah ngeyel!."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun