Mohon tunggu...
M. Ali Amiruddin
M. Ali Amiruddin Mohon Tunggu... Guru - Guru SLB Negeri Metro, Ingin berbagi cerita setiap hari, terus berkarya dan bekerja, karena itu adalah ibadah.

Warga negara biasa yang selalu belajar menjadi pembelajar. Guru Penggerak Angkatan 8 Kota Metro. Tergerak, Bergerak dan Menggerakkan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Betapa Menakutkannya Narkoba, Pesan Bagi Generasi Muda

18 April 2016   00:27 Diperbarui: 18 April 2016   14:46 892
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Kita wujudkan Indonesia bebas narkoba (kompasiana.com)"][/caption]

Dalam batinku, Ya Allah, betapa kejam nian para pengedar narkoba, mereka membunuh anak-anak negeri ini demi meraih uang semata. Mereka korbankan masa depan generasi muda demi syahwat dan keserakahan dunia.

 

Perasaan yang pertama muncul dalam benakku tatkala ditunjuk menjadi satgas anti narkoba adalah aku (kami) adalah bagian terkecil dari negeri ini dalam memerangi penyalahgunaan narkoba. Perasaan marah, kecewa dan emosi tingkat tinggi pun bermunculan setelah Jumat malam (15/4) polisi dan instruktur menjelaskan tentang apa itu narkoba, cara-cara peredarannya, dampak akibat mengkonsumsinya, siapa-siapa sasaran kejahatan ini dan apa solusi pencegahannya serta pasal-pasal hukuman terhadap pembuat, pengedar, dan perantara beredarnya narkoba. 

Perasaan yang ngeri lagi muncul pada saat yang sama ketika kami mendapatkan bimbingan tentang satgas narkoba dan diberikan tayangan video terkait peredaran narkoba di Indonesia.

Ada rasa khawatir juga ketika melihat tayangan video yang mengisahkan tentang perjalanan peredaran narkoba tersebut, generasi muda yang awalnya adem ayem, tenang, ceria dan penuh cinta, lama kelamaan secara perlahan berubah menjadi sosok-sosok yang kehilangan kesadaran, apatis, emosional, penuh kebencian, rusaknya syaraf otak dan berujung maut dengan cara yang mengerikan. Sosok-sosok yang penuh energi berubah menjadi sosok ala zombi dan mayat-mayat hidup lantaran rusaknya fisik karena pengaruh racun dalam narkoba itu.

Bagaimana anak-anak yang semula bisa bermain amat bebasnya, tiba-tiba mereka berubah menjadi generasi yang setengah gila, kehilangan potensi diri terhanyut dalam rayuan penipu para pengedar, berubah menjadi sosok yang kejam dan tak punya rasa malu serta rasa takut, hingga mereka menjadi sakau lantaran terlambat memperoleh narkoba yang mereka inginkan.

Benar-benar sebuah kejahatan yang sadis, sistematis dan massif. Mereka melakukannya dengan amat matang, terencana dengan amat rapinya dan dikendalikan dengan amat canggihnya menyebarkan racun itu kepada generasi muda tanpa memandang status sosial, ekonomi, agama, budaya dan jenis kelaminnya. Semua berusaha akan membasmi generasi muda hingga keakar-akarnya, seolah-olah generasi muda itu adalah sasaran yang paling empuk demi memperoleh kekayaan. Entahlah ada skenario apa di balik ini semua. Mengapa dunia dibuat tidak berdaya membasmi tindak kejahatan ini? Apakah ini amaran dari seorang tokoh bermental dajjal yang sadis, ataukah ini bagian dari usaha perang yang dilakukan dengan cara dingin.

Namun, sayangnya, saat ini hampir semua negara, rakyatnya telah menjadi korban. Di Indonesia, tak hanya ribuan yang telah tewas, karena jutaan orang kehilangan nyawanya tanpa ampun. Karena menurut BNN, korban narkoba di 2015 ini sebanyak 5,8 juta jiwa.

Sebuah eksekusi mati, aksi bunuh diri atau pembunuhan berencana bagi generasi muda yang sudah kadung terjerat barang haram itu. Seakan-akan semua terjadi tanpa bisa dihentikan. Meskipun setiap hari ada puluhan orang meninggal. Bahkan menurut Presiden Jokowi setiap hari ada 50 orang meninggal dunia gara-gara menggunakan narkoba. Kematian yang sejatinya tidaklah wajar. Mereka yang sudah terjerat, cukup sekali mengkonsumsi dan selebihnya mereka akan menjadi budak selamanya. Mereka akan melakukan segala mancam cara demi mendapatkan barang haram itu. Dan para pengedar, setiap harinya berusaha mencari korban baru. Dengan satu korban, akan mengedarkan kembali narkoba itu kepada beberapa orang lain dan seterusnya tanpa bisa dihentikan.

[caption caption="Indonesia adalah negara dengan penyalahgunaan narkoba yang cukup tinggi, semua bukan karena kelalaian negara, tapi semata-mata karena ulah licin pengedar yang hanya ingin meraih keuntungan semata. Sudah banyak yang diekskusi mati, tapi faktanya peredaran narkoba semakin meningkat setiap tahunnya. Dampaknya penyalahgunaan narkoba juga akan siap-siap menjemput ajal jika tidak lekas-lekas diantisipasi. Gambar : news.liputan6.com"]

[/caption]

Pemerintah dibuat kalut, rakyat dibuat merinding, tapi di antara aparat pemerintahan, anggota legislatif, polisi, pengacara, guru, wiraswasta, petani, nelayan dan siswa sudah banyak yang menjadi penggunanya. Mereka menggunakannya tanpa menyadari bagaimana dampaknya. Ketika racun sudah menyatu dalam darahnya, maka jangan berharap pengaruh racun itu bisa dihilangkan, melainkan dengan tindakan medis dengan mendetoksin dan mengeluarkan sisa-sisa zat adiktif itu dari dalam tubuh. Tanpa melalui proses itu, jangan pernah berharap bisa lari darinya. Karena racun itu akan memaksa korbannya untuk mengonsumsinya tanpa memikirkan dampak yang terjadi.

Sepertinya, dengan serangan narkoba ini,  tidak perlu lagi adanya perang senjata dengan membunuh jutaan prajurit dan masyarakat sipil. Karena dengan menyebarkan narkoba ke suatu negara, maka lambat laun negara itu akan hancur berkeping-keping. Mereka akan saling membunuh demi bisa mendapatkan narkoba, anak-anak membunuh temannya, kakaknya, dan orang tuanya sekalipun demi memuaskan rasa haus akan narkoba. Narkoba seperti api yang membakar hutan, semakin lama merembet ke segala arah, jika tidak dihentikan maka hutan itupun akan binasa. Sama seperti para korbannya, jika tidak dilakukan pencegahan dan perlawanan, bukan tidak mungkin generasi muda dan tua akan binasa.

Seandainya dengan jutaan pengguna itu hendak direhabilitasi, betapa negara akan menanggung biaya hingga bermilyar-milyar rupiah demi menyembuhkan para pecandunya. Sedangkan para pengedar, bisa duduk sila dan tertawa kegirangan lantaran pundi-pundi uang bisa mereka raih. Rasa empati mungkin sudah hilang dari hati mereka, dan yang timbul adalah kesadisan, dan sepatutnya perbuatan mereka itu juga dibalas dengan hukuman yang seberat-beratnya. 

Jangan pernah ada remisi bagi para pengedar, cukup hukuman mati yang siap-siap mengantarkan perjalanan hidup mereka sebagai hukuan karena telah merusak generasi muda.

 

Ketika ketidakpedulian kita sebagai sumber kematian massal gara-gara narkoba

Betapa kita sadari atau tidak, sikap individualistis kita hakekatnya menjadi sumber awal mudahnya narkoba masuk ke negeri kita. Bahkan tak hanya disebabkan karena tidak peduli, lantaran kita justru menjadi bagian propaganda disalahgunakannya obat berbahaya itu. Tidak jarang kita temui, seorang publik figur justru menjadi pembuat, pengedar dan pengguna sekaligus. Bahkan yang membuat tidak habis pikir, para penegak hukum seperti polisi, jaksa, hakim pun turut mencicipi uang harap dari narkoba. Mereka menjadi pengedar sekaligus penggunanya.

Maka tidak sulit kita melihat tayangan di media televisi, seorang polisi, jaksa, hakim dan orang-orang dengan jabatan tertentu di pemerintahan, ternyata ditangkap karena menjadi pengedar atau penggunanya.

Kita terbiasa cuek dan membiarkan korban-korban baru berjatuhan. Semua itu karena kita beranggapan bahwa "biarkan saja mereka mati, toh bukan kita yang mengalami." Padahal boleh jadi tidak hari ini, karena esok lusa mungkin keluarga, atau justru diri kita sendiri ternyata menjadi korbannya juga.

Dengan menyatakan bahwa biarkan mereka mati karena kita bukan yang mengalami adalah salah satu aspek yang memicu semakin merebaknya penyalahgunaan narkoba di sekitar. Bahkan seorang terpidana narkoba saja, masih ada yang mendapatkan remisi. Dan lebih aneh lagi, di dalam sebuah lapas, ternyata ditemukan pabrik pembuatan narkoba beserta barang bukti di dalamnya.

Kita selalu saja abai atas beberapa tindakan yang mencurigakan terkait peredaran narkoba. Atau kita memang sudah memasuki wilayah yang ingin mendapatkan keuntungan dari beredarnya barang haram itu.

Padahal, kejahatan pengedar narkoba ini sudah tidak bisa diabaikan lagi. Begitu mudahnya mereka bisa menjadi pengedar narkoba di dalam penjara, menjadi pengguna di ruang-ruang perkantoran, dan anehnya lagi kita terlalu naif dan menganggap penyalahgunaan narkoba adalah kejahatan biasa. Alih-alih merasa seperti pahlawan karena menentang narkoba, karena kita justru menentang eksekusi mati para gembong narkoba.

Kita munafik, merasa sebagai sosok yang paling berkemanusiaan sendiri, meskipun sikap kita itu justru menunjukkan bahwa kita adalah satu bagian dari penyebab dari terbunuhnya generasi muda saat ini. Kita sudah memberikan stempel pada diri kita sebagai pendukung kejahatan. Maka amat wajarlah jika setiap hari ada 50 orang yang terenggut jiwanya akibat obat-obatan yang berbahaya ini.

Dan turut memprihatinkan lagi, narkoba yang biasanya disalahgunakan oleh para selebritis, kini sudah menjalar ke perkampungan dan perdesaan dan menyerang anak-anak tidak berdosa. Warga miskin di daerah pelosok saja bisa mendapatkan barang haram ini dengan amat mudahnya, apalagi di perkotaan.

Mari bergandengan tangan mencegah peredaran narkoba

Jika melihat jatuhnya jutaan korban jiwa akibat narkoba adalah kepedihan, maka sejatinya kita masih memiliki empati yang dalam bagi mereka para korbannya.

Untuk menunjukkan rasa empati kita, tak mesti atau harus harus menjadi anggota BNN misalnya, atau aparat kepolisian sekalipun, akan tetapi dengan melibatkan diri secara aktif dalam pencegahan peredaran narkoba dimulai dari keluarga sebagai lingkungan terkecil amatlahh dibutuhkan. Menjadikan keluarga sebagai tempat menumpahkan segala rasa dan persoalan di dalamnya akan menjadi awal tercegahnya penggunaan narkoba di dalam masyarakat.

Jika rumah sendiri sudah terhindar dari narkoba, maka dengan rasa kepedulian ada beberapa kiat supaya kita bisa menjadi pelopor pencegahan penyalahgunaan narkoba ini, dengan cara:

1. Menyebarkan pesan-pesan kebaikan untuk tidak menggunakan, memproduksi dan menyebarkan narkoba. Karena sanksinya teramat berat hingga hukuman mati. Yaitu dengan memberikan penyuluhan baik di sekolah bagi para gurunya, di lingkungan masyarakat bagi tokoh masyarkat, para ulama, pendeta, pastur dan tokoh agama terhadap apra jamaah atau pengikutnya, dan bagi aparatur negara lainnya bagi pemimpin institusi tentang bahaya narkoba dan dampaknya bagi nyawa penggunanya. 

2. Memberikan informasi kepada aparat penegak hukum terkait aktifitas peredaran narkoba agar semua pelaku penyebaran dapat ditangkap dan diadili dengan seadil-adilnya.

3. Melakukan koordinasi dengan aparat desa / keluarahan ke atas dengan aparat kepolisian terkait rencana kerja penyebaran misi menolak narkoba. 

4. Menjadi teladan atau contoh untuk tidak menggunakan narkoba, karena dengan menjadi teladan, maka generasi selanjutnya akan mendapatkan teladan yang baik dari para pendahulunya.

5. Menyebarkan informasi melalui media sosial dan cetak tentang bahaya narkoba dan sanksi bagi pengedarnya.

6. Dengan sukarela memberikan sumbangan dana demi membantu pemerintah dalam melakukan rehabilitasi terhadap para pengguna narkoba.

7. Menciptakan iklim yang positif dalam keluarga, agar penyalahgunaan tidak terjadi.

8. Mengembalikan persoalan kita kepada Tuhan dan menjauhi pihak-pihak yang ingin menjerumuskan kita dalam kehancuran meskipun rayuan manis selalu ditebarkan.

Salam

Metro, Lampung, 17 April 2016

 

Sumber : 1, 2, 3

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun