Para pendidik akan mengalami aneka hambatan jika media dan biaya yang dibutuhkan belum mencukupi. Dan ini akan berimbas pula pada kegiatan pembelajaran di sekolah yang semuanya berkaitan dengan keuangan. Belum lagi jika dihadapkan pada kondisi sekolah iklusi, ternyata tenaga pendidiknya pun masih jauh dari yang diharapkan. Lantaran keberadaan sekolah inklusi tersebut pun masih sebuah rintisan yang membutuhkan proses yang panjang agar benar-benar bisa menjadi sekolah inklusi yang layak.
Keberadaan lulusan yang belum sepenuhnya diterima pasar
Semua orang berhak dan wajib memperoleh penghidupan yang layak. Sama juga yang diinginkan oleh anak-anak penyandang disabilitas. Mereka bersekolah pun sejatinya menginginkan kehidupan yang lebih baik. Paling tidak dengan mereka mendapatkan pendidikan yang layak, maka pekerjaan yang layak pun akan mereka dapatkan. Semua akan seiring sejalan dengan konsepsi keberadaan kaum difable ini perlu menjadi masyarakat yg mandiri. Mereka membutuhkan perhatian, namun lebih dari itu juga membutuhkan kesempatan untuk bisa berdikari dan mandiri seperti masyarakat lainnya.
Harapan kemandirian bukan semata-mata sekedar konsep semata, akan tetapi pembuktian pemerintah dan publik dalam menerima keberadaan mereka pada sektor-sektor formal maupun informal agar mereka bisa berdaya guna. Bagaimana pemerintah dan swasta harus menyediakan paling tidak 1 - 3% ketersediaan lapangan pekerjaan bagi penyandang disabilitas itu. Bersyukur belum lama ini DPR mengesahkan undang-undang bagi penyandang disabilitas, sebagai manifestasi perhatian mereka pada kaum difable.Â
Mudah-mudahan dengan Rapat koordinasi pengelolaan PKLK, dan undang-undang yang sudah disyahkan itu menjadi lampu hijau bahwa pemerintah benar-benar konsisten membela kaum difable agar mereka mendapatkan hak-haknya secara utuh tanpa diskriminasi.
Metro, Lampung, 23/3/2016
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H