[caption caption="Saya dan bang Mukti Ali, kopdaran di sela-sela pelatihan"][/caption]
Bertemu dengan sosok yang digandrungi adalah sebuah kebanggaan, selayaknya para fans yang bertemu dengan sang idola ala selebritis atau artis menjadi saat-saat yang menyenangkan. Bagaimana tidak, para fans tersebut cenderung memiliki asa cukup tinggi agar pertemuan itu bisa terlaksana. Ada berbagai cara dilakukan, mulai berkunjung ke ibukota dengan tiket undangan dari stasiun televisi misalnya, adapula yang dengan cara nekad meskipun dengan menggelontorkan sejumlah uang dan waktu yang tak sedikit, para pemuja idola itu berusaha semampunya agar mimpi bertemu sang idola bisa tercapai.
Meskipun ada cara-cara gila yang dilakukan agar pertemuan dengan idola bisa dilakukan, ternyata ada saatnya kita bisa melakukan pertemuan lantaran sebab yang tak pernah kita duga. Seperti saya kala itu, ketika saya tak menduga bisa bertemu dengan kompasianer bang Mukti Ali. Salah satu penulis kompasiana yang tulisannya enak untuk dibaca.Â
Bagaimana pertemuan itu bermula? Begini ceritanya. Awalnya bang Mukti Ali saya kira masih bekerja di luar negeri, karena saya melihat-lihat status facebook beliau memang tengah berpose di salah satu daerah penghasil minyak dan negeri kaya itu. Dubai menjadi tempat bermukim kompasianer ini selama beberapa tahun. Di tempat inilah beliau mencari rezeki yang ternyata pekerjaannya ini pula yang memberikan kesempatan kepada kompasianer asal Palembang ini hingga melanglang buana di Kompasiana. Melanglang buana dalam bercengkrama di dunia maya lewat media sosial terbesar di Indonesia ini.
Bahkan saya kira hingga beberapa saat kami saling berkomentar, tak menyangka bahwa ternyata bang Mukti Ali adalah sosok yang pekerja keras, maka amat wajar jika penghidupannya lebih baik. Seperti gayung bersambut, semakin lama saya berkenalan lewat media sosial facebook, ternyata menjadi jalanku untuk mengenal beliau semakin dekat.Â
[caption caption="Bang Mukti Ali bersama Istri"]
Nah, tepat di hari Senin, 9 Desember 2015, kompasianer ini mengontakku lewat facebook bahwa beliau ingin bertemu dengan saya. Mumpung ada keperluan juga dengan sahabatnya di hotel di mana saya menginap kala itu. Kami pun berjanjian bertemu dan saya memberikan kontak telpon agar kami bisa saling berkomunikasi. Nah tepat di hari Rabu (siang) ketika istirahat siang, kompasianer ini ternyata benar-benar telah berada di hotel. Tak menyangka, orang beken di kompasiana itu rela meluangkan waktunya bertemu kompasianer ndeso ini. Kebetulan beliau bersama sang istri yang saya kenal juga melalui facebook.
Sebagai penulis ndeso, saya begitu kagum ternyata kompasianer beken ini mau bertemu dengan orang desa ini. Padahal selama ini dugaan saya bahwa semua kompasianer senior dan beken akan menjaga jarak dengan penulis yunior apalagi kategori katrok dan ndeso seperti saya.Â
Pertemuan itu berlanjut, dan akhiranya sayapun ditraktir makan siang di warteg, alhamdulillah, saya bisa ngobrol dengan kompasianer ini. Gak nyangka ya, ternyata penampilan beken itu ternyata orangnya sederhana banget. Meskipun saya sudah ditanggung makan siang panitia, saya tetap menyempatkan diri bersama beliau demi bisa mengobrol panjang.
Tapi sayang sekali, waktu pulalah yang memisahkan kami, baru sekejab bertemu, ee ternyata kami harus berpisah. Sedih sih dan rasanya saya ingin lebih lama bersama beliau. Tapi apalah daya waktu yang membatasi pertemuan itu lantaran saya harus mengikuti pelatihan kembali sedangkan bang Mukti Ali harus comeback ke Jakarta demi sebuah kepentingan.
Sebenarnya sewaktu bertemu dengan saya, bang Mukti Ali hendak bertemu dengan sahabatnya di Hotel tersebut, tapi lantaran kesibukan sang kawan, mereka berdua tidak dapat bertemu. Dan menurut cerita bahwa beliau hendak melangsungkan resepsi pernikahannya yang di Jakarta. Tapi saya tahu, jarak yang terlampau jauh jika saya harus datang ke pesta pernikahan tersebut.Â
Yang penting, doa dan harapan saya semoga acara yang diselenggarakan berjalan aman dan sukses. Semoga pernikahan beliau selalu diridhoi Allah SWT dan menjadi keluarga Samara dan penuh rahmat dengan keturunan yang mengagumkan.
Di Bandung Bertemu Kompasianer, di Makassar tidak
Sebenarnya setiap orang ingin bisa bertatap muka atau bermuajahah dengan orang yang dikenalnya. Lantaran apalah artinya kalau hanya dunia maya, kadang fajah dan tutur sapanya tidak sama dengan aslinya. Meskipun ada pula yang dari profil dan cara berturut sapa sama ketika bertemu di dunia nyata. Semua tergantung pada pribadi masing-masing.
Begitu pula ketika saya berada di Makassar, saya berharap bisa bertemu dengan sahabat Kompasianer lain, yang menurut Pak Tubagus Encep, Pak Muhammad Armand berasal dari daerah ini. Dan saya menulis status mudah-mudahan teman-teman facebook bisa saya temui di sana. Bolehlah saya yang datang, atau beliau yang mendatangi saya.Â
Tapi lagi-lagi mungkin domisili kompasianer tersebut jauh dari hotel yang saya tempati, serta kesibukan yang tidak bisa ditinggalkan, maka saya memakluminya. Padahal saat berada di sana itulah moment penting ketika saya bisa bertemu dengan sosok yang saya kagumi itu. Lagi-lagi situasi dan kondisi yang tidak memungkinkan. Tak hanya Pak Muhammad Armand, karena boleh jadi ada berjibun kompasianer lain yang belum saya kenali lantaran di antara mereka menggunakan akun samaran.
Meskipun demikian, saya tetap salut dengan Pak Muhammad Armand sebagai kompasianer idola saya, tapi saya kecewa lantaran saya tidak bisa bertemu dengan sang idola.
Terimakasih bang Mukti Ali, gak nyangka loh kompasianer beken ini mau bertemu dengan saya wong ndeso ini. Beruntung saya bisa kopdaran dengan beliau dan lebih mengenalnya sebagai sahabat yang baik di antara kompasianer-kompasianer idola. Mohon maaf jika tulisan ini kurang berkenan bagi semua.
Salam dari Lampung
Baca juga tulisan ane yang laen ya bro :)
http://www.kompasiana.com/maliamiruddin/ke-mana-nasib-para-guru-pasca-ukg_564e925bf67a610d05320d11
Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H