Mohon tunggu...
M. Ali Amiruddin
M. Ali Amiruddin Mohon Tunggu... Guru - Guru SLB Negeri Metro, Ingin berbagi cerita setiap hari, terus berkarya dan bekerja, karena itu adalah ibadah.

Warga negara biasa yang selalu belajar menjadi pembelajar. Guru Penggerak Angkatan 8 Kota Metro. Tergerak, Bergerak dan Menggerakkan.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Ingin Menjadi Orang Jujur Malah Hancur, Benarkah?

3 November 2015   15:02 Diperbarui: 5 November 2015   00:26 1887
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pernyatan ini pernah saya utarakan dalam sebuah diskusi terbuka di Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Metro beberapa waktu lalu. Kala itu berbarengan dengan sosialisasi Anti NPWP (Nomor Piro Wani Piro). Di mana KPU bersama elemen masyarakat mendiskusikan hal-hal yang berkaitan dengan pilkada yang sebentar lagi dihelat. Dan pada kesempatan itu muncul pula diskusi tentang sejauhmana penegakan hukum oleh aparat jika ada warga yang melaporkan tindakan money politik dari masing-masing calon kepala daerah.

Semua sepertinya memiliki keyakinan yang tinggi bahwa suatu saat money politik bisa dihapuskan, dengan penyadaran kepada masyarakat bahwa hakekatnya money politik adalah racun yang memberangus idealisme politik itu sendiri. Politik yang manusiawi menjadi ternodai lantaran ulah oknum calon kepala daerah yang sengaja menebar jaring untuk meraih suara dengan cara-cara yang tidak dibenarkan. Money politic menjadi mesin penghancur yang suatu saat akan menghancurkan peradaban manusia.

Seperti dalam diskusi tersebut, terlontar pula, apakah Panwas, Bawaslu, Aparat kepolisian serta penegak hukum lain bisa mengadili tindakan kecurangan dalam Pilkada tersebut? Jawabannya pun masih terlihat abu-abu. Kenapa? Lantaran jika benar-benar money politic bisa dicegah dengan dukungan masyarakat, toh sampai sejauh ini masyarakat justru "seperti" menikmati uang tersebut.

Dan yang lebih menakutkan lagi, jika seandainya ada pihak yang ingin melaporkan pelaku money politic itu, maka dampaknya bukan ditegakkannya hukum, justru pelapor menjadi terlapor atas tuduhan fitnah dan pencemaran nama baik seperti yang terjadi pada aktivis di atas. Tak pelak, karena ketakutan melingkupi para pelapor, maka dampaknya masyarakat pun menjadi cuek, gak peduli atau abai atas permainan politik yang tidak etis ini.

Apalagi sampai sejauh ini, ketika sudah ditemukan saksi pelapor, bukti sejumlah uang, ternyata masih saja bisa mengelak dengan dalih yang dibuat-buat dan semakin mengikiskan fakta kecurangan tersebut. Selain sulitnya menjadi pelapor, ternyata apabila ada seseorang yang menerima uang tersebut ketika dimintai keterangan pun akhiranya tidak mengakui bahwa mereka mendapatkan uang.

Semua menjadi sumir dan mentah. Seperti lingkaran setan, di mana satu diusut, ternyata pihak lain yang semestinya mendukung upaya penegakan hukum menjadi takut dan terjebak pada situasi tak menentu. Bahkan tak hanya takut dianggap fitnah, karena kebanyakan dari masyarakat awam, khawatir mendapatkan intimidasi dari pihak-pihak yang merasa dirugikan atas keberaniannya mengungkap kasus ini.

Inilah fenomena yang menjadi sulitnya penegakan hukum dan sulitnya memberangus upaya money politik yang turut mencederai makna demokrasi di negeri ini.

Meski tak bisa menjadi bagian penegakan hukum, cukup menolak uangnya saja

Sekiranya tidak mampu menjadi bagian penegakan hukum lantaran situasi yang boleh jadi menjerat dirinya sendiri, maka cukuplah dengan tidak menerima uang dari calon-calon yang tengah berkompetisi. Memilih calon pemimpinnya secara arif dan jujur dari lubuk hati yang paling dalam. 

Hati akan selalu menunjukkan jalan yang terang, siapakah yang bisa menjadi pemimpinnya kelak. Meskipun ia tidak mendapatkan paket sembako atau sejumlah uang, mimpi mendapatkan pemimpin yang adil dan bijaksana serta mampu membangun daerahnya adalah impian semua orang.

Hanya dengan Menolak Politik Uang dan tidak mendukung upaya jual beli suara, tentu menjadi bagian integral dalam upaya menciptakan sistem pemerintahan yang bersih dan minim korupsi. Sebagaimana dicanangkan oleh KPU Kota Metro dalam menciptakan model demokrasi yang bersih demi tercapainya pemimpin yang amanah dan benar-benar pilihan rakyat.

Salam

Metro, Lampung, 03-11-2015 

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun