Mohon tunggu...
M. Ali Amiruddin
M. Ali Amiruddin Mohon Tunggu... Guru - Guru SLB Negeri Metro, Ingin berbagi cerita setiap hari, terus berkarya dan bekerja, karena itu adalah ibadah.

Warga negara biasa yang selalu belajar menjadi pembelajar. Guru Penggerak Angkatan 8 Kota Metro. Tergerak, Bergerak dan Menggerakkan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Perpustakaan Sekolah Bukan Hanya "Gudang Buku"

26 Oktober 2015   03:48 Diperbarui: 28 Oktober 2015   07:00 293
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Ilustrasi Perpustakaan (lib.geologi.ugm.ac.id)"][/caption]

Fenomena pengelolaan perpustakaan belakangan ini cukup memancing perhatian saya, lantaran sebagai salah satu pendidik dan penyuka buku, melihat perpustakaan yang tidak tertata rapi cukup merasa terganggu. Apalagi jika sudah terbiasa memasuki ruangan perpustakaan yang sejuk lantaran ber-AC serta pengelola perpustakaannya juga cekatan, dengan buku-buku yang tertata rapi, sehingga mudah mencari buku yang diinginkan, tentu menjadi catatan buruk jika melihat perpustakaan sekolah yang terjadi saat ini.

Perpustakaan bagi anak-anak sekolah ternyata sampai sejauh ini kurang begitu diperhatikan.

Sebagaimana dijelaskan oleh undang-undang nomor 43 tahun 2007 tentang definisi pespustakaan.

Perpustakaan adalah institusi pengelola koleksi karya tulis, karya cetak, dan/atau karya rekam secara profesional dengan sistem yang baku guna memenuhi kebutuhan pendidikan, penelitian, pelestarian, informasi, dan rekreasi para pemustaka.

Dengan demikian, perpustakaan tidak hanya ruangan dengan tumpukan buku, tapi lebih dari itu adalah sebuah institusi (lembaga) yang mengelola perbukuan, baik cetak maupun digital serta sebagai media yang berkaitan dengan proses pendidikan, penelitian, pelestarian, informasi dan rekreasi bagi para pengunjungnya.

Dengan definisi tersebut, semestinya perpustakaan bukan hanya sebagai "gudang buku" tapi lebih dari itu sebagai lembaga yang benar-benar memberdayakan buku dan memanfaatkannya bagi semua kebutuhan bagi pengunjungnya.

Sayang sekali, makna perpustakaan ini seringkali dipahami setengah hati. Perpustakaan dianggap sebagai tempat menyimpan buku dan alat peraga saja, sehingga perpustakaan tersebut tidak bisa dimanfaatkan secara optimal. Maka tak sedikit pengunjung perpustakaan yang mengeluh lantaran tidak menemukan buku dan tidak tahu dimana keberadaaannya. Selain itu pengunjung juga dibuat risih lantaran ruangannya tampak kurang bersih dan kurang tertata rapi. 

Itu semua menjadi ekses jika perpustakaan hanya dianggap ruangan tak penting dan menjadi tempat penyimpanan buku. Padahal lebih dari itu perpustakaan memiliki segudang manfaat.

Pernah pula, kala itu saya menjadi guru honorer di salah satu sekolah dasar, pertanyaan pertama ketika saya memasuki institusi itu saya menanyakan dimana perpustakaan sekolah. Dan saya selalu menanyakan kelengkapan buku-buku dan siapa yang mengelolanya.

Sayang sekali kepala sekolah justru menjawab "buku-bukunya sudah habis kog mas. Minggu lalu ada "karungan" yang dijual". Mak dek, aku sedikit terkejut dengan jawaban sang kepala sekolah ini. Jawaban yang keluar dari seorang pengelola lembaga pendidikan kog jauh dari kesan tanggung jawab.

Mana mungkin sebuah sekolah tidak memiliki perpustakaan dan yang lebih parah lagi buku-buku yang ada di dalamnya turut terjual. Bahkan yang membuat saya kecewa lagi ternyata buku-buku itu dijual sangat murah kepada pembeli barang bekas. Nampak buku-buku tersebut seperti tidak berharga. Padahal keberadaan buku itu sangat menunjang proses pendidikan di sekolah.

Apalah jadinya jika sekolah yang notabene sering mendapatkan juara pada setiap perlombaan ini ternyata kurang begitu respek terhadap pengelolaan perpustakaan.

Belum lagi ada juga satu sekolah yang saya kunjungi ternyata pengelolaan perpustakaan sekolahnya  kurang baik, buku-buku yang berjajar di rak buku tampak lusuh, berdebu dan tidak rapih.

Nampak ketidak respekan pihak kepala sekolah terkait buku-buku tersebut. Padahal menurut penuturan kepala sekolah, buku-buku tersebut merupakan bantuan dari pemerintah dengan dana yang tidak sedikit. Ditambah lagi, sampai sejauh ini ternyata perpustakaan itu belum memiliki tenaga kepustakaan yang bisa menghandle terkait pengelolaan buku.

Nampaklah ruangannya seringkali kotor, buku acak-acakan dan berdebu. Belum lagi penataan buku yang tidak sesuai dengan tata cara pengaturan buku.

Apalah jadinya jika gudang pengetahuan tak bertuan.

Perpustakaan sekolah sejatinya adalah gudangnya pengetahuan bagi para pengunjungnya. Namun sampai sejauh ini rumah ilmu itu ternyata tidak memiliki petugas yang mengelola konten di dalamnya. Tentu yang terjadi adalah manajemen yang acak-acakan, buku yang morat-marit, tempat yang kotor dan berdebu, dan sudah pasti, gudang pengetahuan ini tidak lagi menarik untuk ditempati. Persis dengan perpustakaan-perpustakaan sekolah saat ini.

Meskipun tak menampik,rerata perpuskaan sekolah negeri yang sudah maju penatalaksanaan manajemen perpustakaan sudah baik, tapi tak sedikit pula dari sekolah-sekolah di negeri ini - khususnya di wilayah perkampungan - perpustakaan tidak tertata dengan baik.

Perawatan buku yang kurang maksimal, siklus keluar masuk barang tidak ter-counter. Sehingga buku-buku yang tersedia seringkali hilang, siapa yang meminjam tidak jelas orangnya.  Selain itu, ruangannya terlihat kotor, berdebu dan buku-buku yanj ada di rak-rak buku terlihat kurang tertata rapi.

Maka dari itu, bagaimana sebuah perpustakaan menjadi tempat menggali ilmu, penelitian dan rekreasi jika ternyata kurang mendapatkan respon dari berbagai pihak.

Melihat kondisi ini saya menjadi bertanya-tanya, apakah selama ini sekolah tidak memahami fungsi perpustakaan? Atau pemerintah sendiri yang tidak serius memperhatikan perpustakaan sekolah, khususnya sekolah-sekolah di perdesaan?

Salam

 Metro Lampung, 25-10-2015

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun