Mohon tunggu...
M. Ali Amiruddin
M. Ali Amiruddin Mohon Tunggu... Guru - Guru SLB Negeri Metro, Ingin berbagi cerita setiap hari, terus berkarya dan bekerja, karena itu adalah ibadah.

Warga negara biasa yang selalu belajar menjadi pembelajar. Guru Penggerak Angkatan 8 Kota Metro. Tergerak, Bergerak dan Menggerakkan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Perpustakaan Sekolah Bukan Hanya "Gudang Buku"

26 Oktober 2015   03:48 Diperbarui: 28 Oktober 2015   07:00 293
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mana mungkin sebuah sekolah tidak memiliki perpustakaan dan yang lebih parah lagi buku-buku yang ada di dalamnya turut terjual. Bahkan yang membuat saya kecewa lagi ternyata buku-buku itu dijual sangat murah kepada pembeli barang bekas. Nampak buku-buku tersebut seperti tidak berharga. Padahal keberadaan buku itu sangat menunjang proses pendidikan di sekolah.

Apalah jadinya jika sekolah yang notabene sering mendapatkan juara pada setiap perlombaan ini ternyata kurang begitu respek terhadap pengelolaan perpustakaan.

Belum lagi ada juga satu sekolah yang saya kunjungi ternyata pengelolaan perpustakaan sekolahnya  kurang baik, buku-buku yang berjajar di rak buku tampak lusuh, berdebu dan tidak rapih.

Nampak ketidak respekan pihak kepala sekolah terkait buku-buku tersebut. Padahal menurut penuturan kepala sekolah, buku-buku tersebut merupakan bantuan dari pemerintah dengan dana yang tidak sedikit. Ditambah lagi, sampai sejauh ini ternyata perpustakaan itu belum memiliki tenaga kepustakaan yang bisa menghandle terkait pengelolaan buku.

Nampaklah ruangannya seringkali kotor, buku acak-acakan dan berdebu. Belum lagi penataan buku yang tidak sesuai dengan tata cara pengaturan buku.

Apalah jadinya jika gudang pengetahuan tak bertuan.

Perpustakaan sekolah sejatinya adalah gudangnya pengetahuan bagi para pengunjungnya. Namun sampai sejauh ini rumah ilmu itu ternyata tidak memiliki petugas yang mengelola konten di dalamnya. Tentu yang terjadi adalah manajemen yang acak-acakan, buku yang morat-marit, tempat yang kotor dan berdebu, dan sudah pasti, gudang pengetahuan ini tidak lagi menarik untuk ditempati. Persis dengan perpustakaan-perpustakaan sekolah saat ini.

Meskipun tak menampik,rerata perpuskaan sekolah negeri yang sudah maju penatalaksanaan manajemen perpustakaan sudah baik, tapi tak sedikit pula dari sekolah-sekolah di negeri ini - khususnya di wilayah perkampungan - perpustakaan tidak tertata dengan baik.

Perawatan buku yang kurang maksimal, siklus keluar masuk barang tidak ter-counter. Sehingga buku-buku yang tersedia seringkali hilang, siapa yang meminjam tidak jelas orangnya.  Selain itu, ruangannya terlihat kotor, berdebu dan buku-buku yanj ada di rak-rak buku terlihat kurang tertata rapi.

Maka dari itu, bagaimana sebuah perpustakaan menjadi tempat menggali ilmu, penelitian dan rekreasi jika ternyata kurang mendapatkan respon dari berbagai pihak.

Melihat kondisi ini saya menjadi bertanya-tanya, apakah selama ini sekolah tidak memahami fungsi perpustakaan? Atau pemerintah sendiri yang tidak serius memperhatikan perpustakaan sekolah, khususnya sekolah-sekolah di perdesaan?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun