Mohon tunggu...
M. Ali Amiruddin
M. Ali Amiruddin Mohon Tunggu... Guru - Guru SLB Negeri Metro, Ingin berbagi cerita setiap hari, terus berkarya dan bekerja, karena itu adalah ibadah.

Warga negara biasa yang selalu belajar menjadi pembelajar. Guru Penggerak Angkatan 8 Kota Metro. Tergerak, Bergerak dan Menggerakkan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ojo Dumeh, Jangan Pernah Merendahkan Orang Lain

6 Oktober 2015   16:56 Diperbarui: 4 Maret 2022   16:46 4193
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

kau sombongkan itu semua... 

dst...

Coba, jika kita bandingkan dengan keadaan yang sering terjadi di sekitar kita, dan betapa penulis pun pernah mengalami sendiri tatkala dilecehkan lantaran ketiadaan ekonomi. Kami menikah dalam keadaan tidak membawa apa-apa yang hanya bermodalkan cinta dan keyakinan.

Kemiskinan kala itu ternyata menjadikan kami menjadi bahan hinaan. Coba bayangkan ketika kita hendak bersilaturrahmi, ternyata pintu rumah ditutup seketika, tanpa terucap sedikitpun kata-kata dari pemilik rumah. Padahal kehadiran kita murni ingin bersilaturrahmi lantaran kami adalah tetangga dekat. 

Dalam ketidakpahaman kami, si pemilik rumah seketika itu menutup pintu seakan-akan enggan menerima tamu selayaknya menganggap kami seorang pengemis. Ia begitu saja membuang muka dan seperti menganggap kami begitu hina. 

Kejadian itu benar-benar menyayat hati kami, dan kami menganggap pemilik rumah yang saya anggap cukup mampu secara materi ini tidak sedikit pun merasa sungkan tatkala memperlakukan kami yang hendak bertamu ke rumahnya. Saya tidak habis pikir kesalahan apakah hingga kami begitu direndahkan seperti ini.

Namun demikian, kami tidak menaruh dendam, lantaran kami menyadari, bahwa kami memang golongan rendahan, guru honorer dengan gaji kecil dan menumpang hidup di perumahan dinas yang sudah reot lantaran sudah lapuk di sana-sini. Saya ikhlas diperlakukan demikian. Toh memang kami orang miskin yang tak layak untuk dihormati. Itu pendapatku kala itu.

Tak hanya itu, sewaktu kami begitu dekat dengan seorang guru pula, kami begitu menganggap beliau seperti saudara sendiri. Karena ekonomi yang pas-pasan kami pun sering membantu pekerjaan sang guru itu dengan karena kebaikan mereka kepada keluarga kami. 

Dan ternyata karena kedekatan kami justru mengundang kecemburuan pihak keluarga sang guru tersebut. Hingga terucaplah cacian dan hinaan kepada kami "kamu mendekati pak P hanya ingin mengambil bagian dari hartanya bukan? Dah gak usah kesini-sini!" 

Seketika itu pula sakit rasanya hati kami karena mendapatkan perlakuan kasar dan cukup merendahkan ini. Istriku di rumah menangis sejadi-jadinya, ia tak menyangka usahanya ingin membantu orang lain justru mendapatkan hinaan yang cukup merendahkan. 

Meskipun dalam membantu itu kami tidak pernah meminta bayaran. Namun begitu selaku suami, saya berusaha menenangkan diri sang istri, sabar dik, mungkin karena kita miskin mereka seolah-olah menganggap kita tidak punya harga diri. Sabar semoga Allah memberikan kita rezeki yang lebih agar lepas dari keterpurukan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun