Mohon tunggu...
M. Ali Amiruddin
M. Ali Amiruddin Mohon Tunggu... Guru - Guru SLB Negeri Metro, Ingin berbagi cerita setiap hari, terus berkarya dan bekerja, karena itu adalah ibadah.

Warga negara biasa yang selalu belajar menjadi pembelajar. Guru Penggerak Angkatan 8 Kota Metro. Tergerak, Bergerak dan Menggerakkan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Indonesia Surganya Iklan Judi

21 September 2015   21:22 Diperbarui: 22 September 2015   17:10 408
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Iklan judi (screenshoot kompasiana.com)"][/caption]Tiba-tiba mataku tak bisa diajak kompromi tatkala hendak menjawab komentar salah satu kompasianer yang ternyata komentarnya tidak berkaitan dengan artikel yang aku tulis. Mataku jadi perih dan dadaku berdegup kencang, tanda tak menerima jika tulisan yang aduhai itu harus dititipi dan ditumpangi komentar yang justru berisi iklan perjudian.

Terlihat pada screenshot pada artikel saya sebelumnya, iklan judi yang notabene amat dilarang oleh negara terpampang dengan jelasnya. Bahkan situs pun dipajang untuk menarik konsumennya. Seorang kompasianer dengan nama Angelina Farbios kog justru menjadi bagian penyebar konten perjudian di dunia maya. Apakah admin kompasiana tidak membaca komentar (iklan) itu ya?

_____

Judi hakekatnya sebuah aktivitas sia-sia lantaran banyak yang tertipu oleh bos judi. Tak hanya tertipu ratusan ribu rupiah, karena banyak pula yang hingga jutaan rupiah. Kasus ini pernah terjadi pada salah satu kerabat yang ternyata berani coba-coba menggunanakan judi online karena rayuan gombal dan iming-iming hadiah ratusan juta rupiah dengan amat gampangnya.

Seorang "penipu" sengaja membuat situs yang berisi aneka perjudian dan sepertinya begitu mudah dimainkan meskipun isinya hanyalah tipu-tipu. Bahkan beberapa bulan yang lalu di jakarta tertangkap klub Judi online yang mengaku dibayar demi mengeruk keuntungan dari member barunya. Sedikit demi sedikit mafia judi terkelupas kulitnya lantaran dapat diendus aparat. Meskipun demikian apakah mereka kalangkabut dan kocar kacir? Kayaknya enggak tuh. Justru saat ini perkembangan judi modus baru ini semakin berani menunjukkan eksistensinya.

Ada aneka judi yang mudah sekali menipu, seperti judi Poker bahkan dilombakan tingkat dunia, judi dilombakan hingga hadiah ratusan juta rupiah. Belum lagi judi togel, yang hingga saat ini semakin merajalela. Satu bandar disergap dan dipenjarakan, di tempat lain membuka cabang baru. Sepertinya tidak ada takut-takutnya, apalagi jera. Mereka berdalih dengan berjudi bisa mengandakan uang.

Baca juga:

http://www.kompasiana.com/maliamiruddin/mengapa-aku-tak-memakai-akun-palsu-belajar-dari-fenomena-pakde-kartono_5600b8ba5c7b61901ee3bebb

 

Apa benar?

Coba kita kuliti satu persatu apakah benar karena judi bisa kaya.

Bung Topo, sebut saja namanya demikian, sejak saya kelas satu SD atau bahkan sebelum saya dilahirkan ke dunia ini ia sudah aktif berjudi. Pada waktu itu judi koprok atau dadu yang menjadi kegiatannya sehari-hari. Setiap hari beliau melanglah buana dari satu daerah ke daerah lainnya. Dari satu tontonan ke tontonan lainnya. Dan sayangnya hobi berjudi ini pun dibarengi dengan hobi main perempuan. Saya menyebutkan satu contoh ini karena masih ada sambungan famili jauh dari pihak ibuku. 

Bahkan saking seringnya berjudi, sampai-sampai polisi hafal dengan tempat dimana mereka membuka lapaknya. Entahlah, apakah si oknum polisi juga turut bermain koprok itu? Atau justru menjadi penyandang dananya? Atau meminta upeti kepada bandar dengan dalih ikut menjadi becking agar aman dan nyaman dalam operasinya. Pantas saja setiap beliau digerebek, ternyata penggerebeknya ya itu-itu lagi. Ada juga yang benar-benar menangkap dan membakar lapak judinya, esoknya lagi bung Topo ini mempunyai lapak yang baru.

Saya sangat prihatin, karena ternyata orang yang semestinya menjadi contoh tuk anak-anaknya malah mengajarkan anaknya berjudi. 

Dengan hoby berjudi dan menjadi bandar apakah Bung Topo kaya? Ternyata dugaan saya meleset. Meskipun beliau sering menang judi, ternyata uangnya selalu habis untuk befoya-foya, minum-minuman keras. Belum lagi hobi bermain perempuan. Tak pelak istri yang menanti di rumah seringkali mendapat kabar suaminya dipenjara. Dan seringnya lagi ditagih hutang lantaran setiap kalah berjudi selalu mengutang. Betul kata Bang Haji Rhoma Irama, Uang judi najis tiada berkah.

Bertahun-tahun menjalani hoby judi ini justru pekarangan yang semestinya dikembangkan untuk usaha ikut terjual untuk membayar hutang. Belum lagi istri tak pernah diberikan uang kebutuhan sehari-hari. Anak-anka yang tidak terurus lantaran orang tua yang jarang di rumah.

Kedua..

Pak Bejo, beliau juga hoby berjudi. Judi togel menjadi hobinya. Ia memang sering nembus beberapa kali tapi tetap saja ia menangguk kerugian lantaran sekali nembus, esoknya lagi uang hasil judinya habis lantaran untuk membeli nomor lagi. Bahkan beberapa bulan yang lalu ia digerebek dan ditangkap polisi hingga harus masuk ke jeruji besi. Beberapa bulan istri tidur sendirian bertemankan nyamuk-nyamuk dan selimut saja. Sedangkan suaminya bernasip sama,menikmati hotel prodeo yang sama sekali tidak nyaman untuk ditempati, walaupun hanya semalam saja.

Bung Topo dan Pak Bejo baru dua contoh penjudi yang mendapatkan "bala" lantaran melakukan kegiatan keji ini. Karena di tempat lain, sebut saja Usro juga mengalami nasib yang sama. Meskipun tidak ditangkap pihak kepolisian, ia harus menanggung hutang yang tak sedikit. Setiap hari adaorang yang menagih hutang, padahal keluarganya tidak mampu. 

Awalnya Usro adalah seorang yang lugu, bekerja di salah satu warnet di kampungnya ia mengumpulkan sedikit demi sedikit uang demi membantu orang tuanya. Namun sayang sekali usahanya ingin mendapatkan uang justru kandas lantaran berkenalan dengan judi poker. Uang yang semestinya bisa dibelikan beras, harus membayar lawan mainnya di dunia maya. Saya sempat terperangah sewaktu ia mengatakan pernah menang. Tapi kembali tertegun lagi tatkala mengatakan bahwa berkali-kali pula ia mengalami kekalahan. Judi selalu saja membawa bangkrut. Hanya bandar besar yang curang saja yang akan kaya dengan mengeruk kebodohan membernya.

Memang benar judi togel hadiahnya besar hingga puluhan juta rupiah, tapi yang bisa mendapatkan hadiah itu hanya orang tertentu. Sedangkan selebihnya bisanya gigit jari.

Dan lebih anehnya lagi, para pembeli nomer togel ini ternyata ditipu oleh bandarnya sendiri. Nomor yang semestinya tembus, lantaran banyak yg tembus nomor itu, dengan sangat liciknya akhirnya dibatalkan. 

Dari segi hukum agama jelas haramnya, hukum negara melanggar undang-undang tentang pemberantasan perjudian. Dan tentu hukum sosial ia dianggap sampah masyarakat. Apa sebab? Karena setiap ada kelompok penjudi atau maniak judi, maka kampung itupun tidak aman. Ayam sering hilang, kambing, bahkan sapi pun turut menjadi incaran. Tentu karena ingin memperturutkan hawa nafsu ingin hidup sejahtera dari judi meskipun keluar dari logika yang nalar.

Iklan Judi, Sumber Malapetaka yang Minim Razia

Saya sering mendapati iklan judi tiba-tiba bertengger cukup lama di beberapa media informasi dan medsos. Di media informasi internet, sering saya baca di salah satu komen di Kompas[dot] com. Secara gamblang ia menawarkan produk judi kepada khalayak umum tanpa takut terjerat hukum. Saya menduganya pemilik situs dan iklan itu hakekatnya sangat rapi menyimpan status pribadinya. Tak hanya di sebuah situs internet, karena lewat jaringan Short Massage Service saja ulah para penipu ini begitu mudah diketemukan.

Misalnya dengan modus "Dukun Sakti" Jika ingin beruntung tembus nomor togel, hubungan nomor ini 0812******** saya siap membantu". Dan aneka jenis SMS sejenis yang tujuannya agar para pembaca yang tertipu mau saja mengikuti arahan si penipu dengan menyerahkan uangnya demi mendapatkan wangsit palsu dari dukun palsu.

Apakah iklan judi sudah atau sulit diberantas?

Sepertinya iklan judi, situs judi dan aneka media yang menyiarkan dan mempromosikan perjudian sudah banyak yang diblokir dan pelakunya ditangkap. Tapi ibarat memungut jarum di tumpukan jerami, satu diketemukan, yang lain masih bergentayangan. Saya menduga modus situs judi ini sudah menjadi tren cari duit dengan mangsanya sang maniak judi. Tanpa sadar mereka terjebak aksi tipu-tipu dan tanpa sadar telah ditipu.

Seperti halnya iklan pornografi, dengan memblokir situs tersebut hakekatnya menghambat proses penyebaran informasi. Meskipun ada banyak yang luput dari pemblokiran lantaran mereka sangat lihai menyimpan identitas situsnya. Adapula situs tersebut adalah judi tapi menggunakan nama situs yang tak menunjukkan status yang sebenarnya.

Belum lagi mereka tergolong licin, satu situs diblokir maka akan muncul situs baru dan ternyata memiliki member yang berjubel seperti dagangan kain kumel. Sungguh membuat miris dan cukup memprihatinkan.

Iklan judi, tetaplah musuh bersama yang semestinya segera dilaporkan kepada pihak berwajib agar ditindak lanjuti. Namun acapkali kita tak mau tau alias cuek dengan apa yang terjadi di dunia maya. Jangankan di dunia maya, di dunia nyata yang nyata-nyata melihat adu jago (sabung ayam) saja kita diam saja, apalagi di dunia maya?

Penjudi memang bisa kaya, karena cara-cara mereka mencurangi lawan mainnya. Mereka membentuk komunitas bersama untuk menipu member baru demi meraup keuntungan bersama. Ada pula penjudi yang kaya di film-film China seperti tokoh yang terkenal dengan judul The King of Gambler, sebuah film yang meniscayakan diri bahwa penjudi itu bisa kaya, tapi sangat jelas ditampakkan ternyata cara-cara mereka dalam memenangkan permainan adalah CURANG dan menggunakan ANCAMAN DAN KEKERASAN FISIK. Sayang sekali film ini sangat digemari di Indonesia meskipun negara ini adalah negara agamis "katanya".

Memprihatinkan.............

Salam

 

Baca juga...

http://www.kompasiana.com/maliamiruddin/lampung-diselimuti-asap-darimana-asalnya_55ff821845afbdc7048b456a

http://www.kompasiana.com/maliamiruddin/belajar-dari-tadjie-seorang-difable-ingin-tetap-sekolah-meski-dalam-kekurangan_55fa275abf22bd6005814651

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun