[caption caption="Bencana asap (chirpstory.com)"][/caption]
Bencana asap...
Asap lagi dan lagi-lagi asap. Fenomena asap ternyata sampai detik ini belum juga bisa diredakan, merembet dari satu lahan ke lahan lainnya. Dari satu hutan merembet lagi ke hutan lain yang juga mengalami nasib yang sama. Hutan yang sejatinya tak berdosa, di rusak dan dimusnahkan atas nama bisnis perkebunan.
Meskipun cara-cara yang dilakukan tidak berprikemanusiaan. Kenapa demikian? Seseorang yang berprikemanusiaan tentulah akan memikirkan dampak yang terjadi terhadap manusia lain. Apakah yang dilakukan berbahaya atau tidak. Merugikan atau tidak? Yang jelas, semestinya semua aktivitas diperhitungkan masak-masak mumpung masih dianggap manusia dan memiliki sifat kemanusiaan. Nah, kalau sifat-sifat kemanusiaan itu sudah sirna, kira-kira dipanggil apa ya? Tentu pelakunya yang bisa menjawabnya.
Awalnya beruntung sekali di daerah kami (Lampung) bencana asap tidak terjadi. Padahal di tahun-tahun pra krisis moneter, kira-kira tahun 1991-an, Lampung sering diselimuti asap. Kala itu, hutan Way Kambas terbakar. Bahkan menurut penuturan masyarakat yang telah lama bermukim di wilayah itu, kebakaran hutan di Lampung ini sudah sering terjadi. Waktu itu saya baru saja pindah rumah, merantau ke daerah yang kebetulan berdekatan dengan hutan yang dilindungi negara ini. Tak pelak, hampir setiap hari masyarakat dihibur oleh hujan abu akibat rumput ilalang yang terbakar.
Bukan hanya asap dan debu yang berterbangan, karena hewan-hewan yang hidup di hutan tersebut pun kalang kabut, lari tunggang langgang hingga memasuki wilayah perkampungan penduduk. Desa Tambah Dadi Lampung Timur, kala itu pun menjadi tempat pelarian Gajah, Kancil, Â dan hewan lain yang sudah menjadi tuan rumah hutan tersebut.
Jadi karena terlalu seringnya merasakan bencana abu dan asap, maka makin lama masyarakat semakin sadar bahwa kebakaran hutan sungguh sangat tidak mengenakkan, justru merugikan semuanya. Tak hanya hewan yang tinggal di hutan tersebut, masyarakat di area hutan juga merasakan dampak yang ditimbulkan.
Kebakaran hutan sebenarnya bukan hanya faktor manusia, lantaran gesekan kayu kering dan suhu yang panas disertai terik matahari turut memicu kebakaran hutan. Seperi diajarkan oleh sains.
Baca juga ...
http://www.kompasiana.com/maliamiruddin/menanti-jejak-kompasiana-er-di-tanah-bencana_55f8caa0317a616a0592dcbd
Meski kejadian tersebut sudah lampau, kini ternyata musibah itu datang lagi. Asap yang awalnya menyerang daerah Jambi dan wilayah tetangganya, serta Kalimantan dengan tanah gambutnya, ternyata asap yang dihasilnya merembet pula hingga ke wilayah Lampung Tengah.
Hal itu saya amati dari penampakan alam, matahari seperti tak muncul lantaran terhalang asap nan tebal. Persis di semua wilayah sudah terselimuti asap putih. Meskipun tipis, kondisinya cukup menganggu.
Pernapasan juga mengalami gangguan lantaran secara tidak langsung paru-paru menghisap asap kebakaran tersebut. Beberapa masyarakat setempat yang saya temui pun berpendapat demikian. "Meskipun tipis dampak asap sangat terasa". Kami hanya bisa membayangkan jika asap tebal di Jambi tersebut menimpa masyarakat Lampung juga tentu amat merepotkan. Kebetulan kemarin (20-9-2015) saya melawat di salah satu keluarga sesama guru. Kebetulan tinggal di Padang Ratu, Lampung Tengah. Jadi secara tidak langsung mengamati fenomena alam yang terjadi. Sayang sekali, fenomena asap itu tidak saya dokumentasikan lantaran kondisi tengah di rundung duka.
Meskipun pihak yang berkepentingan belum merilis status dan asal muasal bencana asap ini, akan tetapi berdasarkan catatan arah mata angin menunjukkan gejala yang cukup beralasan.
Ketika Lampung terimbas asap kebakaran hutan
Fenomena asap sebenarnya tidak hanya di Lampung Tengah saja, lantaran di wilayah Kota Metro, kabut putih asap tersebut saat ini tengah menyelimuti kota ini. Dampaknya meskipun siang hari di musim kemarau yang semestinya panasnya menyengat, ternyata sampai saat ini masih agak temaram. Matahari tertutup lapisan putih yang kumayan tebal. Awalnya saya kira mendung (awan) hujan, ternyata gumpalan asap kebakaran tersebut.
Beruntung asap yang kini menyelimuti kota ini, tidak berdampak yang signifikan. Karena belum mengganggu pernapasan seperti daerah sumber asap yang saat ini tengah merasakan dampak penyakit akibat asap ini. Serangan Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) juga tidak menyerang penduduk kota ini, lantaran volume asap masih sangat tipis dan belum mengganggu arus lalu lintas darat dan udara.
Simpulan
Bencana asap, di sengaja maupun tidak, hakekatnya bencana yang jangan terulang kembali. Ada banyak negara yang menjadi korban. Tentu saja masyarakat setempat mengalami kondisi yang cukup mengkhawatirkan. Cukup kali ini saja mencederai ketenangan masyarakat dalam menjalankan aktivitas mereka.
Semoga di tahun mendatang, pemerintah dan masyarakat bersama-sama menjadi pelopor pencegahan hutan dari kebakaran yang disebabkan oleh faktor alam ataupun manusia.
Salam
Baca Juga ya bro ....
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H