Kadang saya melihat anak-anak berseragam SMP yang tengah duduk di sebuah taman berduaan, padahal masih jam sekolah. Ada pula yang kongkow-kongkow di jalanan duduk di kendaraan bersama teman-temannya. Mereka berseragam SMA. Mereka rela menghabiskan waktu belajarnya untuk berfoya-foya, merokok dan minum-minuman keras. Adapula yang dihabiskan dengan berpacaran. Tanpa malu meskipun banyak orang yang melihatnya.
Tak hanya mereka yang tak masuk sekolah, karena di tempat lain ada yang justru asyik bermain internet di warnet padahal itu jam sekolah. Bahkan pernah ditulis oleh kompasianer hingga menjadi berita yang cukup menghebohkan. Ada pula yang harus digelandang kepolisian lantaran berduaan di sebuah tempat hiburan.
Kondisi ironis yang membuat miris. Betapa anak-anak saat ini acapkali tidak menghargai waktu dan kesempatan lapang untuk menuntut ilmu meski kondisi fisik mereka sangat sempurna.
Mestinya Kita Malu dengan Anak Seperti Tadji
Kita semestinya malu dengan anak yang berkebutuhan khusus ini, meskipun dalam kekurangan dan kelemahan fisik tidak mengurangi semangatnya dalam belajar. Tak peduli apapun kondisi fisiknya, yang penting ia ingin terus menambah pengetahuannya. Meskipun kadangkala tidak melihat kondisi fisik yang sebenarnya.Â
Menggapai cita-cita adalah kemauan terbesar, tak boleh dihalangi oleh kelemahan fisik yang saat ini mendera. Tetap tabah dan fokus pada tujuan bahwa Tuhan memberikan kelebihan ini untuk memperoleh keberhasilan. Kelemahan semestinya ditutupi dengan kelebihannya, bukannya justru dibuang sia-sia dan tidak dimanfaatkan secara maksimal. Ketika Tuhan menitipkan kelemahan, maka hakekatnya Tuhan juga memberikan kelebihan dibidang lain yang butuh proses untuk bisa didiberdayagunakan.
Wahai anak ABK
Engkaulah makhluk Tuhan yang sempurna
Senyum dan tawamu membuat kami bangga
Meski kadangkala orang-orang di sekelilingmu tak memahamimu
Membiarkan potensimu terbuang percuma dan sia-sia