Mohon tunggu...
M. Ali Amiruddin
M. Ali Amiruddin Mohon Tunggu... Guru - Guru SLB Negeri Metro, Ingin berbagi cerita setiap hari, terus berkarya dan bekerja, karena itu adalah ibadah.

Warga negara biasa yang selalu belajar menjadi pembelajar. Guru Penggerak Angkatan 8 Kota Metro. Tergerak, Bergerak dan Menggerakkan.

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Trend Keluarga Lebih dari 2 Anak dan Gagalnya Program KB

13 September 2015   15:00 Diperbarui: 14 September 2015   09:53 496
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Ilustrasi Keluarga Berencana"][/caption]

Program keluarga berencana sejatinya merupakan program yang sangat tepat dalam rangka mencegah dan mengatasi pertumbuhan penduduk di Indonesia yang cukup pesat. Karena menurut catatan BKKBN pertumbuhan penduduk memang mengalami peningkatan yang signifikan. Kelahiran anak cukup pesat sedangkan tingkat mortilitas semakin rendah. Ketika kelahiran begitu gencarnya, ternyata harapan hidup masyarakat Indonesia pun semakin baik.

Otomatis dengan kondisi ini cukup menjadi persoalan yang rumit, apalagi pemenuhan ekonomi saat ini cukup sulit lantaran kondisi perekonomian di negeri ini tengah diuji dengan naiknya kurs dolar yang berakibat lemahnya kemampuan belanja rerata rakyat di negeri ini. Ditambah lagi pemenuhan kebutuhan akan pendidikan sampai sejauh ini saja masih jauh dari yang diharapkan lantaran saat inipun biaya pendidikan tidak lagi murah.

Meskipun pemerintah memprioritaskan program pengentasan pendidikan hingga lulus SMA dengan nol biaya alias gratis. Tapi faktanya meskipun pemerintah sudah memberikan woro-woro dan aturan tertulis bahwa pendidikan harus gratis, nyatanya sampai saat ini biaya sekolah teramat mahal. Mahal bagi kalangan menengah ke bawah. Apalagi ke perguruan tinggi, hanya mereka yang memiliki kemampuan ekonomi yang cukup yang bisa menyekolahkan anaknya hingga pendidikan tinggi. Terkecuali salah satu keluarga kaya yang notabe memiliki anak sebelas tak mengalami persoalan. Seperti yang pernah muncul di salah satu televisi swasta beberapa waktu lalu. 

Namun demikian, bukan persoalan mahalnya biaya pendidikan saat ini yang menjadi fokus tulisan ini adalah lantaran terjadinya gagalnya peserta KB dalam menjalankan misinya dengan dua anak cukup. Seperti yang saya alami sendiri serta salah satu sahabat sesama guru yang notabene telah "gagal" mengikuti program keluarga berencana. Di sela-sela tugas beliau sempat curhat, bahwa sekarang ia tengah mengandung anak ketiga, padahal menurut keterangan beliau, sampai saat ini masih mengikuti prgram keluarga berencana dengan alat kontra sepsi pil KB.

Saya tidak menanyakan kepada yang bersangkutan, jenis pil KB yang mana yang beliau gunakan. Dan bagaimana cara menggunakannya kog bisa-bisa mengandung lagi meskipun sudah mengkonsumsi pil pencegah kehamilan tersebut. Yang pasti, karena beliau adalah seorang pegawai negeri tentu saja beliau mengikuti program Askes atau BPJS yang notabene menyediakan fasilitas keluarga berencana.

Meskipun mengandung anak ketiga adalah rahmat dan nikmat dari Allah SWT, namun jika niat awalnya ingin membatasi kelahiran anak tentu yang bersangkutan sedikit kecewa. Dalam bahasa sederhana "Untuk apa ikut program KB, kalau faktanya tetap tidak bisa mencegah kehamilan. Boleh jadi ungkapan kekecewaan ini banyak dialami oleh peserta KB lainnya.

Fenomena kelahiran anak ketiga dan seterusnya bagi pasangan akseptor KB ternyata tidak hanya yang bersangkutan yang mengalami, lantaran di beberapa daerah pun mengalami hal yang sama. Ada seorang ibu yang curhat dengan istri kenapa ia tiba-tiba hamil padahal sudah minum pil KB. 

Tak hanya beberapa informasi dari peserta keluarga berencana tersebut, faktanya istri sendiri sudah mengikuti pragram Keluarga Berencana ternyata anak kami lebih dari dua. Dampaknya anak ketiga tidak bisa mendapatkan tunjangan dari pemerintah, termasuk program asuransi kesehatan (ASKES) yang saat ini mesti diikutkan program BPJS yang harus mengiur sendiri di salah satu bank. Meskipun itu merupakan program yang penting, namun dengan aturan yang ribet sehingga merepotkan karena harus membayar sendiri sedangkan biasanya sudah dipotong secara langsung oleh Bank.  Belum lagi, beberapa laporan yang muncul, ternyata peserta BPJS meskipun mereka adalah pegawai negeri tidak menjamin pelayanannya lebih baik. Sudah menjadi rahasia umum di manapun berada tidak semua rumah sakit memberikan pelayanan yang optimal kepada pesertanya. Saya pun pernah mengalami ketika anak saya membutuhkan perawatan, ternyata mendapatkan pelayanan yang tidak sesuai dengan hak yang semestinya kami dapatkan. Apalagi dengan program BPJS ini, sepertinya lebih buruk lagi.

Ikut program KB ternyata tetap melahirkan lebih dari 2 anak

Yang istri alami boleh jadi berbeda dengan yang dialami oleh salah satu guru tersebut, lantaran ia sudah memfokuskan diri dengan pil KB yang dianggap paling cocok dengan kondisi fisiknya. Jadi awalnya aman-aman saja menggunakan alat kontrasepsi tersebut, dan belum berniat mengganti alat kontrasepsi yang lain. Meskipun kondisinya berbeda dengan istri lantaran mengalami keluhan yang cukup serius ketika menggunakan pil KB, diantaranya setiap saat ingin muntah. Pernah pula menggunakan fasilitas KB suntik ternyata haid tidak lancar sehingga sangat mengganggu. Apalagi bagi sang suami, dengan kondisi yang labil itu, tentu sangat memecah keharmonisan hubungan suami istri. Bahkan sering cekcok, "masak tiap hari haid?" Meskipun sudah memeriksakan ke dokter dan meminta petunjuk dan arahan ternyata tidak memberikan solusi yang berarti. Karena jenuh bertanya dan konsultasi, maka akhirnya istri memutuskan untuk tidak ikut KB. 

Pernah pula disarankan mengikuti program KB lain, ternyata istri kurang tertarik dengan alasan tertentu dan alasan ketidak nyamanan. Seperti susuk dan spiral. Apalagi susuk (IUD), salah seorang peserta KB ternyata di usia yang lumayan sepuh ternyata masih subur. Ketika susuk dicabut, ternyata malah hamil. Sepertinya proses monopause agak terlambat. Sehingga umur yang sudah uzur semestinya sudah tidak melahirkan anak, ternyata masih bisa mengandung. Apa terjadi gangguan hormonal ya? Tentu dokter atau bidan lebih bisa menjelaskan.

Ada pula yang akseptor KB dengan susuk, ternyata beberapa tahun kemudian susuk tersebut berpindah dari tempat awalnya. Dampaknya si peserta mengalami keluhan sakit hingga harus dioperasi lantaran susuk tersebut.

Bagaimana dengan spiral? Berdasarkan informasi yang saya dapatkan dari salah satu peserta, si suami mengeluhkan terjadinya rasa sakit dari sang suami, yang juga kebetulan teman sendiri, ketika berhubungan suami istri. Tentu hal demikian turut menjadi beban psikologis bagi saya atau pria lain yang ingin menggunakan fasilitas KB. Ingin aman tanpa halangan ternyata memunculkan resiko yang mengganggu kejiwaan calon penggunanya.

Kelahiran anak ketiga, apakah murni kesalahan peserta atau dokter?

Saya tidak akan mengatakan bahwa teman saya yang seprofesi itu tidak paham, atau kurang mengerti lantaran bisa melahirkan lagi setelah anak kedua, lantaran anak adalah anugrah Tuhan, sehingga kelahirannya adalah rezeki. Tapi ketika berkaitan dengan program keluarga berencana ini, tentu menjadi catatan penting, sejauh mana tingkat kesuksesan peserta KB dalam menjarangkan dan membatasi kelahiran anak jika terjadi kecolongan tersebut?

Peserta kebetulan seorang pegawai negeri yang amat tidak mungkin tidak memahami bagaimana menggunakan pil KB secara aman, termasuk pengguna lainnya yang juga mengalami keluhan yang sama, lantaran tingkat pendidikan mereka juga tidak rendah. Apalagi jika dikaitkan pada dokter yang memberikan layanan KB, tentu tidak mungkin pula sang dokter melakukan malpraktik, dengan memberikan obat yang kadaluarsa. Jika justru obat yang sejatinya bisa membatasi kelahiran adalah obat yang tidak layak, tentu pihak penyelenggaran KB harus bertanggung jawab atas resiko yang diderita. Ada pula sang anak yang terlahir cacat lantaran kesalahan penggunaan pil tersebut yang notabene adalah sebuah kelalaian. Tapi siapakah yang harus bertanggung jawab? Entahlah. Salam

Metro Lampung, 13-9-2015

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun