Mohon tunggu...
M. Ali Amiruddin
M. Ali Amiruddin Mohon Tunggu... Guru - Guru SLB Negeri Metro, Ingin berbagi cerita setiap hari, terus berkarya dan bekerja, karena itu adalah ibadah.

Warga negara biasa yang selalu belajar menjadi pembelajar. Guru Penggerak Angkatan 8 Kota Metro. Tergerak, Bergerak dan Menggerakkan.

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Gabah Mahal, Berkah Bagi Petani atau Pembeli?

22 Agustus 2015   16:26 Diperbarui: 6 September 2015   04:23 804
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Itu dari faktor pupuk dan obat-obatan yang kadang terlambat. Belum lagi harga jual yang karena dijual borongan (tebasan) para petani menanggung kerugian.

Jika petani mujur, maka padinya laku mahal, tapi jika buntung maka ia akan kecewa lantaran harganya terlalu murah jika dihitung perolehan dari pemborongnya.

Musim Gaduh Harga Gabah Naik, Petani Masih Saja Terjepit

Sekali lagi tatkala saya tanya terkait kenaikan harga gabah di musim panen ini yang mencapai 4.600 ternyata petani juga masih merasa rugi, lantaran kebanyakan petani langsung menjual hasil panennya dan sedikit yang disimpan. Tentu saja disebabkan karena rata-rata petani saat ini terjebak ulah spekulan yang memberikan pinjaman modal tinggi dengan konsekuensi merugi di masa panen. Mereka mendapatkan suntikan modal dari bos gabah, demi bisa menanam padi, meskipun akhirnya petani ini juga merugi.

Ada lagi lantaran karena mereka sudah kadung terjerat kredit kendaraan, jadi ketika gabah sudah di tangan, maka tak lama pun terjual demi melunai kendaraannya. Masih beruntung jika panennya tidak gagal, lah kalau gagal sudah dapat dipastikan kendaraannya turut disita dealer.

Di antara petani yang ikut kelompok tani, ternyata tak semua bisa mengamankan padinya di lumbung padi, karena padi yang seharusnya bisa menjadi simpanan, harus raib dalam sekejab karena kebutuhan tersebut.

Mereka menyebutnya untung sesaat lantaran gabah berharga tinggi, tapi merana kemudian lantaran mereka pun akhirnya membeli beras demi memenuhi kebutuhan sehari-hari. Dengan harga beras di atas 10.000 semestinya berkah buat petani, tapi faktanya justru petani malah menjerit lantaran beras yang seharusnya dihasilkan dari tanah sendiri, ternyata harus dibeli dari pedagang.

Sebenarnya jika hasil panen mereka normal, maka petani sedikit mendapatkan untung dengan kenaikan harga gabah itu, lantaran mereka masih bisa menyimpannya separuh dan separuhnya lagi dijual untuk modal.

Berbeda halnya bagi para tengkulak, pembeli gabah borongan (tebasan) lantaran mereka bisa mengendalikan harga beli ke petani lantaran petani dalam keadaan butuh dana. Padi yang semula bisa berharga empat juta untuk seperempat hektar ternyata hanya laku tiga juta lantaran kebutuhan yang mendesak.

Petani buntung, pembeli gabah dan penjual beras yang untung besar. Boleh jadi fenomena petani yang selalu merugi ini juga dialami oleh sebagian besar petani di negeri ini.

Masih beruntung karena padi masih bisa dipanen, lebih kasihan lagi jika ternyata padinya lenyap disantap si kepala hitam. Tikus-tikus serakah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun