[caption id="attachment_295170" align="aligncenter" width="626" caption="Ilustrasi : Media telpon-telponan / dok.pribadi"][/caption]
Tulisan ini sekedar sharing dan sebagai bahan untuk diskusi tentang bagaimana membangun dan meningkatkan kemampuan anak dalam berkomunikasi lebih khusus terhadap anak-anak yang memiliki kelemahan intelegensi atau disebut dengan anak-anak tuna grahita.
Komunikasi adalah bagian penting dalam menjalin hubungan sosial, baik komunikasi secara verbal maupun non verbal menjadikan seseorang akan mampu melakukan interaksi antar personal secara aktif yang pada akhirnya memberikan manfaat bagi pelakunya dalam proses hidup dan kehidupan.
Terlepas dengan jenis-jenis komunikasi, dalam banyak hal akan ditemukan suatu masalah disebabkan karena seseorang sulitnya melakukan komunikasi, bisa jadi berawal dari pengenalan pengenalan fonem maupun morfem, sintaksis maupun kosa kata yang selalu berkembang seiring dengan banyaknya bahasa serapan yang diadopsi dari bahasa asing maupun bahasa daerah di seantero jagad sosial.
Bertitik tolak dari konsep di atas, maka kemunikasi semestinya juga diajarkan, diperkenalkan, dikembangkan maupun ditingkatkan seiring dengan semakin berkembangnya hubungan sosial personal, yang awalnya hanya lingkup keluarga, selanjutnya mereka harus berhubungan dengan masyarakat yang lebih luas, yang tentu saja dibutuhkan kemampuan berkomunikasi yang tidak mudah, bahkan teramat rumit untuk ukuran anak-anak masa-masa sekolah dasar. Karena sebagaimana tersirat dalam kurikulum sekolah dasar, pengembangan bahasa dalam segi kemapuan komunikasi verbal merupakan program pokok dan indikator yang ingin dicapai selama proses pembelajaran.
Sebagai contoh, saya merupakan guru bagi anak-anak disabilitas, anak-anak berkebutuhan khusus, di mana lebih khusus tuna grahita, di mana pada anak-anak tersebut memiliki kemampuan di bawah rata-rata dengan kemampuan intelegensi yang amat rendah, bahkan jika diukur tes intelegensi hanya berada di bawah 80 sehingga besar kemungkinan anak-anak tersebut sangat rendah kemampuan berbahasa karena dipengaruhi kemampuan intelegensi dalam menangkap dan merekam informasi yang berkaitan bahasa, baik kosa kata maupun kemampuan dalam mengucapkannya.
Sebelum kita membahas lebih jauh mengenai media telpon-telponan terlebih dahulu kita pahami apa sebenarnya anak-anak tuna grahita?
Anak tuna grahita adalah anak-anak yang dapat diidentifikasi sebagai anak yang memiliki keadaaan keterbelakangan mental, keadaan ini dikenal juga retardasi mental (mental retardation). Tunagrahita sering disepadankan dengan istilah-istilah, sebagai lemah pikiran (Feeble Minded), terbelakang mental (Mentally Retarded), bodoh atau dungu (Idiot), pandir (Imbecile), tolol (Moron), oligofrenia (Oligophrenia), mampu didik (Educable), mampu latih (Trainable), ketergantungan penuh (Totally Dependent) atau butuh rawat, mental subnormal, defisit mental, defisit kognitif, cacat mental, defisiensi mental dan gangguan intelektual.
Lebih dipertegas lagi, sebagaimana menurut American Asociation on Mental Deficiency/AAMD dalam B3PTKSM, (p. 20) bahwa anak tunagrahita memiliki karakteristik intelegensinya sebagai berikut: yang meliputi fungsi intelektual umum di bawah rata-rata (Sub-average), yaitu IQ 84 ke bawah berdasarkan tes; yang muncul sebelum usia 16 tahun; yang menunjukkan hambatan dalam perilaku adaptif. Sedangkan pengertian Tunagrahita menurut Japan League for Mentally Retarded (1992: p.22) dalam B3PTKSM (p. 20-22) sebagai berikut: Fungsi intelektualnya lamban, yaitu IQ 70 kebawah berdasarkan tes inteligensi baku.Kekurangan dalam perilaku adaptif. Terjadi pada masa perkembangan, yaitu anatara masa konsepsi hingga usia 18 tahun.
Berdasarkan tingkat IQ yang rendah inilah maka perlu diberikan model-model pembelajaran yang melibatkan alat pembelajaran berupa permainan edukatif berupa pengembangan kemampuan berbahasa sejak dini, meski prosesnya lambat tapi akan memberikan dampak yang signifikan terhadap kemampuan anak dalam berkomunikasi secara verbal.
Sebagaimana yang saya sebutkan di atas, sebagai media pembelajaran berupa alat permainan edukatif, media telpon-telponan dapat menjadi salah satu media yang penting dalam pengembangan berbahasa. Meski harus tetap di bawah pengawasan dan bimbingan guru, permainan ini meransang syaraf motorik halus maupun kasar serta indera pendengaran dan tentu saja indera pengucap. Karena indera ini sangat berkaitan dengan kemampuan berbahasa.