Mohon tunggu...
M. Ali Amiruddin
M. Ali Amiruddin Mohon Tunggu... Guru - Guru SLB Negeri Metro, Ingin berbagi cerita setiap hari, terus berkarya dan bekerja, karena itu adalah ibadah.

Warga negara biasa yang selalu belajar menjadi pembelajar. Guru Penggerak Angkatan 8 Kota Metro. Tergerak, Bergerak dan Menggerakkan.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Tatkala Bahasa Indonesia Berada di Titik Nadir

23 Maret 2014   21:38 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:35 120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bahasa. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcstudio

Sebenarnya saya bukanlah seorang guru bahasa Indonesia dan bukan pula ahli bahasa, akan tetapi ketika memandang kondisi riil masyarakat Indonesia sejatinya Bahasa Indonesia seperti tak bernyali dan tak lagi dimengerti.

Semakin lama diamati secara mendalam, bahasa Indonesia sepertinya berada di titik nadir. Bahasa pemersatu ini seperti bahasa asing di negeri sendiri. Tatkala pemerintah menggembar-gemborkan tentang kurikulum wajib bahasa Inggris, saat ini sepertinya ghirah dalam menggunakan bahasa Indonesia semakin menipis. Bahkan tidak hanya di pergaulan sekolah, guru-guru dan para siswapun ketika diamati justru lebih banyak menggunakan bahasa gaul yang cenderung alay alias agak leba ditambah lagi penggunaan bahasa daerah yang keluar dari konteks tata krama yang baik.

Tidak saja semakin kehilangan harga dirinya sebagai bahasa pemersatu dan bahasa nasional kita, bahasa Indonesia sepertinya sudah dianggap ketinggalan jaman. Padahal tatkala kita melihat berkembangnya forum-forum yang dibentuk masyarakat Indonesia di luar negeri ternyata keinginan untuk mempelajari Bahasa Indonesia semakin tinggi. Tentunya karena keinginan mereka terhadap khasanah kebudayaan Indonesia yang tinggi.

Jika melihat perkembangan bahasa Indonesia pun tak kalah dibandingkan bahasa asing lainnya. Akan tetapi sayangnya justru masyarakat Indonesia sendiri mulai terserang gejala lupa, bahwa hakekatnya hanya dengan bahasa Indonesia lah Indonesia akan semakin dikenal dan diperhitungkan oleh negara lain.

Tak hanya untuk memperkenalkan Indonesia kepada negara lain, karena ruh persatuan dan kesatuan hakekatnya dimulai digunakannya bahasa Indonesia dalam kehidupan sehari-hari. Termasuk dalam lingkup masyarakat kecil, keluarga tentunya.

Jika melihat semakin tergerusnya pemahaman Bahasa Indonesia termasuk penggunaannya dalam kehidupan sehari-hari, secara tidak langsung menunjukkan bahwa saat ini masyarakat Indonesia sudah mulai enggan menggunakan bahasa sendiri. Tentu saja diawali dari sikap gengsi dan ingin menunjukkan kelihaiannya dalam berbahasa asing.

Boleh jadi karena ada kekhawatiran dianggap ketinggalan jaman atau kuno. Karena faktanya saat ini siswa-siswi sekolah sudah sangat kenyang dijejali tentang pelajaran bahasa Indonesia. Namun sayangnya dengan semakin dijejali semakin jarang mereka menggunakan bahasa Indonesia. Bahkan ketika melihat hasil evaluasi siswa rata-rata siswa SMA di Indonesia mendapatkan nilai bahasa Indonesia yang rendah.

Tidak hanya pada nilai-nilai evaluasi, pada pola prilaku berbahasa pun akhir-akhir ini semakin kehilangan jatidirinya. Sulit sekali kita temukan muda-mudi yang benar-benar menggunakan bahasa Indonesia dalam bersosialisi. Pun para tokoh, akademisi, politisi tak kalah alaynya dengan anak-anak muda jaman sekarang.

Bolehlah kita memberikan contoh, jaman dahulu para tokoh negeri ini begitu lembut dan halusnya dalam bertutur kata, sehingga kata-kata yang sebenarnya amat menusuk pun tak menyakiti pendengarnya. Akan tetapi saat ini jauh mengalami perberbedaan.  Justru ketika melihat para pemimpin negeri ini seperti tak pernah mengenal bagaimana cara mereka berkomunikasi dengan baik. Bagaimana mereka menggunakan bahasanya tersebut dengan runtut dan mudah dimengerti. Sehingga akan semakin terlihat betapa bahasa Indonesia yang sejatinya amat santun seperti dikebiri dan kehilangan makna. Lagi-lagi ketika bahasa Indonesia hanya sebatas materi di kelas. Selebihnya bahasa gaul maupun bahasa asing yang sulit dimengerti.

Kenyataan inilah sejatinya yang menjadikan tutur sapa dan cara berbicara anak negeri seperti tak memiliki pakem. Seakan-akan mereka lupa bahwa dengan berbahasa yang baik merupakan salah satu ciri bahwa seseorang tersebut memiliki pengalaman hidup yang baik. Meskipun adapula di antara kita yang menggunakan bahasanya hanya untuk mempengaruhi orang lain. Akan tetapi segi positifnya ketika siapapun menggunakan bahasa yang runtut dan baik, paling tidak orang lain akan menghargai.

Bahasa Indonesia sebagai penghubung silaturrahmi antar suku

Meskipun penulis sendiri tidak semahir para tokoh pendidikan dalam berbahasa Indonesia, tapi ketika melihat fenomena hilangnya bahasa ini dari tengah-tengah masyarakat sejatinya dimulai setelah dimunculkannya kurikulum muatan lokal, di mana rata-rata sekolah negeri atau suasta memaknai muatan lokal sebagai pembelajaran bahasa daerah. Walaupun tak keliru pula jika sekolah tersebut mengefektifkan pembelajaran bahasa daerah sebagai bagian alat berkomunikasi di lingkungannya. Akan tetapi faktanya, semahir apapun dalam berbahasa daerah, hanya orang-orang di satu daerah saja yang dapat diajak berkomunikasi. Dan akan mengalami persoalan lagi tatkala berpindah ke daerah yang berbeda. Karena tak mudah menguasai bahasa daerah tatkala melihat begitu banyaknya bahasa daerah di Indonesia.

Selain kurang tepatnya memaknai muatan lokal dengan bahasa daerah maupun bahasa asing karena muatan lokal itu sendiri adalah materi pembelajaran berbasis daerah, tidak hanya berkaitan dengan bahasa saja.

Akan tetapi, meskipun mengembangkan bahasa daerah sebagai salah satu wujud pengembangan budaya Indonesia, jika melihat semakin minimnya intensitas penggunaan bahasa Indonesia dalam kehidupan sehari-hari justru akan berbahaya bagi kelestariannya. Termasuk di dalamnya ketidak seriusan para akademisi dalam memasyarakatkan bahasa Indonesia dalam pergaulan sehari-hari. Sehingga sedikit banyak akan melupakan ide "gunakanlah bahasa Indonesia yang baik dan benar". Akan tetapi justru  bahasa yang seringkali digunakan adalah bahasa gaul bercampur dengan bahasa asing yang seringkali pula sulit dimengerti karena begitu banyak idiom-idiom asing yang digunakan.

Memang benar kata pepatah di mana bumi dipijak disitu langit dijunjung. Akan tetapi faktanya sampai saat inipun generasi muda seperti tidak berdaya. Tatkala ingin menguasai bahasa Indonesia ternyata justru dalam kehidupan sehari-hari masyarakat seringkali tidak menggunakan bahasa persatuan ini dalam kehidupan sehari-hari Karena justru mereka masih saja menggunakan bahasa daerah masing-masing dalam berkomunikasi. Sudah tentu masyarakat lain yang memiliki bahasa daerah yang berbeda pun akan mengalami kesulitan. Dampaknya tentu saja ketika bahasa Indonesia tak jua dikuasai, apalagi bahasa daerah yang jumlahnya beratus-ratus bahasa yang berbeda akan sedikit banyak menjadi awal persoalan dalam berkomunikasi dengan suku di daerah yang berbeda.

Begitu pula ketika mereka ingin menguasai bahasa asing ternyata pun tak sepenuhnya dapat dikuasai dengan sempurna. Pun dampaknya adalah sosok generasi setengah jadi, ingin meng-Indonesia tapi tak menguasai bahasa sendiri, di sisi lain ingin dianggap gaul dan profesional tapi bahasa asingpun tak jua dikuasai. Maka wajar saja sampai saat ini kesulitan terbesar generasi muda adalah mengekspresikan potensi bersama masyarakat di belahan dunia lain disebabkan lemahnya dalam berbahasa Indonesia.

Dengan kata lain, semakin rendahnya kualitas penggunaan bahasa Indonesia dalam sehari-hari akan berpengaruh pada kemampuan bersosialisasi dengan tutur kata yang baik. Karena hakekatnya dengan penggunaan bahasa yang baik dan benarlah sejatinya setiap individu dapat melakukan interaksi antar personal serta menjalin persuadaraan dengan penuh kedamaian.

Salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun