Mohon tunggu...
M. Ali Amiruddin
M. Ali Amiruddin Mohon Tunggu... Guru - Guru SLB Negeri Metro, Ingin berbagi cerita setiap hari, terus berkarya dan bekerja, karena itu adalah ibadah.

Warga negara biasa yang selalu belajar menjadi pembelajar. Guru Penggerak Angkatan 8 Kota Metro. Tergerak, Bergerak dan Menggerakkan.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Andaikan Saya Jadi Rhoma Irama, Saya Akan Legowo

4 Mei 2014   14:26 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:53 7
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Akhir-akhir ini mata saya tak mampu mengelak dari berita tentang akan didepaknya H. Rhoma Irama dari bursa pencalonan presiden oleh Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Di depaknya Bang Rhoma ini tentu saja ada pertimbangan politis dan kepentingan elit PKB terkait memang saat ini partai milik NU ini tengah melihat dan mendengarkan suara-suara masyarakat terkait tepat atau tidaknya sang maestro musik dangdut ini menjadi capres. Serta keinginan PKB yang ingin mensingkronkan konsep perjuangan PKB dalam hal ini partainya wong NU dengan mengedepankan sosok figurnya dari kalangan pesantren, seperti halnya suksesnya Gusdur menjadi presiden sedangkan beliau berasal dari pondok pesantren.

Kondisi yang serba ambigu dan tingginya permintaan publik terkait beberapa calon presiden versi dangdut lovers maupun akademisi yang juga menjadi moment sepertinya PKB lebih cenderung memilih Mahfud MD. ketimbang Bang Rhoma. Bagi pecinta dangdut mereka tentu saja akan memilih tokoh yang berjuluk satria bergitar ini, melihat sisi kepopuleran beliau di kancah musik dangdut yang notabene dianggap merakyat. Karena sebagaiaman kita melihat syair-syair lagu yang didendangkan merupakan hasil perenungan dan konsep-konsep perjuangan Bang Rhoma dalam menilai kondisi faktual bangsa Indonesia. Tentu saja penegakan hukum, menjauhkan narkotika dan minuman keras serta penegakan hukum bagi pelaku korupsi menjadi agenda utama jika beliau bisa melenggang di kursi presiden.

Namun, yang menjadi berartnya pertimbangan PKB adalah tatkala Mahfud MD. juga berkeinginan (jika tak boleh dibilang ambisius) ingin menjadi presiden. Bahkan dalam setiap perbincangan semakin mengerucut bahwa beliau benar-benar siap menjadi orang nomor satu di negeri ini. Semuanya bukan tanpa alasan, Mahfud MD. ingin melanjutkan misi Gusdur yang terbuka dan adil dalam menilai persoalan bangsa apalagi yang berkaitan perbedaan rasial di tubuh negara Indonesia. Kondisi Mahfud MD yang dianggap seide dengan Gusdur turut menjadi batu sandungan bagi Rhoma Irama karena lawan politiknya (termasuk konstituen yang mengusung Jokowi) sudah kadung terstigmatisasi terkait pandangan penyanyi dangdut ini dalam sistem politik Indonesia.

Wajar saja, di antara mereka yang mengidolakan Rhoma Irama, masyarakat non muslim tentu menjadi khawatir jika Rhoma Irama dalam berpolitik memakai sistem yang lebih saklek. Berbeda dengan Mahfud MD. yang justru dianggap lebih toleran dan terbuka terhadap perbedaan agama dan sistem politik yang akan dibangun di Indonesia. Sedikit banyak dan mudah-mudahan tidak salah sementara ini yang mendasari kebingungan PKB dalam menentukan figur yang benar-benar tepat bagi capresnya.

Akan tetapi jika melihat gerakan yang cukup rapih dari capres lain, semisal Jokowi tentu saja Rhoma Irama pun harus mengalah dulu, karena dengan sowannya Jokowi ke beberapa pesantren dan para kiyai menunjukkan bahwa PDIP benar-benar ingin membangun koalisi yang apik dengan PKB dengan mencari simpati dari kalangan warga NU khususnya warga pesantren dan para kiyai. Tentu saja sepak terjang Jokowi menjadikan Rhoma Irama semakin blingsatan dan semakin dibuat bingung melihat aksi Jokowi ini. Maka wajar saja PKB sedikit demi sedikit ingin mulai menempatkan Jokowi sebagai capres alternatif dan Mahfud MD. sebagai cawapresnya.

Ibarat sepasang capres dan cawapres yang sudah klop yang mewakili warga abangan dan warga nahdliyin. Warga PDIP dan Warga NU secara keseluruhan. Dan sepertinya ekspektasi masyarakat NU juga banyak yang akan mendukung mereka.

Tapi, memang saat ini belum bisa menjadi kesimpulan pasti lantaran H. Rhoma Irama pun akan mengajukan gugatan atas dicabutnya pencapresan dirinya dari PKB. Sebuah sikutan keras bahkan sepakan yang amat menyakitkan dari PKB karena bang Rhoma Irama merupakan tokoh yang turut membantu PKB memperoleh suara yang signifikan. Tentu saja pemilih dari kalangan pencinta dangdut atau pengidola satria bergitar.

Kondisi inilah yang justru dapat membunuh PKB dari dalam, ketika PKB berkeinginan mendepak Rhoma Irama tentu saja mereka harus berhadapan dengan pengidola Rhoma Irama tentunya. Dan ini menjadi PR berat bagi PKB untuk mendinginkan situasi hati Rhoma Irama terkait dibatalkannya pencapresan dirinya. Tentu saja dengan pendekatan ke-NU-an dengan melibatkan para tokoh NU atau para kiyai sepuh yang suaranya masih sangat didengar oleh warga NU.

Jika langkah pendekatan tidak dilakukan oleh PKB, bisa jadi Rhoma Irama plus pendukungnya akan menarik diri dari pilihannya pada PKB terutama capres dan cawapres yang diusung oleh PKB maupun partai lain yang menjadi partner partai yang berlogo bola dunia tersebut. Bahkan yang lebih mengkhawatirkan jika Rhoma Irama dan pengikutnya justru lebih memilih golput karena merasa kecewa telah dihianati oleh PKB. Semoga saja tidak terjadi.

Bagaimana Sebaiknya Rhoma Irama dalam Bersikap?

Politik memang membuat kecewa dan sakit hati, dan tidak hanya Rhoma Irama yang harus menanggung kekecewaan karena merasa sudah dihianati oleh PKB. Tapi ya itulah politik. Semua serba seperti karet, serba banyak kemungkinan yangakan terjadi dan sudah menjadi tradisi. Tapi kondisi ini tentu saja sudah diantisipasi jauh-jauh hari agar siap dengan kondisi yang benar-benar terjadi.

Begitupula dengan Rhoma Irama, bagaimanapun situasinya, politik itu penuh dengan pilihan yang mengharuskan sebuah partai berubah arah demi kepentingan politik yang lebih besar. Karena melihat suara PKB jauh dari partai lain memang saat ini meski well come dengan permintaan partai besar untuk berkoalisi. Minimal PKB tidak kehilangan moment politik dan tidak menjadikan sia-sia suara-suara yang mendukung Jokowi. Berbeda jika PKB merupakan partai mayoritas yang mendapatkan 60% suara, maka PKB akan mudah sekali memperoleh kemenangan.

Namun, sekali lagi politik itu tidak seperti membalikkan tangan, di saat PKB yang mewakili suara NU harus memilih untuk berkoalisi dengan PDI-P dalam hal ini karena figur Jokowi maka tidak salah dalam hal ini. Karena secara otomatis PKB tetap menjadi partai yang diperhitungkan dan eksis daripada PPP yang sedikit banyak mulai kehilangan massa pemilihnya. Wajar saja Hamzah Haz turun gunung dan mengatakan kesiapan partainya menjadi partner PDI-P dalam mengusung Jokowi jadi presiden.  Meskipun bargaining power PPP untuk menempatkan calonnya sebagai cawapres masih sangat sulit daripada cawapres dari PKB. Tapi itulah pihal terbaik sepertinya.

Kembali pada Rhoma Irama dan pendukungnya yang akan menarik diri dari PKB karena rasa kecewa telah dizalimi PKB. Sehingga wajar jika Rhoma Irama naik pitam karena merasa dihianati. Meskipun tak patut pula dalam alam demokrasi memaksakan kehendak secara membabi buta demi kepentingan tertentu. Karena meskipun tidak menjadi capres pun Rhoma Irama tetaplah seorang tokoh seni, maestro dangdut yang sudah mendunia.

Jika Rhoma Irama merasa dikhianati, sepatutnya PKB dalam hal ini Muhaimin Iskandar (cak Imin) pun kembali duduk bersama dengan beliau demi mendinginkan situasi panas yang kini dialami oleh Rhoma Irama dan pendukungnya. Karena jika langkah ini tidak ditempuh, jatuhnya suara terhadap Jokowi dan Mahfud MD (andaikan benar-benar jadi pasangan capres dan cawapres) akan berpengaruh pada kemenangan mereka. Kondisi ini justru akan menguntungkan kubu partai Gerindra dan partai partnernya yang ingin mengusung Prabowo Subianto sebagai capres terkuat mereka.

Menerima situasi politik dengan legowo dan atas pertimbangan lebih besar bagi bangsa dan negara karena ada pemilih lain yang tidak menyukai capres dari kalangan penyanyi dangdut dan lebih memilih seorang politisi demi mewakili aspirasi mereka di Istana negara.

Selain itu, Mahfud MD. pun sejatinya patut diapresiasi. Karena rekam jejak beliau bersih dari korupsi dan benar-benar hadir dari kalangan pesantren NU yang notabene mewakili arus bawah masyarakat Nahdliyin yang lebih menyukai jika wakil mereka dari kalangan pesantren.

Pesan saya pada Bang Rhoma, "ikhlaskan jika Bang Rhoma mesti kandas dari harapan sebagai capres, karena saat inipun ada sosok lain yang akan berjuang bersama-sama capres lain. Jangan menuruti ego dan ambisi pribadi tapi mengorbankan suara-suara bawah yang lain. Berjuang dan berdakwah dalam dunia seni sepatutnya tetap menjadi media yang paling tepat bagi Bang Rhoma demi menyampaikan misi dan visi dakwah Anda karena politik itu amat kejam dan nista jika kita tidak benar-benar menjaga dan membawa diri agar tidak terjerumus pada sikap memanfaatkan kekuasaan demi keuntungan pribadi."

Salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun