Begitupula dengan Rhoma Irama, bagaimanapun situasinya, politik itu penuh dengan pilihan yang mengharuskan sebuah partai berubah arah demi kepentingan politik yang lebih besar. Karena melihat suara PKB jauh dari partai lain memang saat ini meski well come dengan permintaan partai besar untuk berkoalisi. Minimal PKB tidak kehilangan moment politik dan tidak menjadikan sia-sia suara-suara yang mendukung Jokowi. Berbeda jika PKB merupakan partai mayoritas yang mendapatkan 60% suara, maka PKB akan mudah sekali memperoleh kemenangan.
Namun, sekali lagi politik itu tidak seperti membalikkan tangan, di saat PKB yang mewakili suara NU harus memilih untuk berkoalisi dengan PDI-P dalam hal ini karena figur Jokowi maka tidak salah dalam hal ini. Karena secara otomatis PKB tetap menjadi partai yang diperhitungkan dan eksis daripada PPP yang sedikit banyak mulai kehilangan massa pemilihnya. Wajar saja Hamzah Haz turun gunung dan mengatakan kesiapan partainya menjadi partner PDI-P dalam mengusung Jokowi jadi presiden. Meskipun bargaining power PPP untuk menempatkan calonnya sebagai cawapres masih sangat sulit daripada cawapres dari PKB. Tapi itulah pihal terbaik sepertinya.
Kembali pada Rhoma Irama dan pendukungnya yang akan menarik diri dari PKB karena rasa kecewa telah dizalimi PKB. Sehingga wajar jika Rhoma Irama naik pitam karena merasa dihianati. Meskipun tak patut pula dalam alam demokrasi memaksakan kehendak secara membabi buta demi kepentingan tertentu. Karena meskipun tidak menjadi capres pun Rhoma Irama tetaplah seorang tokoh seni, maestro dangdut yang sudah mendunia.
Jika Rhoma Irama merasa dikhianati, sepatutnya PKB dalam hal ini Muhaimin Iskandar (cak Imin) pun kembali duduk bersama dengan beliau demi mendinginkan situasi panas yang kini dialami oleh Rhoma Irama dan pendukungnya. Karena jika langkah ini tidak ditempuh, jatuhnya suara terhadap Jokowi dan Mahfud MD (andaikan benar-benar jadi pasangan capres dan cawapres) akan berpengaruh pada kemenangan mereka. Kondisi ini justru akan menguntungkan kubu partai Gerindra dan partai partnernya yang ingin mengusung Prabowo Subianto sebagai capres terkuat mereka.
Menerima situasi politik dengan legowo dan atas pertimbangan lebih besar bagi bangsa dan negara karena ada pemilih lain yang tidak menyukai capres dari kalangan penyanyi dangdut dan lebih memilih seorang politisi demi mewakili aspirasi mereka di Istana negara.
Selain itu, Mahfud MD. pun sejatinya patut diapresiasi. Karena rekam jejak beliau bersih dari korupsi dan benar-benar hadir dari kalangan pesantren NU yang notabene mewakili arus bawah masyarakat Nahdliyin yang lebih menyukai jika wakil mereka dari kalangan pesantren.
Pesan saya pada Bang Rhoma, "ikhlaskan jika Bang Rhoma mesti kandas dari harapan sebagai capres, karena saat inipun ada sosok lain yang akan berjuang bersama-sama capres lain. Jangan menuruti ego dan ambisi pribadi tapi mengorbankan suara-suara bawah yang lain. Berjuang dan berdakwah dalam dunia seni sepatutnya tetap menjadi media yang paling tepat bagi Bang Rhoma demi menyampaikan misi dan visi dakwah Anda karena politik itu amat kejam dan nista jika kita tidak benar-benar menjaga dan membawa diri agar tidak terjerumus pada sikap memanfaatkan kekuasaan demi keuntungan pribadi."
Salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H