Gambar : hamparan padi yang terlihat diserang hama tikus/ doc. pribadi
Sepertinya saya ingin melupakan sedikit pernak-pernik yang berkaitan dengan Pilpres 2014. Melupakan juga bukan bermaksud melalaikan hasil Pemilu Presiden tersebut, akan tetapi sedikit menghilangkan rasa gundah gulana akibat pro-kontra persepsi dan debat hasil penghitungan cepat versi lembaga survey di Indonesia.
Beberapa hari ini saya sengaja menengak-nengok hamparan padi di pematang sawah di desa saya, kebetulan sudah dua bulan ini para petani di desa ini mengolah sawahnya untuk ditanami padi dan jagung menjelang musim kemarau. Tepatnya musim gadu, menurut para petani di daerah ini.
Dan ketika saya semakin melihat aneka pekerjaan para petani ini, saya melihat wajah-wajah desa mereka terlihat pucat. Seperti meninggalkan beban yang berat, padahal padi-padi mereka sudah tinggal menunggu kira-kira sebulan setengah lagi memasuki masa panen. Tapi sayang sekali sumringah wajah mereka tak nampak di antara mereka. Justru kepanikan dan kekecewaan karena hamparan padi mereka ada yang sudah fuso karena dilalap si tikus liar. Bahkan ada yang sangat panik sampai-sampai pematang sawah mereka dipagari lembaran plastik, dengan harapan si hewan pengerat ini segera meninggalkan padi-padi mereka lantaran sudah diberi pagar betis.
Tapi apa nyana, meskipun pagar betis sudah diberikan untuk melindungi padi mereka, toh para tikus lapar ini semakin buas dan beringas menghabiskan hamparan padi mereka. Dalam hati saya, tak habis pikir dan tak dapat merasakan lagi bagaimana kekecewaan dan kegalauan mereka lantaran panenan yang diharapkan semakin hari semakin meranggas bahkan kering lantaran batang-batang padi yang sudah dirusak si tikus.
Saya mencoba bertanya perihal seberapa parahnya serangan tikus tersebut, para petani ini mengatakan bahwa serangan hama tikus sudah diambang batas. Sehingga mereka menyebutnya sebagai serangan yang sangat masif dan luar biasa. Bagaimana tidak, seperempat hektar sawah mereka cukup semalam saja dihabiskan oleh hewan pengerat tersebut. Sebagaimana yang disampaikan pak Miskun “parine ora sido panen lah wong dipangan tikus kabeh, entek”, katanya padinya tidak jadi panen karena sudah dimakan tikus, sudah habis semua.” Begitulah kira-kira keluhan petani sederhana ini.
Gambar : Sebagian dari tanaman padi yang dipagar dengan plastik agar tidak diserang tikus meskipun tikus masih saja menyerang/ doc. pribadi
Bahkan sudah ada berhekta-hektar hamparan padi para petani di sini tinggal batang kering yang tertinggal di hamparan sawah, lantaran bagian tengah batang padi sudah dicacah oleh tikus karena bagian ini yang paling disukai mereka.
Akibat serangan hama tikus ini, petani merugi hingga jutaan rupiah. Padahal sejatinya harapan mereka hasil panenan tersebut sedianya untuk persiapan menyambut lebaran yang semakin lama semakin mendekat serta persediaan pokok pangan mereka menjelang memasuki musim penghujan.
Serangan tikus sebenarnya sudah sejak pra tanam, yaitu tatkala para petani ini mulai menyebar bibit, gabah-gabah bibit pun dilahap sampai tak tersisa. Dan puncaknya ketika sebagian padi sudah bisa ditanam dan sudah mulai "meteng" atau hampir mengeluarkan buahnya ternyata dalam waktu semalam sudah dirusak oleh hama ini. Imbuh petani ini.
Rasa sedih dan kecewa bercampur bingung karena persediaan gabah mereka semakin menipis, sedangkan mereka harus membayar zakat dan persiapan lebaran yang juga tak bisa dilupakan.
Sejatinya serangan tikus ini pun sudah dilawan oleh para petani, ada di antara mereka yang mengobor atau melakukan pengasapan hingga mendapati puluhan ekor tikus, selain itu racun tikus pun tak kurang mereka sebar demi membunuh para perusak ini. Tapi, itulah kehidupan tikus, tatkala di musim hujan mereka mendapatkan cukup makanan, maka di musim kemarau ini mereka sangat kelaparan. Dampaknya tanaman padi yang diharapkan menjadi tumpuah kehidupan mereka harus lenyap oleh serangan hama. Bahkan serangakan tikuspun merambat pada tanaman jagung yang juga ditaman oleh sebagian petani di daerah ini.
Tidak hanya serangan tikus, karena memang saat ini saluran irigasi juga tengah diperbaiki, maka kesempatan mendapatkan air pun harus direlakan berlalu, ditambah lagi memang jatah air mereka digantikan oleh daerah lain yang juga mendapatkan jatah rutin secara bergantian.
Para petani ini tetap tabah meskipun ujian datang bertubi-tubi, tentu saja siklus kehidupan yang mengharuskan mereka melawan setiap serangan hama yang menyerang padi-padi mereka. Kalau lagi beruntung mereka akan mendapatkan sisa padi yang ditinggalkan si tikus, namun kalau lagi musibah, maka tak ada satupun buliran padi dapat mereka hasilkan. Semoga usaha mereka akan membuahkan hasil, tidak di hari ini mungkin di musim pengujan panenan mereka akan berlimpah. Semoga..
Salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H