Mohon tunggu...
M. Ali Amiruddin
M. Ali Amiruddin Mohon Tunggu... Guru - Guru SLB Negeri Metro, Ingin berbagi cerita setiap hari, terus berkarya dan bekerja, karena itu adalah ibadah.

Warga negara biasa yang selalu belajar menjadi pembelajar. Guru Penggerak Angkatan 8 Kota Metro. Tergerak, Bergerak dan Menggerakkan.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Berkaca pada Kredibilitas Saksi Gugatan Pilpres 2014

12 Agustus 2014   04:47 Diperbarui: 18 Juni 2015   03:46 618
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Tak terasa siang tadi (11/8) suasana kantor masih terlihat teman-teman seprofesi tengah konsentrasi menyimak proses sidang gugatan pilpres 2014. Sidang atas gugatan yang dilakukan oleh Prabowo-Hatta selaku pelapor terhadap KPU yang dianggap oleh capres nomor urut 1 tersebut telah melakukan kecurangan.

Dan kamipun selalu menyimak berita terkini terkait proses persidangan dan beberapa berita yang tentunya tak jauh-jauh dari persoalan hukum yang kini tengah menjadi kerja lemburan bagi KPU dan tentu saja Mahkamah Konstitusi. Sebagaimana ancaman penculikan oleh petinggi partai Gerindra yang ditujukan kepada Komisioner KPU. Tentu saja ancaman serius ini pun justru semakin menambah serius persoalan hukum. Ditambah lagi tentu saja akan bersinggungan dengan tindakan yang dianggap melanggar hukum.

Terlepas dari persoalan skunder yang kini tengah dilaporkan oleh korban ancaman tersebut kepada Mabes Polri, saya dan kawan-kawan masih saja mencermati beberapa pernyataan Saksi dari penggugat yang justru terlihat tidak kredibel dan jauh dari kesan profesional. Entah apakah karena mereka baru pertama kali berhadapan dengan persoalan gugat menggugat jadi agak grogi (down) atau memang kapasitas intelektual dan pengalaman dalam hal pelaporan dugaan kecurangan yang tidak mereka kuasai. Jadi ketika menyimak secara serius adakalanya pernyataan dari saksi-saksi tersebut terkesan tidak dipersiapkan dan terkesan mengada-ada.

Saya mencoba mengambil beberapa pernyatan dari saksi tentang alamat dimana dugaan adanya beberapa kepala desa agar mengerahkan warganya ternyata saksi tidak bisa menyebutkan dan menjelaskan secara rinci. Bahkan beliau hanya menyebutkan "saya tidak tahu nama jalannya", bahkan para saksi pun mengatakan bahwa sangkaan tersebut bukan atas pengetahuan sendiri, akan tetapi berdasarkan laporan seseorang yang tentu saja amat diragukan keabsahannya.

Dalam hal gugatan hukum selain harus menyiapkan bukti-bukti otentik yang diperoleh sendiri oleh para saksi maupun korban, tidak diambil dari media cetak atau media pemberitaan sejenis dan dijadikan dokumen bukti. Sehingga pantas saja disebut sebagai kumpulan brita dan gambar (kliping) dari berbagai media. Sedangkan agar bukti tersebut akurat semestinya merupakan dokumentasi atau rekaman langsung dari korban maupun saksi. Dan saksi tersebutlah yang harus melaporkan kasus intimidasi maupun kecurangan di TPS maupun di tempat lain yang tujuannya ingin memenangkan salah satu calon.

Jika saksi hanya memberikan keterangan berdasarkan "katanya" atau dia peroleh dari mendengar aduan orang lain, tentu saja saksi tersebut dianggap mengada-ada dan boleh jadi informasi tersebut tidak seperti yang sebenarnya terjadi. Wajar saja jika hakim MK dapat mengacuhkan atau menganggap keterangan dan bukti "kliping" tersebut tidak dapat dijadikan dasar penguat gugatan hukum tersebut.

Bahkan tidak hanya isi kliping yang disodorkan yang tidak faktual, karena sepertinya para saksi bukan sosok yang profesional karena dalam menjawab pertanyaan hakim pun terkesan tidak konsisten. Wajar pula jika para hakim menganggap laporan dan kesaksian dari para saksi sangat tidak akurat dan tidak layak dijadikan penujang sebuah gugatan.

Tidak hanya para saksi yang terlihat gugup dan kurang menguasai persoalan, sepertinya proses seleksi saksi yang menyisakan 25 orang tersebut kurang dapat memberatkan dugaan kecurangan oleh KPU. Tentu saja menjadi tamparan keras bagi tim seleksi kenapa mereka tidak memilih para saksi yang benar-benar dapat dipercaya.

Melihat Saksi Gugatan Pilpres dan Saksi di TPS

Jika melihat lebih jauh tentang ketidak profesionalan saksi dari kubu Prabowo-Hatta tersebut, sejenak kita dapat kembali mengamati atau sekedar mengingat-ingat beberapa kejadian dan fakta yang sangat mengejutkan bahwa hingga proses pemungutan suara Pilpres 2014 ternyata Partai-partai dan Capres-cawapres yang hendak berkompetisi tidak mempersiapkan saksi-saksi mereka yang kredibel dan kapabel. Seperti halnya di beberapa TPS termasuk di TPS di daerah penulis yang ternyata jauh dari kesan profesional. Menulis jumlah suara masing-masing capres-cawapres di TPS di TPSnya saja sudah salah dan dipenuhi corat-coretan sehingga terkesan penuh dengan rekayasan. Bahkan di antara formulir C1 yang dikirimkan ke KPU Pusat pun ada di antara dokumen tersebut yang diragukan keabsahannya lantaran cara penulisan yang terlihat tidak rapih.

Persoalannya adalah bukan hanya kemampuan menghitung angka yang dianggap sepele tapi berkaitan dengan akuntabilitas dari masing-masing dokumen yang semuanya akan direkapitulasi secara nasional. Bahkan persoalan lemahnya SDM tidak hanya pada saksi selaku pemegang formulir C1 karena PPS sendiri banyak yang kurang profesional. Meskipun kesalahan tersebut bisa saja disengaja atau tidak disengaja lantaran kondisi fisik yang menerpa panitia pemungutan suara di daerah. Akan tetapi persoalan pokok di TPS, PPK dan KPU propinsi juga akan sangat berkaitan pada keakuratan datanya ketika sudah direkap di KPU Pusat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun