Â
Ketika pertama kali menginjakkan kaki di kawasan Gunung Leuser, saya tidak bisa menahan kekaguman melihat keindahan alam yang melimpah. Pepohonan rimbun, suara burung berkicau, dan udara segar memberi kesan seolah saya telah memasuki dunia lain.Â
Namun, di balik pesona itu, tersimpan tantangan besar: bagaimana menjaga keanekaragaman hayati sambil mendorong keberlanjutan ekonomi di kawasan ini?
Pengalaman saya berkunjung ke Gunung Leuser memberi perspektif baru tentang pentingnya menjaga keseimbangan antara pelestarian lingkungan dan kebutuhan ekonomi lokal. Satu momen yang sangat membekas dalam ingatan saya adalah ketika saya berkesempatan berbincang dengan para petani di sekitar kawasan.Â
Mereka bercerita tentang bagaimana kegiatan pertanian dan perkebunan sering kali bertentangan dengan upaya pelestarian. Misalnya, ketika mereka memutuskan untuk membuka lahan baru, dampaknya bisa merusak habitat satwa liar yang menjadi bagian dari ekosistem.
Saya ingat betul bagaimana seorang petani mengungkapkan frustrasinya. Dia berkata, "Kami butuh uang untuk keluarga kami. Tapi kami juga tahu bahwa jika kami terus menebang hutan, kami akan kehilangan semua yang kami cintai di sini."Â
Dari obrolan ini, saya menyadari bahwa keputusan yang mereka buat tidak pernah sederhana. Mereka berhadapan dengan dilema antara tradisi dan kebutuhan untuk beradaptasi dengan tuntutan ekonomi yang terus berubah.
Salah satu solusi yang muncul dari diskusi itu adalah penerapan praktik pertanian berkelanjutan. Dengan metode seperti agroforestri, petani dapat tetap bercocok tanam sambil menjaga hutan. Saya teringat saat melihat satu keluarga petani menerapkan teknik ini, mereka menanam pohon di antara lahan pertanian mereka.Â
Hasilnya? Bukan hanya keanekaragaman hayati yang terjaga, tetapi juga peningkatan hasil panen. Ini adalah contoh nyata bahwa ekonomi dan lingkungan dapat berjalan seiring, bukan saling menghancurkan.
Namun, pelaksanaan praktik seperti ini tidak semudah membalikkan telapak tangan. Banyak petani yang tidak memiliki pengetahuan atau akses ke sumber daya yang diperlukan untuk beralih ke metode berkelanjutan.Â
Di sinilah peran pemerintah dan organisasi non-pemerintah menjadi sangat penting. Mereka harus memberikan edukasi dan dukungan finansial untuk membantu masyarakat lokal bertransisi ke praktik yang lebih ramah lingkungan.
Kembali ke pengalaman saya, ada satu titik terang yang saya temukan. Saat saya mendengar tentang proyek ekowisata yang mulai berkembang di kawasan tersebut, saya merasa optimis. Dengan mengundang wisatawan untuk menikmati keindahan Gunung Leuser, masyarakat lokal dapat menghasilkan pendapatan tanpa harus merusak lingkungan.Â
Dalam hal ini, semua orang dapat merasa diuntungkan---para pelancong mendapatkan pengalaman luar biasa, sementara penduduk setempat mendapatkan peluang ekonomi baru.
Namun, hal ini juga membawa tantangan baru. Mengelola pariwisata dengan bijaksana adalah kunci agar tidak menjadi bumerang bagi keanekaragaman hayati. Kebijakan yang tepat harus diterapkan untuk memastikan bahwa jumlah pengunjung tidak mengganggu ekosistem yang rapuh ini.
Dari semua pengalaman ini, saya belajar bahwa pelestarian lingkungan dan keberlanjutan ekonomi bukanlah pilihan yang saling bertentangan, tetapi harus menjadi bagian dari satu kesatuan.Â
Kita perlu merangkul ide-ide baru dan inovatif untuk menciptakan masa depan yang lebih baik bagi semua, baik bagi masyarakat lokal maupun bagi keanekaragaman hayati yang sangat berharga.
 Jika kita bisa menemukan cara untuk menjaga hutan dan satwa liar di dalamnya, sambil memberi kesempatan kepada manusia untuk hidup dengan sejahtera, maka Gunung Leuser bisa menjadi contoh cemerlang bagi dunia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H