Mohon tunggu...
Amalia Hamidah
Amalia Hamidah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi S1 Fakultas Hukum - Universitas Airlangga

Seorang opurtunis yang gemar membaca

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Pidana Mati: Balas Dendam yang Dilindungi Hukum

13 Juni 2024   10:35 Diperbarui: 13 Juni 2024   11:46 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Eksistensi hukuman pidana mati di Indonesia merupakan salah satu topik yang paling kontroversial dalam diskusi hukum dan hak asasi manusia. Hukuman mati dianggap sebagai bentuk hukuman paling ekstrem karena melibatkan pencabutan nyawa seseorang oleh negara. Pendukung hukuman mati berargumen bahwa hukuman ini diperlukan untuk memberikan efek jera bagi pelaku kejahatan berat seperti pembunuhan berencana, terorisme, dan narkotika dalam jumlah besar, serta untuk memberikan rasa keadilan bagi korban dan keluarganya. 

Namun, penentang hukuman mati menganggap bahwa praktik ini melanggar hak asasi manusia yang paling fundamental, yaitu hak untuk hidup, serta berpotensi terjadi kesalahan yudisial yang tidak dapat diperbaiki. Selain itu, mereka menyoroti bahwa tidak ada bukti empiris yang kuat bahwa hukuman mati lebih efektif dalam menekan angka kriminalitas dibandingkan dengan hukuman penjara seumur hidup. 

Perdebatan ini diperparah oleh pandangan moral, etika, dan religius yang berbeda-beda di kalangan masyarakat Indonesia, sehingga membuat isu ini tetap menjadi perdebatan hangat di ranah publik dan akademik.

Keberatan yang paling dirasakan secara umum terhadap penerapan hukuman mati adalah bahwa pelaksanaan hukuman ini tidak dapat diperbaiki lagi apabila di kemudian hari terbukti bahwa putusan tersebut dijatuhkan berdasarkan kekeliruan atau keterangan yang tidak benar. 

Dalam sistem peradilan pidana, kesalahan yudisial bisa terjadi karena berbagai faktor, termasuk bukti yang salah, kesaksian palsu, atau bias yang tidak terdeteksi. Kesalahan ini menjadi sangat kritis ketika menyangkut hukuman mati karena sifatnya yang final dan tidak dapat dibatalkan. 

Begitu hukuman mati dilaksanakan, nyawa terpidana tidak dapat dikembalikan, meskipun kemudian ditemukan bukti baru yang menunjukkan ketidakbersalahannya. Kekhawatiran ini diperkuat oleh banyaknya kasus di berbagai negara di mana terpidana mati dibebaskan setelah bukti yang memberatkan mereka terbukti tidak akurat. 

Oleh karena itu, risiko ini menimbulkan kecemasan yang besar dan menjadi argumen kuat bagi para penentang hukuman mati yang memperjuangkan moratorium atau penghapusan hukuman tersebut, menekankan pentingnya sistem peradilan yang adil dan bebas dari kesalahan untuk melindungi hak-hak fundamental individu.

Di beberapa negara, hukuman mati sudah dihapuskan dengan alasan bahwa pidana mati tidak memberikan kesempatan bagi pelaku untuk memperbaiki diri dan reintegrasi ke dalam masyarakat. 

Negara-negara tersebut berpendapat bahwa sistem peradilan pidana seharusnya tidak hanya berfokus pada penghukuman, tetapi juga pada rehabilitasi dan pemulihan. Hukuman mati mengakhiri setiap kemungkinan bagi terpidana untuk menyesali perbuatannya, belajar dari kesalahan, dan berkontribusi positif di masa depan. 

Selain itu, proses peradilan yang memperpanjang hidup terpidana dalam penjara memberikan waktu untuk evaluasi ulang, memungkinkan penggunaan program rehabilitasi, pendidikan, dan konseling yang dapat mengubah perilaku mereka. Pendekatan ini juga mencerminkan pandangan bahwa setiap individu memiliki potensi untuk berubah dan layak mendapatkan kesempatan kedua. 

Dengan demikian, negara-negara yang telah menghapus hukuman mati percaya bahwa sistem penegakan hukum yang manusiawi dan berbasis rehabilitasi lebih efektif dalam menciptakan masyarakat yang adil dan aman dibandingkan dengan hukuman yang bersifat final dan irreversible.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun