Mohon tunggu...
Adi Prima
Adi Prima Mohon Tunggu... Administrasi - Photojournalist

Saya adalah seorang freelance photojournalist di Sumatera Barat, memotret satwa-satwa dilindungi, benda bersejarah, tokoh- tokoh besar dan keindahan bentangan alam, adalah kegemaran saya.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Peselancar Pilih Mentawai Daripada Bali

26 Maret 2017   15:13 Diperbarui: 27 Maret 2017   00:00 654
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lobster, hasil alam Desa Bosua (foto Adi Prima)

Mentawai. Enam tahun pasca gempa bumi dan tsunami yang melanda Kepulauan Mentawai. Desa Bosua, Desa yang berada di paling ujung pulau Sipora, merupakan salah satu desa yang ikut diterjang oleh gelombang laut tsunami pada malam hari tanggal 26 October tahun 2010 yang lalu. Warga Desa menitikan air mata untuk sanak saudara yang ikut menjadi korban. Belajar dari pengalaman yang diberikan oleh alam, perlahan masyarakat mulai bangkit, dan menata kehidupan yang lebih baik.

                                                                                                     

Distribusi bantuan, Pasca Tsunami Tahun 2010 ( foto Adi Prima)
Distribusi bantuan, Pasca Tsunami Tahun 2010 ( foto Adi Prima)
Geliat Masyarakat Mulai Terasa

Ivent surfing international hampir menjadi ajang tahunan di Desa Bosua. Ombak besar dan pantai pasir putih menjadi magnet utama bagi pecinta pantai untuk datang ke Bosua. Disini, ada beberapa titik ombak untuk berselancar, mulai dari ombak untuk pemula yang ingin belajar, sampai ombak kelas dunia yang hanya bisa di mainkan oleh professional Surfer. Penginapan-penginapan atau Homestay mulai tumbuh bak jamur. Pemburu ombak mana yang tidak akan datang untuk berkunjung, sajian pasir putih terhampar hampir di sepanjang bibir pantai.

Pada roda perekonomian masyarakat, cengkeh, kopra dan lobster, adalah beberapa contoh hasil ladang dan laut yang ada di Desa Bosua. Dengan potensi dan hasil alam yang ada, sepertinya hanya menunggu waktu, Desa ini kelak akan di juluki Desa Wisata Internasional.

Lobster, hasil alam Desa Bosua (foto Adi Prima)
Lobster, hasil alam Desa Bosua (foto Adi Prima)

Banyak alternative perjalanan untuk menuju Desa Bosua, jika kita berangkat dari pelabuhan muara Padang, perjalan laut lebih kurang 3 jam dengan kapal cepat akan mengantar kita kedermaga Sioban. Di Sioban, boat carter atau motor ojek pengantar banyak tersedia untuk mengantar ke Desa Bosua. Pilihan transportasi bisa disesuaikan dengan budget pengunjung. Alternatife lain, jika berangkat dari Ibukota kabupaten Tuapeijat, kapal antar Pulau yang disediakan oleh pemda Mentawai juga cukup ‘ramah’ dikantong. Tips tambahan, Pastikan anda membawa pakian renang jika berkunjung ke Desa Bosua, rugu tidak menyebur kelaut Bosua.

Dermaga Sioban, suasana bongkar muat ( foto Adi Prima)
Dermaga Sioban, suasana bongkar muat ( foto Adi Prima)

Peselancar Pilih Mentawai Daripada Bali

Santai, peselancar menikmati perjalanan laut menuju Mentawai ( foto : Adi Prima)
Santai, peselancar menikmati perjalanan laut menuju Mentawai ( foto : Adi Prima)
Tim Orr (39), warga Negara Australia ini menyatakan, Ia lebih memilih Mentawai daripada Bali untuk memuaskan hobi berselancar dan memancing yang digemarinya. "Menurutnya, Mentawai tidak terlalu ramai seperti tempat lainnya." 

Tim beserta rekanya, terlihat begitu santai dan benar-benar menikmati pemandangan laut selama perjalanan Padang ke Mentawai. “Ini adalah perjalan pertama saya ke Indonesia, dan saya lebih memilih Mentawai untuk berlibur ketimbang Bali. Saya akan menghabiskan waktu sampai satu minggu kedepan,” ucapnya pada Senin (13/3).

Meskipun saat ini Pemda Kepulauan Mentawai melakukan penarikan retribusi kepada tamu-tamu selancar, terbukti ini tidak mempengaruhi minat para peselancar untuk berkunjung dan merasakan sensasi ombak Mentawai yang digadang-gadang sebagi nomor dua terbaik setelah ombak Hawaii. Dimintai pendapat mengenai adanya retribusi khusus untuk tamu-tamu selancar/surfing ini, Tim menyatakan Ia secara pribadi sama sekali tidak keberatan dengan adanya retribusi ini. Selama itu bermanfaat dan mendatangkan keuntungan bagi warga lokal dan Mentawai, sepertinya para tamu tidak akan keberatan.

“Retribusi khusus dari peselancar, kedepan akan digunakan untuk pengembangan kepariwisataan di Kepulauan Mentawai. Salah satu contohnya, pengembangan desa wisata di Desa Mapadegat, Sipora, yang dilakukan tahun ini. Salah satu sumber pendanaanya berasal dari retribusi tersebut. Penarikan retribusi juga digunakan untuk sosialisasi dan pemberdayaan kelompok-kelompok sadar wisata kepada masyarakat yang berada di titik-titik selancar. Sadar wisata memang menjadi agenda utama,” ucap Desti Seminora selaku Kepala Dinas Kebudayaan Pariwisata Pemuda dan Olahraga Mentawai.

Kabupaten Kepulauan Mentawai memang sangat familiar di dunia internasional, khusunya bagi para peselancar. Ratusan spot untuk berselancar, menjadi magnet tersendiri. Selain itu, kekayaan bawah laut, pesisir pantainya nan putih, ditambah tradisi masyarakat yang masih bertahan hingga saat ini, memang menjadi perpaduan sempurna untuk didatangi. Bagi traveler yang penasaran, silahkan ataur jadwal untuk berkunjung ke Mentawai. Malainge Mentawai!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun