Mohon tunggu...
Maksimus Abi
Maksimus Abi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Sekolah Tinggi Filsafat dan Teologi, Widya Sasana, Malang

Pernahkah kita melupakan kenanagan? Tetapi kita telah melupakan Tuhan!

Selanjutnya

Tutup

Book

Keutamaan-keutamaan Hidup Manusia

10 Oktober 2022   21:26 Diperbarui: 10 Oktober 2022   21:34 256
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Book. Sumber ilustrasi: Freepik

Dengan bertanya pada diri sendiri, manusia dihantar pada suatu kesadaran. Sebab, pada tahap ini orang akan mampu melihat alam sebagai "sesuatu" secara objektif. Selain itu, orang akan masuk pada relasi aku-engkau, dengan alam sebagai sahabat. Persahabatan tersebut terjalin karena ada kesadaran dengan logika yang berbeda, engkau bukan objek. Relasi itu adalah sebuah relasi komunikatif. 

Buber bukan ingin menjelaskan relasi "aku-engkau" dalam perspektif psikologi, melainkan fenomenologis. Di sini alam dipandang sebagai "aku yang lain" yang semakin penuh. Kebersamaan baru yang sangat intens dalam beberapa pengertian dapat disebut persahabatan. Persahabatan pada level tertinggi tidak memiliki keterarahan satu sama lain. 

Persahabatan bukan untuk saling menyukakan, melainkan "aku bersama-sama"- aku (manusia) dan alam (aku yang lain), saling memberi dalam peziarahan menuju Sang Sahabat sejati, Tuhanku. Ketika orang telah memasuki persahabatan ini- aku dan alam- kehidupan menjadi sungguh bermakna. Alam memberikan kehidupan padaku. Sebab, alam adalah kehidupan itu, yang menuntun manusia untuk melihat dan mengarahkan hati menuju Sang Kehidupan itu sendiri. Alam bak gambaran nyata kehidupan yang abadi.

Remah &Daun Kering

Menjadi Pribadi yang Rendah Hati (A1-A15)

Orang menjadi rendah hati bukan semata kreativitas dan usahanya. Melainkan pertama-tama merupakan anugerah dari Allah. Mencapai kerendahan hati tidak seperti orang pergi berbelanja di swalayan, ambil barang, bayar lalu pulang. Menjadi rendah butuh waktu dan latihan terus menerus, sepanjang hidup. Menjadi rendah hati bukan soal merasa lega atau puas dengan pencapaian diri sendiri. Tidak juga sekadar memilki perilaku yang santun akan tetapi kerendahan hati hanya diperoleh dengan menjadi pembelajar yang ulet. Dalam hal ini kerendahan hati tidak dipandang sebagai sebuah cita-cita pribadi melainkan seperti yang dicita-citakan Tuhan. 

Kerendahan hati diibaratkan seperti mendaki gunung yang tidak memilki "puncak". Akan digapai hanya melalui ketekunan yang berlangsung sepanjang hidup. Sekolah yang tiada pernah berkahir hingga akhir hayat. Maka, tidak dapat dirasakan sebagai suatu penggapaian seketika. Kerendahan hati adalah perkara hati yang senantiasa bergumul dengan aneka pengalaman hidup sehari-hari. Halnya tidak dapat disamakan begitu saja dengan perilaku sopan atau tata krama. Walaupun, pada umumnya orang mengatakan itu sebagai kerendahan hati. Sebab, jika demikian orang akan merasa puas dengan diri sendiri. Hal ini justru membawanya pada kepalsuan belaka.

Komentar

Menjadi pribadi yang rendah hati adalah hasrat semua orang. Namun, apakah semua orang dapat menggapainya? Acap kali orang berpikiran menjadi pribadi yang hati tentu mudah saja. Anggapan ini dengan alasan yang penting baik dihadapan orang lain. Ketika terjebak pada gagasan ini, orang jatuh dalan suatu sikap yang "suam-suam kuku", mencari aman saja. Orang akan tinggal dalam zona nyaman "status quo". 

Kisah Ayub dapat dijadikan teladan hidup agar menjadi pribadi yang rendah hati. Sabda Tuhan menyatakan "Allah merendahkan orang yang angkuh tetapi menyelamatkan orang yang menundukkan kepala" (Ayb. 22:29). Apa yang mau ditegaskan di sini ialah bahwa usaha yang hanya didasarkan pada kekuatan manusia saja, justru mengantar orang pada kepongahan. Orang akan menjadi angkuh dan memegahkan diri. 

Menjadi pribadi yang rendah hati berarti tidak memegahkan diri atas segala sesuatu yang digapai. Yesus berkata: "Barangsiapa merendahkan diri dan menjadi seperti anak kecil ini, dialah yang terbesar dalam Kerajaan Surga" (Mat.18:4). Analogi tersebut mau menunjukkan kepada orang bahwa menjadi seperti "anak kecil" adalah cara orang mencapai pribadi yang rendah hati. Orang dapat membayangkan bagaimana "anak kecil" itu selalu tampil apa adanya. Menjadi pribadi yang rendah hati tidak serta merta diraih. Ada sebuah proses yang panjang dan membutuhkan ketekunan. Sampai tahap ini pun orang tidak boleh bermegah sebab semuanya itu adalah anugerah dari Allah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun