Dikatakan bahwa Tuhan adalah konstruksi hidup manusia berarti Ia yang senantiasa membangun dan mengarahkan hidup manusia pada kebenaran. Dengan mencintai kebenaran, hidup manusia selalu terarah kepada perdamaian. Bukan seperti ideologi-ideologi yang sempit yang mengubah tatanan hidup manusia. Salah satu contoh ideologi yang mengubah tatanan sosial manusia adalah ideologi yang berkedok kebebasan dan agamis. Manusia hidup dan berkembang melalui kebudayaan yang dibangun dalam kelompok masyarakatnya. Hal ini tentu menjadi wadah bagi berkembangnya "tradisi besar" yakni Tuhan pun hadir menyejarah dalam budaya manusia.Â
Artinya apa yang menjadi pergulatan manusia adalah pergumulan Tuhan juga setiap waktu. Tuhan sebagai "konstruksi" hidup manusia berarti Ia senantiasa membawa manusia kepada suatu kehidupan yang harmonis. Jadi, kalau manusia tidak berlaku adil terhadap sesamanya bukan berarti Tuhan hanya menonton. Tetapi, Tuhan senantiasa bergandengan tangan dan menyejarah bersama kaum tertindas. Ia justru dapat ditemukan pada orang-orang yang berusaha memperjuangkan keadilan dan kedamaian. Apabila ada orang yang mengklaim bahwa ia berperang untuk Tuhan itu sama sekali bukanlah suatu kebenaran. Sebab, Tuhan senantiasa berpihak pada penderitaan dan kaum tertindas.
KomentarÂ
Berangkat dari kenyataan bahwa hidup manusia dewasa ini direduksi pada periferi kehidupan. Kehidupan yang tidak mendalam. Hal ini terjadi bukan hanya di satu wilayah atau segelintir orang. Justru kenyataan ini merongrong manusia pada umumnya di berbagai belahan dunia. Namun, Tuhan tidak diam dan menjadi penonton. Ia justru terus berkarya untuk mengarahkan manusia pada kebenaran dan kebebasan. Bicara mengenai kedua hal tersebut, pertama-tama perlu diketahui bahwa kebenaran dan kebebasan adalah  pertalian yang utuh. Kebenaran hendak memberikan penerangan kepada kebebasan yang mengiringinya.Â
Kebenaran menjadi pandunya, yang menunjukkan jalan agar orang menjadi dirinya sendiri bersama dengan orang lain. Manusia harus tahu ke arah mana ia mengembangkan kebebasannya, apa yang harus dipilih, dan apa yang "baik" dalam situasinya yang konkret, dan karenanya berharga baginya, atau "jahat" maka dilarang. Artinya hidup dalam kebebasan yang dituntun oleh kebenaran sehingga mewujudkan diri secara konsekuen. Walaupun begitu kebenaran tidak memaksa.Â
Kebebasan selalu diberi kesempatan oleh kebenaran untuk memilih. Pada tataran ini, manusia hidup dalam kebebasan. Sehingga mansuia dapat menyebut diri sebagai "aku", mengandaikan bahwa ia hadir pada diri sendiri. Maka, kesadaran ini disebut sebagai penyelenggaraan Tuhan atas hidup manusia. Ia senantiasa berkarya untuk membangun setiap individu pada kebenaran dan kebebasan. Tuhan yang berkarya dalam hidup manusia mengarahkan manusia pada kesadaran bahwa ia hidup sebagai "keterbukaan bagi "dunia", "sesama manusia", dan "Allah".Â
Alam Semesta adalah Kehidupan (hlm. 28-38)
Filosof Heidegger menyebut Tuhan dan alam semesta tidak terkecuali manusia merupakan sentral filsafat. Hal ini sudah berlaku sejak zaman filsafat kuno. Para filosof Yunani Kuno memandang alam semesta sebagai pencetus kehidupan manusia. Kesadaran ini membuat mereka tidak hanya berdecak kagum pada keindahan yang disuguhkan oleh alam. Akan tetapi, lebih dari itu ada sebuah kesadaran untuk mencari tahu siapa yang menciptakan keindahan tersebut. Berangkat dari kesadaran itu, muncul pernyataan bahwa alam adalah dinamika kesempurnaan hidup manusia itu sendiri. Alam menjadi "hukum" kehidupan. Atau sering dikenal dengan istilah "seleksi alam" pada hidup manusia.Â
Namun, adalah ironi bahwa alam yang menjadi ruang, tempat tinggal manusia, semakin hari semakin tidak dihargai. Alam telah diperkosa oleh keserakahan manusia zaman ini. Demi kemajuan, alam menjadi sasaran empuk, yang dieksploitasi habis-habisan. Kini kerusakan alam telah mencapai ranah yang parah dan mengawatirkan. Lantas manusia seoalah menjadi buta. Dengan demikian, alam terus digerogoti tanpa ampun. Walaupun demikian, ada pula manusia yang menyadari bahwa alam adalah ibu yang memiliki segalanya untuk manusia "anaknya", ia merupakan sebuah tata kesempurnaan. Maka, penyatuan manusia dengan alam adalah wujud keluhuran warisan mentalitas itu sendiri.
Komentar
Mengapa alam disebut sebagai kehidupan? Pertanyaan ini menghantar orang untuk menengok para filosof awali. Meraka  melihat segala sesuatu yang ada adalah berasal dari alam. Alam yang memberikan kehidupan bagi manusia. Ketika manusia menyadari hakikat adanya di semesta ini, ia mampu berinteraksi dengan alam dan menciptakan kehidupan yang harmonis. Teks di atas mengajak setiap orang untuk introspeksi diri. Bagaimana kehadiran aku sebagai manusia yang berakal budi? Apa sumbangsihku kepada alam yang memberikan kehidupan?Â