Sudah banyak korban yang kau campakkan
Dulu aku hampir saja menjadi salah satunya
Beruntung aku diselamatkan oleh malaikat tak bersayap
Iman siapa yang kuat, berpaling dari kata-kata manis seperti sihir yang menghipnotis
Setiap aksara yang keluar dari mulutmu terbungkus seperti bualan cukong
Mereka yang termakan rayuan mautmu akhirnya benar-benar jatuh ke dalam jurang nestapa
Setelah itu kau tinggalkan mereka tanpa beban dan dosa
Kau duduk di atas singgasana kepalsuan dengan sombong
Matamu melotot tajam seolah kau yang teraniaya
Bibirmu menyeringai seakan meratapi kehilangan
Dahimu mengkerut seolah kenyang dengan penderitaan
Dan kaupun tertawa, bernyanyi di atas dukanya
Seakan kau tak memiliki hati untuk bisa sedikit merasakan kesedihannya
Hei... ternyata aku lupa, sudah bertanya kepada seorang penipu apakah dia punya hati?
Jika kau punya hati mungkin tak sesatan itu perilakumu
Hai... kau penipu!
ya, kau!
Mengapa kau menoleh kebelakang?
Apakah kebiasaanmu selalu berpaling?
Apakah saya salah menuduhmu kalau hatimu terbuat dari batu?
Jika Tuhan memang memberimu mata, lihat semua akibat dari dosamu!
Bisakah kau mendengar rintihan sukma yang menyayat setiap detik
Wahai kau para penipu
Kapankah kau menyadarinya bahwa kau adalah penipu
Yang akibat dari sepak terjangmu adalah nestapa
Jika kau tahu ketika mereka berdoa untukmu
Maka bumi akan ikut runtuh menimpamu
Tapi mereka sadar mereka bukanlah dirimu
Semoga kau cepat sadar
Wahai penipu.
Rabu, 7 Desember 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H