Gagasan Analisis Wacana Kritis (AWK) Pada Treaty Shopping
Analisis Wacana Kritis (Critical Discourse Analysis atau CDA) pada fenomena treaty shopping bertujuan untuk mengungkap bagaimana kekuasaan, ideologi, dan praktik-praktik diskursif mempengaruhi dan membentuk pemanfaatan perjanjian pajak internasional oleh entitas multinasional. Melalui CDA, kita dapat menganalisis bahasa dan struktur teks dalam perjanjian pajak untuk memahami bagaimana istilah dan ketentuan dirancang sedemikian rupa sehingga memungkinkan perusahaan untuk memanfaatkan celah hukum demi mengurangi kewajiban pajak mereka. Praktik ini sering kali mencerminkan dan memperkuat ketidakseimbangan kekuasaan antara negara maju dan negara berkembang, di mana negara-negara dengan sumber daya hukum yang lebih sedikit mungkin tidak mampu mengatasi kompleksitas perjanjian yang dieksploitasi. Selain itu, ideologi neoliberal yang mendukung pengurangan pajak dan deregulasi sering kali menjadi dasar dari ketentuan-ketentuan ini, yang lebih menguntungkan entitas bisnis besar daripada masyarakat umum. Dengan demikian, CDA dapat mengungkap bagaimana bahasa dan praktik diskursif dalam treaty shopping tidak hanya mempengaruhi distribusi pendapatan pajak secara global tetapi juga memperkuat struktur kekuasaan dan ideologi tertentu yang mendukung kepentingan ekonomi elit.
Gagasan Analisis Wacana Kritis (AWK) Pada Penghindaran Pajak Berganda
Analisis Wacana Kritis (Critical Discourse Analysis atau CDA) pada penghindaran pajak berganda bertujuan untuk mengungkap bagaimana bahasa dan praktik diskursif dalam perjanjian pajak internasional mencerminkan dan memperkuat hubungan kekuasaan serta ideologi tertentu. Penghindaran pajak berganda, yang bertujuan untuk mencegah perusahaan atau individu dikenakan pajak di lebih dari satu yurisdiksi, sering kali disusun dengan terminologi teknis dan legal yang kompleks. CDA memungkinkan kita untuk menganalisis bagaimana istilah-istilah ini digunakan untuk menciptakan ketentuan yang bisa dieksploitasi oleh entitas bisnis besar untuk mengurangi kewajiban pajak mereka secara sah. Melalui CDA, kita dapat melihat bagaimana teks perjanjian ini mungkin lebih menguntungkan negara-negara maju yang memiliki pengaruh besar dalam perundingan, sementara negara berkembang mungkin menerima manfaat yang lebih sedikit. Selain itu, ideologi neoliberal yang mendasari banyak perjanjian ini sering kali mendukung pengurangan pajak dan investasi asing, yang dapat mengorbankan keadilan pajak dan pendapatan negara untuk pembangunan sosial. Dengan mengungkap dinamika ini, CDA membantu kita memahami dampak sosial dan ekonomi dari penghindaran pajak berganda serta mendorong reformasi kebijakan untuk menciptakan sistem perpajakan yang lebih adil dan berkelanjutan.
Analisis Wacana Kritis pada Treaty Shopping dengan Pendekatan Paul-Michel Foucault
Foucault memandang wacana sebagai sarana melalui mana kekuasaan dan pengetahuan terstruktur dan berfungsi dalam masyarakat. Menurut Foucault, kekuasaan tidak hanya dimiliki oleh individu atau kelompok tertentu tetapi tersebar melalui jaringan hubungan sosial dan institusi. Wacana mengatur apa yang dianggap sebagai kebenaran dan bagaimana kebenaran tersebut diproduksi dan dipertahankan.
Langkah-langkah Analisis:
a. Identifikasi Wacana Dominan, Identifikasi wacana dominan yang digunakan dalam treaty shopping. Contohnya:
- Wacana Ekonomi: Argumen tentang efisiensi ekonomi, daya saing global, dan optimalisasi pajak.
- Wacana Hukum: Penggunaan kerangka hukum internasional untuk membenarkan praktik treaty shopping.
b. Analisis Kekuasaan dan Pengetahuan, Analisis bagaimana kekuasaan beroperasi melalui wacana tentang treaty shopping. Misalnya:
- Peran Institusi: Pemerintah negara maju, OECD, dan perusahaan multinasional memiliki pengaruh besar dalam membentuk dan mengatur wacana ini.
- Produksi Pengetahuan: Laporan, kebijakan, dan studi yang mendukung praktik treaty shopping seringkali diproduksi oleh entitas yang memiliki kepentingan dalam melanggengkan status quo.
c. Pemeriksaan Subjektivitas dan Identitas, Analisis bagaimana wacana tentang treaty shopping membentuk identitas dan subjektivitas aktor-aktornya. Misalnya:
- Perusahaan Multinasional: Digambarkan sebagai aktor rasional yang mengejar keuntungan maksimal.
- Negara Berkembang: Sering digambarkan sebagai korban dari praktik ini atau sebagai entitas yang tidak efisien dalam memungut pajak.