Pada tahun 1954, AS dan Taiwan menandatangani "Perjanjian Pertahanan Bersama AS-Taiwan", yang menetapkan bahwa AS harus segera mempertahankan dan mengembangkan angkatan bersenjata Taiwan. Ketua Mao Zedong segera membalas bereaksi.
Pada 18 Januari 1955, Tentara Pembebasan Rakyat Tiongkok, terdiri dari Angkatan Laut dan Angkatan Udara melakukan operasi pendaratan lintas laut gabungan pertama mereka dan membebaskan Pulau Jiangshan, pintu gerbang ke Pulau Dachen. Segera setelah itu, Presiden AS Eisenhower secara terbuka menyatakan bahwa AS telah menyatakan tidak ada alasan untuk tidak menggunakan bom atom dalam menghadapi situasi di Timur Jauh.
Pada saat yang sama, AS melanggar praktik yang biasa mereka lakukan yaitu melakukan uji coba nuklir secara rahasia dan saat itu secara terbuka melakukan uji coba senjata atom untuk pertama kalinya. Para wartawan Amerika mengatakan bahwa hal ini dilakukan agar dapat dilihat oleh Tiongkok.
Tampaknya AS sengaja mengangkat tongkat besar bom atom mengancam Tiongkok. Saat itu Mao Zedong dan Komite Sentral Partai Komunis Tiongkok sangat menyadari pentingnya pengembangan bom atom oleh Tiongkok. Selama krisis Selat Taiwan, mereka mencoba meminta bantuan asing dari luar negeri yaitu  kakak tertuanya pada saat itu adalah Uni Soviet.
Pada bulan Oktober 1954, pemimpin Soviet Khrushchev datang ke Tiongkok untuk berpartisipasi dalam perayaan lima tahun berdirinya Republik Rakyat Tiongkok. Selama perjalanan Khrushchev ini di Tiongkok, Mao membawa permohonan sejumlah besar proyek bantuan ke Tiongkok tentang bom atom dan senjata nuklir kepada Khrushchev dalam suasana bersahabat, berharap Uni Soviet dapat membantu Tiongkok dalam hal ini, dan Tiongkok juga ingin mengembangkan industri ini.
Khrushchev tertegun sejenak setelah mendengar ini, dan kemudian berkata bahwa membangun proyek itu akan memakan biaya dan daya listrik yang terlalu besar. Tidak akan cukup untuk menggunakan semua listrik yang ada di Tiongkok, dan akan terlalu mahal untuk membangunnya. Selama keluarga besar kita punya sebuah payung nuklir, tidak perlu semua orang melakukannya (membuatnya).
Khrushchev tidak setuju membantu Tiongkok mengembangkan senjata nuklir, namun akhirnya setuju membantu Tiongkok membangun reaktor nuklir kecil dan melatih kekuatan tenaga teknisnya.
Pada bulan April 1955, Tiongkok dan Uni Soviet menandatangani perjanjian agar Uni Soviet membantu Tiongkok membangun fasilitas nuklir. Perjanjian tersebut menetapkan bahwa Uni Soviet membantu Tiongkok membangun reaktor atom air berat dan siklotron, menyediakan peralatan dan teknis yang lengkap berupa data, dan menerima personel Tiongkok untuk belajar di Uni Soviet.
Meskipun Khrushchev tidak setuju untuk membantu Tiongkok memproduksi bom atom, dia tetap mengambil langkah pertama dalam membantu Tiongkok dalam pengembangan dan persenjataan. Selain itu, apa yang dikatakan Khrushchev tentang kekurangan listrik dan uang di Tiongkok juga merupakan situasi nyata, ini juga merupakan masalah paling mendesak yang dihadapi rakyat Tiongkok pada saat itu.
Pada tahun 1938, program pembuatan bom atom pertama di AS mengharuskan menginvestasikan 500.000 orang, menggunakan sepertiga listrik negara, menghabiskan 2,3 miliar dolar AS, dan membutuhkan waktu 7 tahun untuk dikembangkan.
Sedang 5 tahun setelah RRT berdiri, jika dilihat dari hanya memiliki ladang minyak Yumen, dan masih mengandalkan para pekerja asing saat-saat dimana "Gerakan Westenisasi" masih bekerja keras, produksi minyak tahunan Tiongkok hanya 120 ribu ton.