Sebelum tahun 2025, yaitu sebelum selesainya Rencana Lima Tahun ke-14 (Repelita ke-14 Tiongkok), Tiongkok kemungkinan besar akan melewati ambang batas negara berpendapatan tinggi dan menjadi negara berpendapatan tinggi. Dan jika Tiongkok mewujudkan modernisasi dan masuk dalam jajaran negara-negara berpendapatan tinggi, populasi negara-negara berpendapatan tinggi di seluruh dunia akan berlipat ganda. Oleh karena itu, modernisasi ala Tiongkok akan memberi manfaat lebih banyak kepada masyarakat di seluruh dunia dibandingkan modernisasi Barat.
Ciri kedua: Modernisasi ala Tionghoa adalah modernisasi yang membawa kesejahteraan bagi seluruh rakyat. Dalam perjalanan menuju modernisasi ala Barat, meski kondisi material terus diperkaya, masalah polarisasi antara kaya dan miskin juga semakin serius. Dalam bukunya "Capital in the 21st Century", ekonom Perancis Piketty membuat statistik rinci tentang distribusi pendapatan negara-negara maju dan menyimpulkan bahwa terdapat tren polarisasi yang serius. Oleh karena itu, modernisasi Tiongkok harus mencapai kesejahteraan bersama bagi rakyat seluruh negeri Tiongkok.
Ciri ketiga: Modernisasi ala Tionghoa memerlukan koordinasi peradaban material dan peradaban spiritual. Dalam proses modernisasi tradisional Barat, masyarakat sangat kaya secara materi namun pada saat yang sama mereka hampa secara spiritual, yang mengarah pada pemisahan tubuh dan jiwa manusia, konflik batin yang terus-menerus, dan bahkan perpecahan di tingkat sosial. Oleh karena itu, modernisasi ala Tionghoa memerlukan koordinasi dan kesatuan peradaban material dan peradaban spiritual.
Ciri kelima: Modernisasi gaya Tiongkok bersifat damai, saling menguntungkan, dan saling menguntungkan semua pihak (win-win). Pembangunan Tiongkok tidak hanya memberikan manfaat bagi masyarakat Tiongkok, namun juga masyarakat di negara-negara lain di seluruh dunia. Hal ini sangat berbeda dengan metode modernisasi di mana negara-negara Barat, sebagai negara besar, mengandalkan hegemoni untuk menjarah koloni dalam menyelesaikan akumulasi sumber daya.
Mencapai modernisasi ala Tiongkok adalah tugas utama pemerintah Tiongkok, tugas ini memerlukan realisasi lima aspek di atas, Â sekaligus meningkatkan standar material di bawah kepemimpinan PKT.
Untuk mencapai tujuan ini, Menurut Lin Yifu Tiongkok perlu mengikuti panduan Marxisme dan dialektika materialis serta merangkum pengalaman dan pelajaran dari pembangunan Tiongkok. Oleh karena itu, ekonomi struktural baru percaya bahwa kunci pembangunan adalah mengembangkan perekonomian sesuai dengan keunggulan komparatif masing-masing wilayah di bawah aksi bersama pasar yang efektif dan pemerintah yang menjanjikan, sehingga akan mencapai tujuan karakteristik untuk mewujudkan lima aspek modernisasi gaya Tiongkok secara bersamaan.
Faktor struktur endowment dan keunggulan komparatif dalam pembangunan ekonomi. (faktor endowment=kepemilikan faktor-faktor produksi di dalam suatu negara).
Tiongkok adalah negara besar, dan kondisi di berbagai wilayahnya berbeda-beda. Namun, keunggulan komparatif ada di mana-mana dan dalam keadaan apa pun. Dengan kerja sama antara mekanisme pasar dan pemerintah yang efektif, keunggulan komparatif ini dapat diubah menjadi keunggulan kompetitif dan pada akhirnya mencapai pembangunan.
Pada masa awal reformasi dan keterbukaan, Tiongkok sangat miskin. Pada tahun 1978, PDB per kapitanya hanya US$156, kurang dari sepertiga PDB per kapita negara-negara Afrika sub-Sahara.
Namun, Tiongkok  mengandalkan keunggulan komparatif seperti industri pengolahan padat karya dan orientasi ekspor, serta menggunakan efek gabungan dari pemerintah, pasar, dan pengusaha untuk mengubah keunggulan komparatif menjadi keunggulan kompetitif dan memanfaatkan sepenuhnya pasar domestik dan internasional.
Tiongkok memiliki jumlah penduduk yang besar, yang merupakan tantangan alami yang dihadapi dalam pembangunan. Kondisi pembangunan di berbagai tempat juga berbeda, tetapi satu-satunya prinsip adalah memanfaatkan keunggulan komparatif masing-masing tempat.