Sementara orang-orang masih sibuk memerangi pandemi, seluruh Asia Tenggara mengalami gempa bumi yang senyap. Dari politik hingga ekonomi hingga pasar saham hingga mata uang, pasar saham Vietnam yang panas anjlok 4,7% pada 9 Mei, mencapai rekor anjlok terendah sejak tahun 2021.
Tampaknya Indonesia mengalami hal yang sama saham dan utang bertambah. Nilai tukar rupiah Indonesia mencapai level terendah selama sembilan bulan.Â
Di Sri Lanka terjadi kekurangan pangan dan kekurangan listrik memicu kekacauan di ibu kota dan jam malam nasional diberlakukan, PM nya dipaksa untuk mengundurkan diri, dan negara itu dinyatakan dalam keadaan darurat dua kali. Mudah-mudahan tidak menjalar ke Asia Tenggara.
Karena hal ini biasanya sudah menjadi pengetahuan umum sebagai paket standar, jika pasar saham anjlok, nilai tukar terdepresiasi, arus keluar modal, dan gejolak. Aset anjlok dijual diskon, investor asing pemburu barang murah, hal ini adalah jurus rutinitas standar untuk permainan pencukuran Amerika.
Sejak 2016, di bawah pengaruh relokasi rantai industri dari Tiongkok dan dalam pengaruh pandemi global, industri pemrosesan ekspor dan perdagangan luar negeri di Asia Tenggara telah berkembang pesat.
Pasar saham Vietnam naik 130% pada tahun 2021. Pada kuartal pertama tahun 2022, total impor dan ekspor barang Vietnam mencapai US$ 176.35 miliar (RMB 1,15 triliun), meningkat 14,4% pada saat yang sama, ini mencetak rekor tertinggi.
Dari Adinaco hingga Luxshare Foxconn China, mereka telah mendirikan pabrik di Vietnam. Dunia penuh dengan berita bahwa perdagangan luar negeri Vietnam telah melampaui Shenzhen, Tiongkok. Orang-orang kelas menengah di Kota Ho Chi Minh sangat senang sekali, sebagian ini berkat penggemukan dari AS akibat perdagangan AS-Tiongkok.
Dari Vietnam, Indonesia hingga India, kemakmuran seluruh Asia Tenggara diberikan oleh dolar AS, pasar adalah pelanggan AS, teknologi adalah paten AS, dan dolar AS digunakan untuk penyelesaian transaksi.
Aset di seluruh Asia Tenggara dapat dikatakan sebenarnya dalam mata uang dolar AS, dan baht Thailand, ringgit, dan dong Vietnam semuanya adalah pengikut dolar AS. Federal Reserve adalah bank sentral mereka, dan kebijakan moneter AS menentukan kemakmuran dan penurunan mereka.Â
Setiap kali Federal Reserve memangkas suku bunga dan melepaskan (mencetak) dolar, dunia akan dibanjiri dengan kelebihan likuiditas dalam dolar AS, dan modal AS akan mengalir ke negara-negara berkembang dalam jumlah besar.