AS untuk kepentingan dirinya terutama untuk ekspor gas alam ke Eropa dan kepentignan pemilu pertengahan, Biden-AS terus memancing situasi Ukraina-Rusia agar semakin memanas, yang juga berakibat harga minyak dan gas alam dunia terus menanjak yang tentu saja  menguntungkan AS.Â
Baca:Â Betulkah Akan Meletus Perang Rusia-Ukraina?
Akhir-akhir ini Kantor Berita Satelit Rusia melaporkan, tentara Ukraina secara terang-terangan melanggar resolusi gencatan senjata Olimpiade dan meluncurkan penembakan meriam di Donbass. Meskipun korbannya masih belum jelas, kegiatan militer di Ukraina dapat dikonfirmasi. Konflik belum berakhir tetapi masih meningkat, termasuk setidaknya 4 pesawat pengintai AS dan total hampir 10 pesawat, termasuk pesawat anti-kapal selam, beroperasi di garis depan Belarus-Ukraina.
Pada hari dimana tentara Ukraina melancarkan penembakan, bantuan militer gelombang kedelapan AS untuk Ukarina tiba ke Kiev dengan total 86 ton persenjataan. Sejauh ini, pemerintah AS telah memberi Ukraina lebih dari 600 ton persenjataan.
Selain itu, AS juga meminta kepada banyak negara tetangga Ukraina untuk mengeluarkan persediaan senjata era Soviet yang ada di gudang untuk membantu Ukraina.
Baru-baru ini, untuk seputar masalah Ukraina, negosiasi antara AS dan Rusia telah menarik banyak perhatian media. Pada akhir Januari, Prancis, Jerman, Rusia, dan Ukraina mengadakan pembicaraan segi empat "Model Normandia" di Paris, Prancis.  Rusia dan Ukraina sepakat bahwa semua pihak  harus menghormati "Gencatan Senjata" di timur Ukraina.
Dalam konteks berlanjutnya eskalasi situasi di Rusia dan Ukraina, hasil pertemuan ini tidak mudah didapat. Namun, kurang dari sebulan kemudian, justru Ukraina yang memulai melanggar.
Menurut Kantor Berita Satelit Rusia pada 6 Februari, pada hari yang sama, tentara Ukraina secara terang-terangan melanggar resolusi Gencatan Senjata Olimpiade dan meluncurkan penembakan di Donbas. Meskipun korbannya masih belum jelas, aktivitas militer di Ukraina dapat ditentukan. tidak hanya belum berakhir tetapi masih diperkuat, dengan total hampir 10 pesawat, termasuk setidaknya 4 pesawat pengintai AS dan pesawat anti-kapal selam, yang beroperasi di garis depan Belarus-Ukraina.
Jelas, AS tidak ingin situasi di Rusia dan Ukraina mereda dengan cepat. Faktanya, meskipun beberapa negara Eropa dan Ukraina baru-baru ini melakukan upaya untuk mendinginkan situasi di Rusia dan Ukraina, AS terus saja mengipasi api di belakang layar selama beberapa hari terakhir.
Belum lama ini, seorang pejabat pemerintahan Biden merilis kabar angin mengklaim bahwa, menurut penyelidikan yang diperoleh oleh badan intelijen AS, Kremlin dengan rinci merencanakan "konspirasi untuk meluncurkan serangan ke tentara Ukraina" sebagai alasan mengabil tindakan militer terhadap tetangganya.Â
Selanjutnya, juru bicara Pentagon Kirby "menerbitkan" info intelijen ini atas nama resmi pemerintah AS, mengatakan bahwa Rusia telah mengumpulkan 110.000 tentara di perbatasan Rusia-Ukraina dan setiap saat dapat meluncurkan "invasi" skala penuh ke Ukraina.
Selain itu, dalam sebuah wawancara dengan ABC pada tanggal 6, Penasihat Keamanan Nasional Gedung Putih Jack Sullivan sekali lagi mempermainkan situasi Rusia-Ukraina, dengan mengatakan bahwa Rusia memiliki kemungkinan yang "sangat jelas" untuk "menyerang" Ukraina, dan Presiden Rusia Vladimir Putin "sudah memiliki kemampuan untuk mengambil tindakan agresif terhadap Ukraina kapan saja. Itu bisa terjadi besok atau bisa memakan waktu beberapa minggu."
Bagi AS, begitu Rusia dan Ukraina berperang, mereka tidak hanya bisa memetik keuntungan dan memperkuat kontrolnya atas Eropa, tetapi juga menyensarakan Rusia. Untuk situasi seperti itu, tentu AS senang melihatnya.
Apa pun hasilnya, satu hal yang pasti: ketegangan di Ukraina timur meskipun sudah ada resolusi gencatan senjata selama ada pesta Olimpiade, tapi memang masih belum benar-benar mengdingin, sebaliknya, tentara Rusia, tentara Ukraina, NATO gelisah dan tegang, kiranya siapa yang akan memulai meledakan "tong mesiu" duluan.
Mengenai perilaku tentara Ukraina, Perwakilan Tetap Rusia untuk PBB mentweet pada 5 Februari meminta pemerintah AS menjelaskan: Ketika Barat memfitnah Rusia akan "menyerang Ukraina", tapi tentara Ukraina menembaki wilayah sipil di Donetsk, membunuh orang, ini pelanggaran terang-terangan terhadap Perjanjian Minsk dan Resolusi Gencatan Senjata Olimpiade, apa tanggapan Misi Tetap AS untuk PBB?
Dengan AS yang telah berulang kali menambahkan bahan bakar ke api, Eropa kini menjadi "tong bubuk mesiu". Jadi, seberapa tegang situasi di Eropa? Dari fakta bahwa Presiden Rusia Vladimir Putin kembali dari Tiongkok setelah hanya 9 jam menghadiri pesta Olimpiade musim dingin dapat dilihat bahwa situasi Rusia- Ukraina saat ini tidak optimis.
Namun, beberapa media memperhatikan bahwa begitu Putin turun dari pesawat, dia terus bertemu dengan seorang tamu penting---Presiden Prancis Macron. Ini juga pertama kalinya Putin bertemu langsung dengan seorang pemimpin kekuatan Barat sejak pecahnya babak baru krisis Ukraina.
Menurut laporan RIA Novosti pada 8 Februari, Presiden Prancis Macron telah secara aktif memprakasai dialog antara kedua belah pihak sejak eskalasi konflik antara Rusia dan Ukraina.
Pada 7 Februari, waktu setempat, Macron mengunjungi Rusia dan melakukan hampir lima kali pembicaraan dengan Putin, berjam-jam pembicaraan. Untuk pertemuan ini, selain untuk mencapai beberapa konsensus, misalnya, Putin mengatakan setelah pertemuan bahwa meskipun tidak ada hasil yang menentukan dalam pertemuan ini, beberapa pendapat Macron tentang keamanan masih sangat realistis, dan Rusia akan melakukan segala upaya untuk menemukan titik yang sesuai, dan solusi untuk semua kompromi kemanusiaan.Â
Macron juga mengatakan bahwa Putin bersedia menyelesaikan perselisihan melalui dialog damai. Jika Rusia dalam bahaya, maka seluruh Eropa akan dalam bahaya, sehingga kedua belah pihak harus menghadapinya dengan tenang.
Tapi pertemuan ini lebih merupakan konfrontasi. Misalnya, pada konferensi pers berikutnya, kemarahan Putin bahkan lebih ekspresif, secara langsung menunjukkan garis merah perang dengan Eropa. Putin berkata, "Kami tidak memperluas ke perbatasan NATO, tetapi NATO mendekati kami.Â
Tidak masuk akal untuk mengatakan bahwa Rusia agresif. Mereka mengatakan bahwa NATO adalah organisasi yang murni defensif, tetapi orang-orang dari banyak negara dapat melihat, seperti apa Irak, Libya dan Afghanistan, Ini telah dibuktikan oleh pengalaman kejamnya mereka sendiri..." Putin juga memperingatkan, "Jika Ukraina bergabung dengan NATO dan mencoba merebut kembali Krimea dengan paksa, negara-negara Eropa secara otomatis akan terlibat dalam konflik militer dengan Rusia. Saat itu tidak akan ada pemenang, dan kalian Eropa akan dipaksa untuk terlibat dalam konflik."
Bahkan, selain Rusia, beberapa negara Eropa seperti Prancis dan Jerman masih sangat enggan untuk menghadapi Rusia secara langsung, karena sekali Rusia dan Ukraina bertarung, kemungkinan besar akan menyebar ke seluruh Eropa, atau bahkan konflik global.
Selain upaya aktif Macron untuk melakukan pembicaraan dengan Putin dalam beberapa hari terakhir, pada hari yang sama kunjungan Macron ke Rusia, Kanselir Jerman Scholz juga akan berangkat ke Washington untuk pertemuan pertamanya dengan Presiden AS Joe Biden sebagai PM baru.Â
Sebelum berangkat ke AS, Scholz menegaskan dalam sebuah wawancara dengan televisi Jerman bahwa Jerman tidak akan mengirim senjata ke Ukraina. Pada hari yang sama, Menteri Pertahanan Jerman Lambrecht juga menekankan bahwa Jerman tidak akan memberikan senjata kepada Ukraina dan tugasnya sekarang adalah untuk meredakan situasi.
Tampaknya yang sesungguhnya, ketika AS membuat kabar yang melebih-lebihkan bahwa Moskow sedang meningkatkan persiapan untuk "menginvasi" Ukraina, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky bersikeras pada tanggal 7 bahwa kemungkinan menyelesaikan hubungan yang semakin tegang dengan Rusia melalui saluran diplomatik masih lebih besar daripada kemungkinan "perang".Â
Jelas, orang Eropa tidak menginginkan konflik skala besar, tetapi masalahnya adalah sulit bagi Rusia dan Eropa untuk mengendalikan kehendak AS, sehingga Putin dan Macron berbicara selama lima jam dengan sedikit kmembawa hasil.
Jadi dari rangkaian manuver AS ini, seperti yang diharapkan, AS sedang menguji Rusia dan menciptakan suasana "bermain sesuai dengan naskahnya".
Terakhir kali Putin menghadiri Olimpiade Beijing 2008, Georgia melancarkan perang untuk menguasai Ossetia Selatan dengan dukungan AS, dan Presiden Putin, yang saat itu berada di Beijing, bergegas kembali dari Tiongkok untuk menangani masalah tersebut. Kali ini, akankah Barat meluncurkan kampanye Operasi tempur dengan tentara Rusia melawan "Negara Merdeka Timur" Ukraina selama Olimpiade Musim Dingin di Tiongkok? Tampaknya juga demikian.
Banyak pengamat yang berpandangan Biden tidak rela untuk membiarkan Putin menghabiskan hari-hari ini dengan damai. Namun, mengingat preseden yang telah dilakukan pada tahun 2008, AS yakin bahwa Rusia sudah siap kali ini, tetapi pada akhirnya mereka tetap melakukannya dengan mentalitas "tidak ada tanggal dan tidak ada hits", yang sepenuhnya menunjukkan bahwa elit AS memang menganggap wajah tidak penting bagi mereka (tidak tahu malu).
Yang lebih memalukan lagi adalah pada saat yang sama ketika tentara Ukraina meluncurkan penembakan terhadap sasaran non-militer di Dontsk, media Amerika Bloomberg bahkan menerbitkan sebuah laporan bahwa "Rusia sedang menginvasi Ukraina".Â
Namun, hal semacam ini sama sekali tidak ada, segera setelah laporan itu, ada kritik publik yang luar biasa, dan kemudian Bloomberg menjelaskan bahwa "siaran pers itu sesungguhnya karena sduah disiapkan terlebih dahulu untuk berbagai situasi, dan siaran pers tentang invasi Rusia ke Ukraina diterbitkan karena kesalahan."
Terlepas benar tidaknya berita, tapi yang jelas hasilnya, dan satu hal yang pasti: ketegangan di Ukraina timur belum mereda meskipun adanya resolusi gencatan senjata selama Olimpiade, tapi situasinya pasukan Rusia, pasukan Ukraina, NATO sedang tegang, dan meskipun area itu tidak terhitung terlalu besar, tapi dengan telah bertumpuknya sejumlah besar senjata dan peralatan perang saat ini yang sedang dikerahkan, "tong bubuk mesiu" sudah siap, dan hanya masalahnya siapa yang akan menyalakan dulu.
Beberapa analis percaya bahwa langkah AS adalah untuk mendorong Rusia mengambil inisiatif untuk menyerang. Jika tentara Ukraina menembaki Donetsk dan tentara Rusia merespons, bahkan jika tentara tidak melintasi perbatasan dan hanya menembakkan beberapa peluru seperti di masa lalu, Pemerintah AS pasti akan menggunakan alat media untuk menyebarkannya sebagai "invasi aktif Rusia", sehingga untuk mencapai tujuan yang diharapkan mereka menabur hubungan antara semua pihak dan memancing di perairan yang keruh, tapi jelas mereka meremehkan IQ lawan, dan Rusia dan milisi timur Ukraina tidak tertipu.
Mengenai perilaku tak tahu malu tentara Ukraina, Perwakilan Tetap Rusia untuk PBB men-tweet protes pada 5 Februari dan meminta pemerintah AS untuk memberikan penjelasan seperti yang telah di sebutkan di atas.
Tentu saja AS tidak akan menjawab. Lagi pula, ini memang hal yang sangat memalukan. Pada Desember tahun lalu, 173 negara bersama-sama merundingkan dan meloloskan resolusi gencatan senjata untuk Olimpiade Musim Dingin di PBB yang menyerukan semua pihak selama Olimpiade Musim Dingin, para pihak mengesampingkan perselisihan dan mengganti konfrontasi dengan kerja sama.Â
Seperti selama Olimpiade dan Olimpiade Musim Dingin sebelumnya, itu adalah tradisi sejarah bagi negara-negara yang berperang untuk menghentikan operasi militer, dan Barat/AS pasti tidak akan mengakui perilaku tak tahu malu mereka, tetapi Tiongkok dan Rusia sudah pasti siap untuk kemungkinan ini, tidak akan memberi AS peluang.
Tujuan utama Barat dan AS sekarang sebenarnya adalah untuk merangsang saraf pejabat tinggi Rusia, mendorong yang terakhir untuk menanggapi provokasi pembicaraan dengan tindakan militer, dan kemudian menggunakan ini untuk memaksa beberapa negara yang mendukung Rusia dalam masalah Ukraina untuk bekerja sama dengan kebijakan Barat untuk mendukung Ukraina.
Kali ini tentara Ukraina menembaki Donetsk, tentu saja, tentara Rusia tidak akan begitu terus bersabar, mereka cenderung merespons dengan cara yang sama, tetapi ini akan menunggu sampai akhir Olimpiade Musim Dingin tampaknya. Dan Rusia kali ini tidak mau terjebak dari perangkap AS, meski telah dipreovokasi oleh Ukraina.
Banyak pengamat yang berpandangan bahwa ini adalah tes kelicikan yang sedang dilakukan pendakar tua Biden. Tujuannya sangat jelas, semua untuk suara pemilu domestik! Karena AS jelas masih belum punya keberanian untuk terlibat perang langsung dengan Rusia.
Baru-baru ini, AS memprakasai pertemuan di Dewan Keamanan PBB untuk membahas situasi terkini di Ukraina. Pada pertemuan itu, AS melancarkan serangan gencar ke Rusia, mengatakan bahwa Rusia mengancam Ukraina dan Eropa, tapi Tiongkok membela dengan serangan balik yang tajam ke AS.
Perwakilan Tetap AS untuk PBB mengirim surat kepada Presiden Dewan Keamanan meminta pertemuan umum tentang situasi saat ini di Ukraina. Dalam pemungutan suara prosedural, meskipun Rusia dan Tiongkok saling memilih menolak, India, Gabon, dan Kenya memilih untuk abstain, tetapi pemungutan suara prosedural hanya membutuhkan 9 suara untuk lolos.
Pada akhirnya, 10 negara memberikan suara mendukung, dengan 10 suara mendukung dan 2 suara menentang proposal, dan konferensi tentang situasi di Ukraina diadakan.
Pada pertemuan itu, Perwakilan Tetap Rusia untuk PBB Vasily Nebenzya pertama-tama menjelaskan bahwa AS mengadakan pertemuan ini tanpa dasar apa pun, dan tidak ada bukti untuk tuduhan bahwa "Rusia akan menginvasi Ukraina".
Nebenzya mengatakan bahwa pernyataan AS tentang pengerahan pasukan Rusia di daratan adalah campur tangan dalam urusan internal Rusia dan menyesatkan masyarakat internasional. Nebenzya juga mengkritik AS dan menyerukan untuk menurunkan eskalasi situasi.
Linda Thomas-Greenfield, Perwakilan Tetap AS untuk PBB, bersikeras meluncurkan serangan gencar ke Rusia terlepas dari fakta, mengklaim bahwa "agresi" Rusia tidak hanya mengancam Ukraina dan Eropa, tetapi juga menantang "tatanan internasional" yang dipertahankan oleh Dewan Keamanan. AS kini memberikan kesempatan untuk memecahkan masalah tersebut.
Meskipun Rusia telah menjelaskan semuanya, Greenfield mengatakan dia "kecewa" dengan pernyataan Nebenzya, sambil mendesak anggota Dewan Keamanan untuk menilai tindakan Rusia. Pada pertemuan tersebut, Zhang Jun, Perwakilan Tetap Tiongkok untuk PBB, menjelaskan posisi Tiongkok.
Zhang Jun menjelaskan sejak awal, mengatakan bahwa Tiongkok tidak setuju dengan alasan mengapa AS meminta Dewan Keamanan untuk mengadakan pertemuan terbuka. Zhang Jun mengatakan bahwa pihak Rusia telah berulang kali menyatakan bahwa mereka tidak memiliki rencana untuk meluncurkan operasi militer, dan pihak Ukraina juga dengan jelas menyatakan penentangannya terhadap perang.
Dalam konteks ini, AS dan negara-negara lain mengklaim bahwa akan ada perang di Ukraina baru-baru ini, yang sama sekali tidak "masuk akal" menurut sebagian negara dunia luar.
Alasan mengapa saat ini situasi di Ukraina begitu tegang itu terkait dengan pernyataan berlebihan yang terus-menerus dari AS dan negara-negara lain.
Meskipun pihak Rusia telah berulang kali membantah niat "akan menginvasi", AS masih enggan perduli, dan terus mengirim senjata ke Ukraina sambil menarik personel diplomatiknya.
Menurut CNN, dua pejabat senior AS telah mengklaim bahwa Rusia mengerahkan pasokan darah di perbatasan, menunjukkan bahwa mereka mungkin merencanakan serangan, tetapi Ukraina membantahnya. Menlu Rusia sergei Viktorovish Lavrov menjelaskan bahwa Rusia tidak menginginkan perang, dan jika Rusia bisa memilih, tidak akan ada perang.
Meskipun Ukraina berharap situasinya akan tenang, pernyataan AS yang berlebihan belum berhenti. CNN melaporkan bahwa AS sedang membuat "sanksi yang menghancurkan" terhadap ekonomi Rusia, dan rancangan undang-undang itu akan segera diloloskan. Dari hal-hal tersebut, terlihat siapa "pelaku" yang tidak mau mendinginkan situasi di Ukraina.
Saran Analis Rusia-Tiongok dan Dunia Luar
Di bawah premis ini, ada pengamat dan analis dunia luar yang berpandangan "back-to-back" antara Tiongkok dan Rusia untuk melakukan tindakan konter untuk menciptakan efek agar tidak ada politisi AS yang diuntungkan dari deterrence militer antara Tiongkok dan Rusia, dan tidak ada suara yang dapat diperoleh. Untuk mecapai efek ini diusulkan dengan tiga saran:
Tiongkok-Rusia agar mendekati perairan AS dengan melakukan patroli bersama, memperluas cakupan latihan militer gabungan Tiongkok-Rusia, bersama-sama mengembangkan kerja sama di Kepulauan Kuril di Rusia selatan, dan bersama-sama mewujudkan konsep "Eurasia Raya".
Merealisasi "Kemitraan Eurasia Raya" yang diusulkan oleh Putin pada Juni 2016, termasuk konotasi geoekonomi, geopolitik, dan tatanan dunia, dapat diintegrasikan dengan baik dengan inisiatif "Belt and Road" (BRI).
Secara khusus, penggunaan mata uang euro untuk menyelesaikan proyek minyak dan gas utama antara Tiongkok dan Rusia merupakan peluang besar.
Yang pertama adalah mendekati perairan AS untuk patroli bersama. Satu-satunya alasan karena militer AS berani memasuki perairan teritorial Tiongkok dan bahkan perairan internalnya hanya dengan satu kapal. Dan AS sering melakukan ancaman pengintaian terhadap Rusia hampir setiap hari, namun pada faktanya selama ini bahwa konflik antara kekuatan besar juga sama-sama takut terjadi.
Untuk tujuan ini, pelayaran strategis bersama Tiongkok-Rusia harus berani pergi mendekati Guam, dan ke pantai barat AS.
Hanya dengan trik demikian baru akan meng-elimasi para elit politisi AS untuk melakukan kampanye untuk dalam negerinya, yang selama ini dilakukan dengan kekuatan militer terhadap negara lain.
Kedua, memperluas cakupan latihan militer gabungan Tiongkok-Rusia. Karena saat ini, di sekitar Tiongkok telah dilakukan tiga pengepungan terhadap Tiongkok.
Salah satunya adalah pengepungan dan penahanan bersama terhadap Tiongkok oleh "Kuartet" AS, Jepang, India dan Australia (strategi Indo Pasifik); yang kedua adalah "poros nuklir" AS, Inggris dan Australia (AUKUS yang diumumkan 15 September 2021), yang ditandai dengan AS dan Inggris membantu Australia akan membangun kekuatan kapal selam bertenaga nuklir, yang ketiganya adalah sekutu NATO yang jauh-jauh datang ke kawasan Asia, meskipun kekuatannya tidak terlalu kuat, namun sifat provokatifnya cukup besar.
Tiongkok dan Rusia, sebagai mitra strategis "back-to-back", saat ini berada dalam situasi bersaing melawan "strategi keroyokan provokatif " di tingkat latihan militer. Mereka kini melakukan latihan bersama dengan fakta yang ditargetkan, menggeser permainan medan perang skala besar, dan membentuk melawan "taktik paket keroyokan provokatif" AS, untuk melakukan penyeimbangan.
Ketiga, bersama-sama mengembangkan Kepulauan Kuril di Rusia selatan. Untuk membentuk front persatuan melawan hegemoni dan intimidasi AS, untuk tujuan ini Rusia membutuhkan dukungan dari Tiongkok yang lebih kuat jika ingin lebih tangguh.
Masalahnya karena saat ini PDB Rusia sudah lebih rendah dari Provinsi Guangzhou. Jika ini berlanjut, ada kekhawatiran kemampuan ekonomi Rusia tidak dapat mendukung militernya menjadi lebih kuat.
Oleh karena itu, Tiongkok membantu Rusia untuk mengembangkan ekonominya adalah arti dari mitra strategis.
Untuk itu, atas ajakan Rusia kepada Tiongkok dan Korea Selatan untuk berpartisipasi dalam pembangunan Kepulauan Kuril Selatan, hendaknya Tiongkok turut serta di dalamnya sebagai strategi keluar.
Tampaknya Jepang akan mengikuti tindakan AS untuk melawan Tiongkok, dan itu tidak akan pernah berubah. Hanya peralwanan yang tegas yang dapat memberikan hasil yang nyata.
Secara keseluruhan, seruan Pernyataan Bersama Tiongkok-Rusia untuk melawan hegemoni dan intimidasi, dengan berharap semua negara di dunia yang menderita intimidasi hegemonik AS akan bersatu untuk memasuki tahap serangan balik strategis dan mengantarkan ke era baru untuk mempercepat mengeliminasi hegemoni AS....
Begitulah saat ini telah ada wacana demikian. mudah-mudahan situasi dunia tidak makin kacau dengan ulah negara adi daya yang terus menerus menginginkan menjadi polisi dunia dan hegemon global, dan upaya konter dari negara-negara yang tertekan dan terprovokasi.
Sumber: Media TV dan Tulisan Luar Negeri
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H