Belum lama ini, seorang pejabat pemerintahan Biden merilis kabar angin mengklaim bahwa, menurut penyelidikan yang diperoleh oleh badan intelijen AS, Kremlin dengan rinci merencanakan "konspirasi untuk meluncurkan serangan ke tentara Ukraina" sebagai alasan mengabil tindakan militer terhadap tetangganya.Â
Selanjutnya, juru bicara Pentagon Kirby "menerbitkan" info intelijen ini atas nama resmi pemerintah AS, mengatakan bahwa Rusia telah mengumpulkan 110.000 tentara di perbatasan Rusia-Ukraina dan setiap saat dapat meluncurkan "invasi" skala penuh ke Ukraina.
Selain itu, dalam sebuah wawancara dengan ABC pada tanggal 6, Penasihat Keamanan Nasional Gedung Putih Jack Sullivan sekali lagi mempermainkan situasi Rusia-Ukraina, dengan mengatakan bahwa Rusia memiliki kemungkinan yang "sangat jelas" untuk "menyerang" Ukraina, dan Presiden Rusia Vladimir Putin "sudah memiliki kemampuan untuk mengambil tindakan agresif terhadap Ukraina kapan saja. Itu bisa terjadi besok atau bisa memakan waktu beberapa minggu."
Bagi AS, begitu Rusia dan Ukraina berperang, mereka tidak hanya bisa memetik keuntungan dan memperkuat kontrolnya atas Eropa, tetapi juga menyensarakan Rusia. Untuk situasi seperti itu, tentu AS senang melihatnya.
Apa pun hasilnya, satu hal yang pasti: ketegangan di Ukraina timur meskipun sudah ada resolusi gencatan senjata selama ada pesta Olimpiade, tapi memang masih belum benar-benar mengdingin, sebaliknya, tentara Rusia, tentara Ukraina, NATO gelisah dan tegang, kiranya siapa yang akan memulai meledakan "tong mesiu" duluan.
Mengenai perilaku tentara Ukraina, Perwakilan Tetap Rusia untuk PBB mentweet pada 5 Februari meminta pemerintah AS menjelaskan: Ketika Barat memfitnah Rusia akan "menyerang Ukraina", tapi tentara Ukraina menembaki wilayah sipil di Donetsk, membunuh orang, ini pelanggaran terang-terangan terhadap Perjanjian Minsk dan Resolusi Gencatan Senjata Olimpiade, apa tanggapan Misi Tetap AS untuk PBB?
Dengan AS yang telah berulang kali menambahkan bahan bakar ke api, Eropa kini menjadi "tong bubuk mesiu". Jadi, seberapa tegang situasi di Eropa? Dari fakta bahwa Presiden Rusia Vladimir Putin kembali dari Tiongkok setelah hanya 9 jam menghadiri pesta Olimpiade musim dingin dapat dilihat bahwa situasi Rusia- Ukraina saat ini tidak optimis.
Namun, beberapa media memperhatikan bahwa begitu Putin turun dari pesawat, dia terus bertemu dengan seorang tamu penting---Presiden Prancis Macron. Ini juga pertama kalinya Putin bertemu langsung dengan seorang pemimpin kekuatan Barat sejak pecahnya babak baru krisis Ukraina.
Menurut laporan RIA Novosti pada 8 Februari, Presiden Prancis Macron telah secara aktif memprakasai dialog antara kedua belah pihak sejak eskalasi konflik antara Rusia dan Ukraina.
Pada 7 Februari, waktu setempat, Macron mengunjungi Rusia dan melakukan hampir lima kali pembicaraan dengan Putin, berjam-jam pembicaraan. Untuk pertemuan ini, selain untuk mencapai beberapa konsensus, misalnya, Putin mengatakan setelah pertemuan bahwa meskipun tidak ada hasil yang menentukan dalam pertemuan ini, beberapa pendapat Macron tentang keamanan masih sangat realistis, dan Rusia akan melakukan segala upaya untuk menemukan titik yang sesuai, dan solusi untuk semua kompromi kemanusiaan.Â