Mohon tunggu...
Sucahya Tjoa
Sucahya Tjoa Mohon Tunggu... Konsultan - Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Latar Belakang Dibunuhnya Jenderal Iran Sulaemani (2)

21 Januari 2022   15:00 Diperbarui: 21 Januari 2022   15:07 875
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bagi AS itu tidak masalah. Bagaimanapun, orang Irak memberitahu militer AS untuk menyingkir setiap hari. Tapi Sulaemani sangat malu. Dia tidak mengharapkan intervensi yang berlebihan, dan bahkan rekan-rekan seperjuangan Syiah merasa jijik. Tanpa dukungan dari kaum Syiah ini, apa lagi yang akan digunakan Iran untuk mempengaruhi Irak?

Iran yang dilanda krisis bermacam-macam apakah masih bisa menanggung kehilangan Irak? Bagaimanapun, Sulaemani adalah Sulaemani, dan dia segera memikirkan cara untuk membuat rakyat Irak jatuh kembali ke rangkulan Iran dengan memprovokasi sentimen anti-Amerika di antara rakyat Irak.

Pada 8 November 2019, "Tentara Mobilisasi Rakyat" pro-Iran menembakkan 17 roket ke pangkalan militer AS di Irak, tetapi tidak menimbulkan korban.

Pada 27 Desember 2019, militan pro-Iran lainnya menembakkan setidaknya 30 roket ke pangkalan AS lagi, dalam serangan ini akhirnya menewaskan seorang kontraktor AS.

Batas garis merah Trump bukanlah karena ada kontraktor AS yang tewas, melain untuk tujuan kampanye pemilu yang sudah dekat, sehingga dia langsung melompat keluar dengan marah dan berkata: "Mereka akan membayar harga yang sangat tinggi! Ini bukan peringatan, tetapi  ancaman!"

Dua hari kemudian, militer AS membalas dengan melancarkan serangan di Irak dan Suriah, menewaskan puluhan militan "Tentara Mobilisasi Rakyat", termasuk beberapa warga sipil.

Kali ini, Trump jatuh ke dalam jebakan batman Sulaemani.

Pada 30 Desember 2019, kedutaan AS di Irak mengalami serangan terburuk sejak krisis penyanderaan Iran pada tahun 1979. Ribuan demonstran Irak meneriakkan "Amerika adalah Setan" dan "Keluar dari Irak", membakar bendera AS, dan Kedutaan AS di Irak dikepung oleh kelompok-kelompok orang, dan beberapa demonstran bahkan mengunsung peti mati orang-orang yang tewas dalam serangan udara itu, mengancam akan membuat Amerika membayar harganya, melempar bom molotov.

Dengan kerjasama rahasia dengan petugas penjaga kedutaan Irak, para demonstran menerobos pertahanan dan memasuki kedutaan AS. AS buru-buru menggunakan helikopter Apache untuk meluncurkan bom jamming (asap), tetapi jumlah orang terlalu besar dan tidak berpengaruh. Pada akhirnya, mereka harus mengumumkan penutupan kedutaan.

Tentu saja, peristiwa ini bukanlah hanya pembukaan. Sulaemani terus memobilisasi sentimen anti-Amerika di kalangan rakyat Irak. Tidak berhenti disitu.

Pada 2 Januari 2020, AS mengklaim bahwa Iran dan kelompok-kelompok bersenjata yang didukungnya berencana untuk "meluncurkan putaran baru serangan terhadap kepentingan AS di Timur Tengah", sementara Khamenei mengejek AS "tidak dapat berbuat apa-apa".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun