Mohon tunggu...
Sucahya Tjoa
Sucahya Tjoa Mohon Tunggu... Konsultan - Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Latar Belakang Dibunuhnya Jenderal Iran Sulaemani (2)

21 Januari 2022   15:00 Diperbarui: 21 Januari 2022   15:07 875
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: theguardian.com

Tentu saja, sampai batas tertentu, kebijakan Obama juga dianggap semacam "perdamaian". Untuk menandatangani perjanjian nuklir ini, AS pada dasarnya melonggarkan sanksinya terhadap Iran, tetapi perjanjian ini tidak melarang pengembangan kemampuan Iran untuk memperkaya uranium, juga tidak untuk membatasi pengembangan rudal balistik canggih.

Dan yang lebih penting lagi, segera setelah perjanjian ditandatangani, telah mengabaikan penekanan atas kegiatan Iran untuk membentuk "Bulan Sabit Syiah". Itulah sebabnya mengapa sejak dari era Obama hingga Biden sekarang ada tentangan sengit dari lingkaran negara-negara Timur Tengah untuk merundingkan masalah nuklir Iran.

Dari perspektif AS, setelah Obama meredakan penekanan terhadap ekonomi dan politik Iran, Iran tidak fokus pada pembangunan ekonomi seperti yang diinginkan AS, dan menarik diri dari jalan konfrontasi, melainkan setelah vitalitasnya pulih, Iran semakin meningkatkan ekspor kekuatan eksternalnya. Ini jelas bertentangan dengan kepentingan AS.

Era Donald Trump 

Jadi Trump mengkritik kebijakan Timur Tengah Obama, dan merobek perjanjian nuklir Iran segera setelah dia menjabat, yang dengan segera mengirim sinyal yang jelas ke Iran - saya akan berurusan dengan Anda!

Pada Mei 2017, Trump memilih Timur Tengah sebagai kunjungan pertamanya ke AS adalah Timur Tengah, berlawanan dari  kebiasaan praktik diplomatik AS.

Di Riyadh, ibu kota Arab Saudi, dia memanggil lebih dari 50 pemimpin regional, dengan fokus mempromosikan sudut pandangnya. Ada dua ancaman keamanan utama di Timur Tengah, teroris dan Iran, dan Iran dianggap sebuah "rezim jahat", jelas berada di balik terorisme sebagai BOSS, jadi dalam analisis akhir, semua faktor ketidak amanan di Timur Tengah karena satu yaitu Iran.

Jadi untuk menghadapi "pemerintah Iran yang secara terbuka menyerukan Holocaust, pemerintah yang telah bersumpah untuk menghancurkan Israel, dan untuk menghancurkan AS, dan akan menghancurkan banyak pemimpin negara-negara di Timur Tengah". Jadi diperlukan bagi negara-negara Timur Tengah untuk bersatu di bawah kepemimpinan AS, untuk membentuk aliansi strategis anti-Iran.

Akibatnya, sebuah "NATO kecil" di Timur Tengah, dengan Arab Saudi dan Israel sebagai pilar dan mengintegrasikan kekuatan pro-AS regional, muncul untuk sementara waktu, tekanan terhadap Iran meningkat pesat, dan memaksa Iran untuk melakukan tindakan pertahanan di Suriah dan Yaman.

Dalam kata-kata Steven Simon, mantan direktur senior Timur Tengah dan Afrika Utara di Dewan Keamanan Nasional AS: "Trump ingin melemahkan Iran dan mendorong kekuatannya mulai dari pinggiran kembali ke perbatasan Iran kembali."

Iran, jelas, tidak menyerah begitu saja. Setelah Trump merobek kesepakatan nuklir Iran dan memulai mejatuhkan kembali sanksi ekonomi, Iran juga terus melawan. Hubungan antara kedua negara hangat untuk sementara waktu, dan kemudian kembali bersateru ke jalan lama bertarung hidup dan mati.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun